Chapter 9 : Time to Confess

751 35 0
                                    

Aku menekan paman frans dengan pertanyaan-pertanyaan yang sepertinya sulit untuk dijawab satu per satu. Mataku terasa panas dan air mataku mulai berjatuhan sesaat ketika paman frans mengakui bahwa ialah yang selama ini membuat repot pemerintah, dialah yang membuat para detektif dan polisi melembur. Dia yang menyekap seorang remaja. Aku tidak menyangka ternyata pamanku yang bersikap seperti malaikat ini berjiwa pembunuh.

Aku menyeka air mata yang sejak tadi berlomba untuk menuruni pipiku. Sean merangkulku dan menenangkanku yang sesenggukan.  "Kenapa paman.. Kenapa?!"pekikku histeris. Paman frans hanya bisa menyembunyikan wajah malu nya. Ia tak sanggup menatap keponakannya sendiri. Ia telah membohongiku.

"Kau..."desisku pelan, paman frans mendongakkan kepalanya dan menatap kearahku. Ia bangkit dari posisi duduknya di sofa. "Keyline.. Biar paman jelaskan"sautnya sambil menyentuh bahuku perlahan. Aku mengelak dan berusaha menyingkirkan tangannya dari bahuku. "Get away from me, don't touch me by your dirty hand!!" pekikku.

"Keyline! Maafkan paman! Paman hanya berusaha melindungimu!"

Aku menoleh dan menghentikan langkahku yang hampir memijak tangga menuju lantai dua. Aku menatapnya dengan raut wajah sangat kecewa. "Aku tak butuh dilindungi oleh pembohong sepertimu! I hate you !!"kemudian aku berlari naik ke lantai dua dan menyeruak masuk ke dalam kamarku.

Aku tenggelam dalam tangis. Aku membenamkan kepalaku di lipatan kedua lenganku. Ku biarkan rambutku tergerai berantakan. Aku terduduk di lantai kayu di samping tempat tidurku. Bedcover yang menutupi permukaan tempat tidurku, kini basah di salah satu sisinya. "Keyline?". "Pergilah paman! Pergilah! Aku ingin sendiri!"balasku yang masih sesenggukan. "Keyline! Maafkan paman!"pekik pamanku dari luar kamar. "DIAMLAH! TINGGALKAN AKU SENDIRI!". Ku dengar derap langkah menjauh dari pintu kamarku.

"Key..." di tengah tangisku, sayup-sayup aku mendengar suara yang memanggilku dengan pelan. Aku menoleh kebelakang, pintuku bergetar karena ketukan. "Bukalah key, ini aku, Sean". Aku bangkit dari posisi dudukku, kemudian membuka pintu kayu kamarku.

Aku melihat Sean yang berdiri tepat di hadapanku dengan wajah iba. Tanpa aba-aba, aku memeluknya dan menangis. "Aku hanya ingin masalah di hidupku ini cepat selesai, Sean. Aku tidak ingin di bohongi terus menerus!". Sean mengusap rambut blondeku perlahan seakan ingin menenangkanku. "Tak apa, aku tidak akan membohongimu. Tidak akan". Aku membuat kaus nya basah karena air mataku yang terus mengalir. "Jangan pikirkan kausku, aku bisa ganti pakaian nanti"sautnya seakan mengetahui apa yang ku pikirkan.

* * *

Hidupmu tak akan membaik

Kau memang ditakdirkan untuk menjadi manusia yang sial

Kau pembawa sial

Keyline... hidupmu telah hancur!

Keyline.. Keyline..

KEYLINE!!!

"HENTIKAAN! HENTIKAN!"pekikku.

Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Lagi-lagi aku bermimpi buruk. Aku menoleh ke arah jam analog, sekarang pukul 02:03pm. Ya Tuhan, aku selalu bermimpi buruk.

Mimpi burukku kali ini adalah, aku berdiri di tengah suatu bangunan dengan tas selempang yang melingkar di tubuhku. Berdiri di tengah-tengah kerumunan dan tiga wanita yang terus memaki-makiku. Siapa mereka? Entahlah. Itu hanya mimpi.

Ketika aku hendak memakai sandalku untuk mengambil minum. Di sela-sela lantai kayu kamarku, terdapat seberkas cahaya hijau temaram yang menembus masuk ke dalam kamarku. Aku memicingkan mataku, dan hendak mengikuti cahaya hijau yang sepertinya berasal dari ruangan yang letaknya tepat di bawah kamar tidurku. Namun mengingat bahwa hari masih gelap. Aku memutuskan untuk menyelidikinya pada lain waktu.

Runaway [SELESAI]Where stories live. Discover now