Kejutan - 22 - Kehilangan Kata-Kata

2.5K 251 47
                                    

Terima kasih untuk 50 Vote kurang dari 24 jam.
Jadinya, Shirei Update lagi! Heheheh

Kalau dapat 70 vote sebelum 24 jam, update lagi Sabtu.
Kalau enggak, Senin depan!

(Jumat tetap up sesuai jadwal)

Sepanjang aku mengeluarkan unek-unek, aku selalu takjub bagaimana Fatimah benar-benar berusaha memuji suamiku dan tetap membelaku. Dia benar-benar mampu bersikap netral dan tidak subjektif dalam memberikan pendapat. Dia memberikan kemungkinan-kemungkinan yang tak sempat kupikirkan.

Misalnya, mungkin saja Mas Radi hanya ingin memberiku kejutan, tapi gagal karena masalah keuangan. Atau mungkin Mas Radi hanya tak ingin pusing memikirkan masalahnya. Menelan semua masalah sendiri hingga menjadi uring-uringan. Soal poligami pun, Fatimah percaya bahwa Mas Radi tidak pernah punya keinginan untuk mencari madu. 

Semua terdengar masuk akal sekaligus tidak. Bahkan aku sendiri pun tak yakin, apa Mas Radi masih mencintai istrinya ini.

Pukul sebelas, Fatimah sudah kembali ke rumah. Dia mungkin tak ingin merepotkanku yang pasti akan sibuk menyiapkan makan siang untuknya. 

Setelah merapikan diri, aku langsung mengetuk kamar utama. Suara pintu yang terbuka membuat hatiku mencelus. 

Mas Radi keluar dengan wajah lebih ceria dari biasanya. Bahkan aku bisa melihat senyum tipis menghias wajah tampannya. Apakah ini tanda dia telah memahami kegundahanku?

"Mas, aku mau ngomong."

"Aku juga!" potongnya penuh semangat.

Tanpa sadar aku menaikkan alisku heran. 

"Mau ngomong apa?" tanyanya dengan suara rendah yang lembut.

Aku jadi berdebar mendengar suara indah itu. Semua yang sudah sempat kususun jadi berantakan. Aku harus menenangkan diri agar tidak lagi salah bicara.

"M-mas aja duluan."

Kali ini, senyum itu melebar menjadi tawa kecil yang bahagia. "Aku sudah berpikir semalaman soal pembicaraan kita kemarin." Tiba-tiba dibelainya bahuku perlahan. "Aku setuju dengan idemu. Aku sudah mendaftarkan diri ikut proses ta'aruf mencari istri kedua."

Seperti mendengar ledakan bom nuklir yang menusuk kuping. Kepalaku seperti berkabut dan telingaku seolah tak mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Semua terasa mengambang dan tak nyata. Apa aku tidak salah dengar? Apa kalimat yang baru saja menusuk susunan syarafku benar-benar terjadi? Ataukah ini hanya mimpi siang hari yang membuatku tak juga bisa terbangun.

Mas Radi masih berdiri di hadapanku dengan kaus biru dan celana training berwarna senada. Pakaian santai yang biasa dikenakan jika hatinya sedang senang. Rambut hitam lurusnya terlihat lebih rapi dari biasa. Janggutnya juga sudah lebih tertata dari sebelumnya. 

END Rahim untuk SuamikuWhere stories live. Discover now