APP - 25

42.8K 4.4K 1.7K
                                    

Mungkin ini adalah saat di mana kesabaran Taeri telah habis. Rasanya hancur, hatinya sukses babak belur, tetapi yang paling membuatnya jatuh berserakan bagaimana Park Jimin memperlakukannya. Dia benci hal itu. Semua harga dirinya seperti jatuh bebas ke dalam jurang sambil dipertontonkan dengan gelak tawa. Menyedihkan sekaligus menguras emosi. Melupakan sejenak Jung Isla yang dirinya masih tidak mengerti mengapa terlihat begitu bodoh dan terlalu patuh pada Park Jimin, Taeri memejamkan mata sambil menarik napas dalam-dalam mengumpulkan niat atas apa yang harus dia lakukan berikutnya.

Ruangan Jimin yang bisa dibilang ternyaman tempat Taeri dan Taehyung biasanya berkunjung selain rumah pria itu, menjelma menjadi apa yang akan dia benci setelah ini. Teringat bagaimana Isla memeluk Jimin dengan hanya memakai pakaian dalam dan Jimin yang kelewat berengsek menginginkan bermain bertiga. Dia tidak menginginkan itu. Sesaat pikiran jahat merasuki, ingin mengambil salah satu botol minuman beralkohol yang berada di lemari dan memukul ke kepala Jimin, tetapi dia mengurungkan niat itu. Alasannya bukan karena tidak tega, tetapi bagaimanapun dia manusia dan tidak mau terlibat hal yang mempersulitnya. Akan semakin buruk untuknya jika Jimin mengalami luka-luka ataupun mati. Alasan lainnya, dia sadar tidak akan mampu. Untuk keluar saja dia berhasil dihentikan oleh Jimin, digendong dan berakhir di atas sofa.

"Taeri... ayolah... Kau tahu kalau aku selalu menginginkanmu. Seluruhnya..."

Taeri mengeratkan rahangnya. Menahan giginya yang sampai gemeretak karena marah. Mengganti dengan senyuman dan tatapan inosen agak ragu. Terima kasih untuk kemampuan aktingnya yang sangat baik. "Jim..."

"AKH!" teriak Jimin tiba-tiba.

Jimin lengah sesaat dan Taeri langsung menendang kejantanan milik Jimin. Pria itu langsung mengaduh sambil membungkuk dan memegang miliknya dari luar. Isla terlihat panik sementara Taeri langsung bangkit dan mengambil tasnya yang terjatuh di lantai ketika Jimin menggendongnya tiba-tiba. Senyuman penuh kemenangan terukir di wajah Taeri.

Isla kebingungan. Menatap Taeri dan Jimin secara bergantian kelimpungan. Persis seperti robot yang membutuhkan perintah. Menyedihkan. Sejujurnya dalam diri Taeri ada rasa kasihan dan ingin merangkul. tetapi merasa ada yang salah dengan Isla. Wanita itu seperti memiliki ikatan yang kuat dengan Jimin, percuma apapun yang akan Taeri lakukan.

"Isap saja penisnya seperti sebelumnya, kekasihmu akan baik-baik saja setelah itu," ujar Taeri menjawab kebingungan Isla. Mata Taeri memandang Isla dengan kedua alis dinaikan. Melempar sarkastik.

Kemudian dia menatap Jimin penuh kebencian yang masih kesakitan. "Suck it up!"

Taeri segera pergi dari ruangan itu.

+++

Taeri sedang dilanda kebimbangan. Kalut menyelimuti kesehariannya. Cinta memang tidak bisa hilang begitu cepat tetapi rasa benci berusaha menguasai. Bertepuk sebelah tangan memang menyakitkan, tetapi bagi dirinya yang lebih menyakitkan adalah ketika harga dirinya diinjak-injak. Bagaimana Jimin memperlakukannya kemarin di kantor, sudah melewati batas. Bahkan Taeri terang-terangan tidur di kamar tamu dan sepertinya Jimin menyadari itu karena sama sekali tidak protes. Bahkan mereka berdua seharian tidak bertegur sapa.

Mungkin Jimin merasa bersalah tetapi sama sekali tidak membuat Taeri luluh. Menurutnya Jimin pantas mendapatkan itu. Cinta tidak membuatnya jadi bodoh. Biar saja Jimin sendiri yang menjadi tolol.

Pintu kamarnya diketuk, Taeri tersentak seketika. Jantungnya berpacu lebih cepat merasa takut dan tidak nyaman. Saat-saat seperti ini dia tidak ingin bertemu siapapun. Biasanya pengurus rumah akan mengeluarkan suara—memanggil dengan sopan—tetapi sekarang yang terdengar hanya ketukan pintu. Matanya memutar malas karena bisa menebak siapa yang berdiri di depan pintu. Hanya dua kemungkinan ;

A Perfect Plan ✓Where stories live. Discover now