Chapter 17 : Deja Vu

491 30 2
                                    

Suara desis kereta api nyaris membisu. Keramaian yang berasal dari stasiun Janesville pun mulai terdengar meskipun terhalang oleh badan besi kereta api. Seluruh penumpang kereta api pun berebut untuk memijakkan kakinya ke atas lantai stasiun demi bebasnya dari gerbong kereta yang jarak antara penumpangnya hanya beberapa senti saja, terutama penumpang yang tidak mendapatkan tempat duduk. Sean mencegah ku untuk berdiri, "Nanti saja, tunggu penumpang lain turun. Lagipula, ini adalah stasiun terakhir rute ini" ucapnya sedikit berbisik di telinga ku, aku hanya menganggukan kepalaku tanda mengerti.

Hawa di luar kereta sebenarnya lumayan dingin, namun karena terhalang oleh puluhan penumpang di pintu kereta, membuatku nyaris tidak bisa bernafas. Mungkin harusnya aku dan Sean memilih untuk menyewa jasa sopir taksi untuk mengunjungi Mrs.Mcdonald, namun apalah daya, Sean lebih memilih menggunakan kereta yang penuh sesak ini. "Ayo berdiri, sudah mulai sepi" Sean berdiri terlebih dahulu dan menjulurkan tangannya.

Aku mencoba meraih koper yang kutaruh di penyimpanan yang berada tepat di atas tempat dudukku dan Sean. Karena aku masih setengah ngantuk , koper yang beratnya nyaris setengah dari berat badanku berhasil membuatku terjatuh di atas lantai gerbong kereta dengan handle koper yang masih ku genggam.

"Aduh!" aku mengaduh yang membuat Sean terkejut.

"Kau ini kenapa sih? Masih kantuk ya? Biar aku saja yang bawa, kau bawa tas kecil mu saja" ucap Sean sambil tertawa melihatku yang mengusap kedua mataku yang menuntut untuk beristirahat.

"Baiklah, terimakasih" ucapku sambil menguap lebar.

Kakiku memijak lantai stasiun yang berbahan dasar keramik, menimbulkan bunyi gemeletuk di setiap langkahku. Aku menyingkirkan rambutku yang tertiup oleh hawa dingin di stasiun yang menutupi penglihatanku. Rasanya aku kewalahan akan angin ini, seharusnya aku membawa sebuah ikat rambut. Sean tenang-tenang saja, rambutnya tidak panjang sepertiku. Melihat aku yang kewalahan menyingkirkan, ia malah tertawa.

"Sean.." aku mendengus

"Repot sekali ya jadi kau"

"Iya, kau sih tidak se-repot aku, tinggal mengejek saja"

"Cuma rambut aja kok, memangnya kau tidak bawa ikat rambut?"

"Ya tidak lah, kalau aku bawa pasti sudah aku gunakan sedari tadi" ucapku dengan nada kesal, sambil kerap kali membenarkan posisi rambutku.

"Tidak perlu kesal begitu, wajahmu semakin tua, nenek" ia mengejekku sekali lagi

"Sean!" aku memukul lengannya pelan dengan wajah kesal

"ya ya terserah kau key" ucapnya sambil tertawa kecil.

Aku menyusuri stasiun sampai akhirnya mencapai pintu keluar stasiun. Sean melambaikan tangannya sambil menengok ke kanan dan ke kiri untuk mencari taksi yang dapat kami naiki. Aku menutup rapat-rapat celah yang memungkinkan hawa dingin menusuk kulit. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya sebuah taksi berhenti di depan kami. Sean mempersilahkanku untuk masuk terlebih dahulu. (what a gentleman(/‾▿‾)/ <3 <3)

"St.Maple no 76 Janesville, please" ucap Sean setelah menempatkan dirinya di jok belakang tepat di sebelahku.

Sang sopir taksi langsung tancap gas, menuju ke tempat yang disebutkan Sean.

Tanganku dengan iseng menyentuh kaca mobil taksi yang berembun, menggambar atau menulis sesuatu di atasnya layaknya anak kecil.

*

*Kayla's POV* 

"Apa gunanya kau menyekap gadis ini? Siapa dia?"

"Dia adalah sahabatnya, mungkin ia bisa jadi sandera kita agar gadis sialan itu dapat ditemukan"

Runaway [SELESAI]Where stories live. Discover now