Kehilangan - 32 - Pertanyaan yang Mendasar

1.9K 245 86
                                    

Kalau sekarang dapat 100 vote sebelum 24 jam, update lagi Selasa.

Kalau enggak, Rabu, ya! 😍

Aku tidak bisa tidur dengan tenang malam ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku tidak bisa tidur dengan tenang malam ini. Aneka pikiran buruk menerjangku tanpa ampun. Sri pun tampaknya tidak bisa tidur dan rewel sepanjang malam. Berkali-kali dia berusaha menggaruk tangannya yang ditusuk jarum infus. Gatal katanya.

"Jangan digaruk, Salehah. Mama kipasin aja, ya." Aku berusaha membujuk dan mengipasi tangannya dengan buku cerita tipis yang kubawa. Namun, dengan pendingin ruangan sepanas ini, tak banyak yang bisa dilakukan.

Mirza pun rewel di belakangku. Setiap aku memperhatikan Sri, Mirza menangis. Akhirnya, aku memindahkan Mirza agar satu ranjang dengan Sri.

"Mirza pengin sama Mbak Sri, ya?" Mirza tentu tak bisa menjawab, tapi tawa di wajahnya sudah menjelaskan semuanya. Aku menarik napas lega. Setidaknya satu masalah telah selesai.

Setidaknya Mirza tidak merangkak ke sana-kemari seperti biasa. Dia duduk tenang dengan hotwheels-nya saat aku membacakan cerita untuk Sri.

Yang paling sulit adalah saat Mirza menyemburkan obat yang diminumkan padanya. Padahal sudah diberi pemanis. Namun, obat tetaplah obat. Rasa pahitnya tetap terasa di lidah bayi yang biasanya tak banyak memakan makanan berasa rasa kuat.

"Biar saya bantu, Bu." Suster tersenyum ramah dan mengangsurkan pipet yang dibungkus plastik bening. "Adek mau cepet pulang? Obatnya diminum, ya. Nanti biar cepet bubu di rumah lagi. Soalnya obat yang ini belum bisa lewat infusan. Nanti Suster tanya dokter apa bisa lewat infus, ya."

Wajah perawat itu terlihat begitu tulus dan lembut. Dengan telaten dia mencampur puyernya dengan air putih dan mengisapnya dengan pipet. Di atas meja, dia sudah menyiapkan potongan kecil pisang.

"Aaaaa...." Pipet itu pun masuk dan langsung ditekan keluar isinya.

Berhasil!

Suster langsung menyuapkan pisang untuk menetralisir rasa pahitnya.

"Lebih mudah meminumkan obat dengan pipet untuk anak seusia dia." Tangannya mengelus kepala Mirza sebagai pujian karena anakku telah hebat meminum obatnya. "Nanti saya akan buat catatan agar selalu disediakan pipet untuk adik Mirza."

Aku mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas pengertiannya.

Setelah ini, tampaknya aku bisa meminta obat melalui jalur infus saja kalau ada. Karena tadi aku khawatir uangku tidak cukup karena aku takut harganya akan mahal. Namun, jika jadi serepot ini, jika obatnya bisa dimasukkan lewat infus, mungkin akan lebih baik.

Akhirnya, Mirza pun bisa tidur dengan tenang. Perlahan aku memindahkan putra bungsuku ke kasurnya sendiri.

Aku menarik napas lega. Kuminum segelas air yang tersedia. Malam ini aku akan tidur dengan beralaskan sajadah dan berbantalkan baju ganti.

END Rahim untuk SuamikuWhere stories live. Discover now