17 | Yang Disembunyikan

50 36 4
                                    

-  h a p p y  r e a d i n g ✨

-  h a p p y  r e a d i n g ✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bian mengangguk. "Seru, kalau sama lo."

• • •

"Jadi, gimana caranya biar bisa masuk UGM, Mel?" tanya Kala.

Dua remaja itu tengah duduk sambil menikmati minuman yang tersaji di atas meja. Kafe cukup sepi, sehingga mereka bisa santai sejenak.

"Waktu itu aku lulusan SBMPTN, Kal."

"Tes, ya?" tanyanya yang diangguki oleh Amel.

Lalu, perempuan itu menjelaskan lebih jauh. "Jadi lulusan SBM beneran work, karena biaya kuliah yang murah, Kal. Tapi, kalau kamu mau kuliah gratis, bisa pakai beasiswa aja."

"Beasiswa?"

Amel mengangguk. "Iya, beasiswa. Biasanya kuliah gratis dan dapat uang saku per-semester."

"Itu, tes juga?"

"Tergantung beasiswanya. Lo bisa cari info lebih detail di internet, Kal."

Kala sangat bersyukur kenal dan berteman dengan Amel. Perempuan itu baik dan tidak pelit untuk berbagi ilmu.

Terlebih, perempuan itu kuliah di universitas impiannya. Jadi, Kala bisa menanyakan lebih jauh dan memperluas pengetahuannya.

"Lo pulang gih, Kal," suruh Amel. Ia cukup geram karena Kala sering pulang molor. Padahal tidak apa-apa. Lebih baik cewek itu pulang dan beristirahat.

"Iya, Mel. Bentar lagi."

Sore ini, hanya ada satu pelanggan yang mengunjungi kafe. Pelanggan yang sama seperti hari sebelumnya.

"Gue heran banget, Bian doyan nongki di sini," celetuk Amel.

"Kali aja dia suka sama kopinya," jawab Kala.

"Ga, Kal. Dia ga suka keramaian gitu, diajakin temennya nongki aja susah banget."

"Gausah sok tau deh, Mel," sahut Kala seraya membereskan barangnya dan bersiap untuk pulang.

"Satu fakultas juga tau, Kal."

Kala melirik. "Kamu satu fakultas sama dia?"

Amel mengangguk. "Tuh anak fifty fifty, bisa friendly bisa cuek."

"Aku ga nanyain," kata Kala.

Hujan Di Penghujung Kemarau ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang