14 | Meninggalkan Desa

40 33 3
                                    

- h a p p y r e a d i n g ✨

Pagi itu, matahari baru saja merintis langit ketika Kala bersiap-siap untuk meninggalkan desanya menuju kota

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pagi itu, matahari baru saja merintis langit ketika Kala bersiap-siap untuk meninggalkan desanya menuju kota. Desa yang biasanya ramai dengan kehidupan sehari-hari, kali ini terasa hening.

"Semua perlengkapan sudah kamu masukkan di dalam koper, Kal?" tanya Ibu yangs sedari tadi sibuk membantu Kala berkemas.

"Sudah semua," sahut Kala. "Kalau ada yang ketinggalan, nanti Kala minta tolong kirim."

Kala memasuki kamar kecilnya, melihat sekeliling yang penuh kenangan. Sekarang, ia harus mempersiapkan diri untuk perjalanan baru yang menanti di kota.

Kala berbisik pada dirinya. "Ini waktunya, Kala. Perjalanan baru, impian baru."

Perempuan itu melirik ke atas meja di mana sebuah kotak terletak di sana. Sengaja tak ia masukkan ke dalam koper karena ingin memakai barang tersebut.

Ia meraih lalu membuka kotak tersebut, menampilkan gelang buatan dari manik dengan bunga matahari di sekelilingnya.

Ia meraih lalu membuka kotak tersebut, menampilkan gelang buatan dari manik dengan bunga matahari di sekelilingnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kala tersenyum, mengingat hari kemarin di mana Adam memberikan gelang ini kepadanya.

• • •

"Apa itu?" tanya Kala.

Di danau mereka duduk menikmati sore yang indah setelah selesai bersepeda berkeliling desa.

"Gelang," sahutnya. "Aku membuat itu, untuk kamu."

Kala tersenyum. Ada semburan merah di pipi perempuan itu.

"Bunga matahari, ya?"

Adam mengangguk. "Iya."

"Artinya?"

"Nanti kamu juga tau sendiri," jawab Adam.

Perempuan itu terus memandangi gelang itu dengan girang. "Kenapa membuatnya? Mending beli, biar simple."

"Beda," katanya. "Bikin sendiri, lebih spesial."

Hujan Di Penghujung Kemarau ✓ Where stories live. Discover now