kata maaf

20 1 0
                                    

Dua jam sebelum makan malam bersama keluarganya, Kanaya membuka isi koper sekaligus lemari di kamarnya. Ada beberapa baju yang rencananya dia pakai untuk acara Family Gathering nanti. Rata-rata bergaya casual, santai, dan minimalis. Secara, Kanaya sendiri tidak suka berpakaian terlalu ribet dan glamour, meskipun terlahir di keluarga serba ada. Dia berencana memakai kaos polo putih dengan motif paus biru dilapisi blazer kotak-kotak gradasi abu, lalu dipadukan dengan menggunakan rok tutu tosca.

Namun, seketika keinginannya itu pupus tatkala Kurniawan memberikannya sebuah kotak berukuran agak besar berisi baju serta sepatu yang harus dikenakan saat family gathering.

"Lho, kok, pake dress, Pah? Bukannya family gathering itu acara santai?" Tentu, seorang Kanaya tidak langsung terima, apalagi di awal Kurniawan bilang acaranya akan santai-santai saja. Gadis itu pun tidak diberikan informasi seputar pakaian yang harus dikenakan, resmi atau tidak.

Kurniawan berdeham, lalu dia mengusap janggutnya sambil menatap Kanaya bingung. "Lah, dikira kamu pake baju apa, Nay? Itu Papah sengaja beli biar kamu kelihatan cantik di acara," jawabnya.

"Hah? Katanya, acaranya santai, Pah. Lagian, Papah juga nggak ngomong bakal ada semacam dress code. Ini family gathering nya beneran santai atau nggak, sih?" Kanaya cemberut. Dia menyilangkan kedua tangannya, kemudian menatap sinis ke arah Kurniawan. Dia curiga. Pasti ayahnya menyimpan rencana lain di luar perkiraan. Bisa saja, ini ajang Kurniawan untuk memperkenalkan Kanaya sebagai ... calon menantu salah satu rekan kerjanya, mungkin. Ah, Kanaya jadi kepikiran yang tidak-tidak, padahal masa depannya masih panjang.

"Iya, santai, tapi acaranya bakal dilaksanakan di Ball room salah satu hotel bintang lima terbaik di Jakarta Pusat Kanaya. Banyak banget pejabat yang hadir nanti. Makanya, meskipun santai, tetapi tetap harus menghormati tamu dengan berpakaian yang baik dan sopan, begitu," jelas Kurniawan tenang. 

"Jangan bilang Papah nanti mau ngejodohin Kanaya lewat acara itu?" Kanaya mendadak curiga. Bisa saja, kan, merencanakan perjodohan secara senyap.

Suara tawa terdengar. Kurniawan geleng-geleng kepala. Dia sedikit kaget dengan ucapan Kanaya barusan. Bagaimana bisa anak perempuannya berpikir seperti itu? Ada-ada aja batinnya.

"Mana ada, Nay. Itu acara beneran santai, kok. Percaya deh sama Papah. Pasti kamu bakalan menikmati. Soalnya ada banyak makanan enak juga."

Kanaya pasrah. Dia berujung mengangguk sebagai pertanda mengiyakan. Setelah itu, dia kembali berkutat pada isi koper yang tidak sesuai ekspektasi. Tidak ada baju yang bisa dia kenakan untuk pergi ke acara. Baju pemberian Kurniawan masih belum dia keluarkan dari tempatnya.

Tanpa sadar, seseorang tengah memperhatikan aktivitasnya dari luar kamar. Selepas Kurniawan berbincang singkat dengan Kanaya, pria itu lupa menutup lagi pintu kamar, alhasil masih terbuka lebar.

"Oh, udah pulang, ya," gumam Balin selagi salah satu sudut bibirnya agak naik. Dia baru saja selesai urusan di kerjaan. Hendak berlalu ke kamarnya seperti biasa, dan malah menemukan pemandangan yang berbeda. Kanaya pulang ke rumah. Dia pun sama sekali tidak tahu kabar kalau adiknya akan ke Jakarta dalam waktu dekat. Balin juga teringat pesan singkat terakhirnya yang tidak mendapat balasan dari adiknya itu.

Kanaya hendak berdiri menuju lemari pakaian, tetapi langkahnya terhenti ketika tak sengaja melihat seseorang yang kini menatapnya dipenuhi perasaan amarah. Dia bisa merasakan melalui sorot mata tajam milik seseorang itu. Balin. Ya, kakak angkatnya sedang melempar tatap yang di baliknya ada perasaan kesal memuncak.

"Kenapa?" tanya Kanaya. Saking syoknya, gadis itu bingung harus bicara apa. Sejak dulu, keduanya pun jarang melakukan interaksi yang intens layaknya kakak beradik lain.

BECAUSE OF PANCAKE [SELESAI]Where stories live. Discover now