mencurahkan rasa di angkringan

19 3 0
                                    

Usai menunaikan salat magrib di musala dekat rumah, Raditya langsung menghubungi teman sepermainannya untuk nongkrong di angkringan. Dia ingin melepas penat dengan mengeluarkan uneg-uneg yang sempat mengganjal dalam pikiran. Barangkali, Kavian dan Bima bisa memberikan secercah harapan, meskipun terkadang sedikit sesat.

-Trio Ganteng-

Raditya Sadajiwa:
"Nongkrong, yuk."

Bimasakti:
"Maksud lu nongkrong di WC?"

Kavian Narendra:
"Ha-ha. Kalau nongkrong di WC, aku kagak ikutan, ya.

Raditya berdecak kesal melihat tingkah laku kedua temannya itu ketika membalas chat-nya. Rasanya, Raditya ingin menampol mereka sekarang juga.

Raditya Sadajiwa:
"Diem lu pada. Maksud gue, ayo nongkrong di angkringan depan kampus. Gue mau ngademin otak."

Kavian Narendra:
"Emang otakmu kenapa, Dit? Habis kebakaran, tah? Mambu sangit berarti."

(Emang otakmu kenapa, Dit? Habis kebakaran, ya? Bau sangit berarti.)

Bimasakti:
"Biasalah, Kav. Gebetan dia, kan, banyak, toh. Makanya gitu. Enak jadi kitalah, hidup aman dan damai tanpa gangguan cinta buta."

Pasrah. Satu kata yang terucap dalam hati Raditya. Kedua temannya itu memang minta digeprek, terus dikasih taburan cabe setan.

Raditya Sadajiwa:
"Sialan. Gue nggak mau tahu, kalian harus ke sana. Angkringan biasa. Angkringan Pak Darmo!"

Tanpa menunggu respons dari kedua temannya, Raditya langsung beranjak dari pelataran musala menuju motornya yang diparkir di dekat pintu keluar. Dia benar-benar ingin mengeluarkan segala hal yang dirasakan, terutama soal Ayahnya. Kenapa lelaki itu harus hadir ketika keluarganya telah berada di titik yang damai? Haruskah, Raditya menerima Ayahnya datang lagi kali ini?

Entahlah.

***

Malam minggu, waktunya orang-orang keluar rumah untuk mencari hiburan di kala penatnya pekerjaan selama sepekan penuh. Termasuk, para anak kuliahan, salah satunya seperti Raditya. Cowok itu mendadak burn out karena permasalahan kehidupan, cinta, dan keluarga.

Sambil menyesap wedhang jahe susu, Raditya mendengarkan Bima yang mengawali pembicaraan. Kavian belum terlihat batang hidungnya. Katanya, dia bakal telat sedikit, mau bantu-bantu Ibunya menyiapkan pesanan cathering dadakan untuk acara syukuran tetangga sebelah.

"Sebenere, aku males keluar lho, Dit. Mager banget, mana malam minggu. Jomlo meneh. Ah, parah, sih," keluh Bima sambil mengusap wajahnya kasar. Setiap sudut kota Purwokerto mendadak dipenuhi oleh pasangan anak muda yang sedang kecanduan asmara. Seperti di angkringan Pak Dharmo sekarang, sudah terlihat lima pasangan yang kelewat mesra sambil suap-suapan sate telur puyuh.

Raditya terbahak setelah berhasil menelan sate usus bakar yang dipesan, untung saja tidak sekaligus tersedak karena mendengar keluhan Bima.

"Kan, gue udah bilang. Makanya, lo jangan mikirin anime mulu. Coba, gih, pedekatein cewek, kek. Biar hidup lo berwarna dikit," ucap Raditya. Mendengar itu, Bima refleks memegangi dahinya. Dia memang berniat untuk tidak menjalanin hubungan asmara dengan siapa pun dulu. Bukan karena anime sebagai alasan utama, melainkan lulus kuliah, kemudian bekerja sebaik mungkin. Namun, setelah mendengar perkataan Raditya, ada sedikit sentilan di hatinya agar mau mencoba--setidaknya mencari gebetan.

Bima melipat bungkusan daun pisang berisi nasi rames ikan teri yang telah dihabiskannya, kemudian menatap lesu Raditya. Dia menghela napas panjang.

"Hm, bener juga, sih, Dit. Nggak ada salahnya emang coba buat pedekate ke cewek, tapi pikiranku, tuh, cuma satu. Orang tua di Jogja yang nunggu kesuksesan anaknya merantau. Aku takute kebablasan seneng-seneng, malah lupa tujuan utama," jelas Bima, kemudian dia berdiri, lalu menuju tong sampah terdekat.

BECAUSE OF PANCAKE [SELESAI]Where stories live. Discover now