3

67 8 3
                                    

*Ditulis oleh Kak Puingpahing*

***

"Cherry Yustanagara." Adrian menggumamkan nama itu sekali lagi. Jemarinya menari lambat di atas meja, menimbulkan bunyi ketukan tak berirama. Ia memejamkan mata sesaat dan terciptalah seulas senyum dari bibir tipisnya. Senyum yang telah lama tenggelam oleh waktu. Senyum yang entah kapan terakhir kali ia sunggingkan. Senyum yang manis, semanis sebuah kenangan yang berputar di ingatannya. Seperti diorama film yang diulang kembali.
Wajah muda-mudi SMA tergambar di benak Adrian. Nuansa cinta remaja yang merekah bak bunga mawar merah di padang ilalang.

"Kamu tahu artinya Ich liebe dich?" tanya Adrian pada Cherry kala itu.

"Aku cinta kamu," jawab Cherry polos.

"Terima kasih, aku juga cinta kamu." Adrian tersenyum di depan wajah Cherry yang masih melongo di depannya.

Perlahan angin kemarau siang itu menerpa anak-anak rambut di kepala Cherry. Wajah Cherry perlahan merona oleh kata cinta yang baru saja ia dengar. Namun, degup jantung yang bertalu-talu dipaksa kembali normal saat kedatangan mobil jemputan bagi sang nona muda.

Cherry tersenyum dan melambai pada Adrian. Tapi, sesaat ia berhenti dan berbalik ke arah Adrian yang masih menatap gadis pujaannya itu.

"Kenapa?" tanya Adrian saat Cherry mendekat.

"Ada yang ketinggalan," jawab Cherry pelan.

"Apa?" Adrian menoleh ke arah halte yang barusan mereka duduki.

"Hatiku," bisik Cherry seraya mendaratkan bibirnya di pipi sang pacar. Ia tak bicara lagi, langsung berlari dan masuk ke mobil jemputan nya. Meninggalkan rasa tak menentu di dada Adrian, seperti ada balon udara kembang kempis seiring napasnya.
Adrian tanpa sadar memegangi pipinya. Itu kali pertama seorang gadis menciumnya.

"Ah, bodoh!" Adrian tersadar dari lamunannya. Ia menggelengkan kepala untuk melupakan kenangan bersama Cherry Yustanagara. Kenangan yang selama ini membekas di hati.

"Fokus, Adrian, fokus!" Adrian menyemangati dirinya sendiri. Ia kembali membaca berkas-berkas penyelidikan di tangannya.
Gadis yang bernama Cherry itu kini muncul lagi di kehidupan Adrian. Namun, bukan hal manis seperti yang ia kenang. Gadis itu, turut dicurigai dalam kasus pembunuhan sang CEO.

***

"Periksa rekaman CCTV dan sidik jari pada semua benda yang berdekatan dengan korban!" pinta Adrian memberi perintah. Tim investigasi dari kepolisian kota langsung bergerak. Tidak ada kata lelah untuk mereka. Perjuangan mencari data dan kebenaran di balik layar hitam harus ditemukan. Hujan badai tak jadi rintangan. Totalitas kerja adalah segalanya.

"Pihak kafe dan keluarga korban meminta kita melindungi mereka dari awak media," ucap Suhendi memberi tahu atasannya.

Adrian mengangguk, "pasti, ini sudah menjadi kewajiban kita."

Investigasi berlanjut. Barang-barang yang perlu diamankan sebagai barang bukti dibawa. Tim inafis juga mengecek semua sidik jari baik korban maupun benda-benda di sekitarnya untuk dibawa ke laboratorium. Tim cyber juga mengamankan ponsel korban serta rekaman cctv dari kafe tersebut.

Mereka berkutat dengan pekerjaannya masing-masing. Sementara nama-nama orang yang ditemui korban satu per satu disebutkan. Dicari latar belakang mereka. Juga adakah janji atau motif pembunuhan.

"Cherry Yustanagara, tunangan korban. Mereka terlibat pertengkaran kemarin malam. Publik menilai mereka tak saling cinta dan hanya dijodohkan." Adrian sendiri yang membaca kertas berisi informasi tentang Cherry di tangannya.

"Iya aku dengar soal itu di infotainment . Bahkan Alan sempat mengencani beberapa wanita meski sudah bertunangan, " tutur seorang rekan wanita dari tim investigasi.

"Itu bisa menjadi motif Cherry untuk membunuh, dia kecewa lantaran tunangannya berselingkuh," jawab yang lain.

"Tapi, mereka tidak saling mencintai, untuk apa marah?" Suhendi menolak argumen mereka.

"Ada motif lain barangkali?" Rekan yang lain berpikir.

"Tunggu! Dengar ini." Wanita dari tim investigasi mengeraskan volume di ponselnya yang sedang menayangkan siaran infotainment.

"Aliman Yustanagara terpergok sedang makan malam dengan seorang wanita muda di sebuah restoran apung Ancol." Suara pembawa acara infotainment terdengat. "Namun, Aliman menyangkal dengan mengatakan itu adalah putri tunggalnya."

"Lihat, mereka memiliki foto ayah dan anak ini, benar ini Cherry?" Wanita itu bertanya.

"Kita tunggu hasil wawancara dengan Cherry besok, dia akan dipanggil sebagai saksi." Adrian menutup rapat khususnya.

Napasnya tertahan sejenak melihat potongan foto di layar pantulan LCD. Tampak seorang pria baya dengan seorang gadis muda. Tak bisa ditebak apakah itu Cherry atau bukan.

***

Hari yang dinanti tiba. Adrian bahkan tak tidur semalaman memikirkan sosok di foto tersebut. Ia tak yakin itu Cherry, tapi entah bagaimana ia bisa membuktikan.

Sementara gadis bertubuh ramping memasuki gedung kepolisian kota. Ia mengenakan setelan hitam dengan rok selutut. Mata kecilnya tertutup kacamata hitam. Tangannya menenteng sebuah tas kecil edisi terbatas. Ia berjalan sendiri. Tidak mengajak siapa pun untuk menemani. Seolah ia berani masuk dan duduk dengan tenang di ruang investigasi.

"Cherry Yustanagara!" panggil seorang petugas sembari menyalami Cherry, kemudian mengarahkan nya untuk memasuki sebuah ruangan khusus. Cherry mengangguk tanpa melepas kacamata hitamnya. Namun, ia terkejut saat seseorang yang ia kenal memasuki ruangan dan mengambil tempat duduk di seberangnya.

"Ad ..." Belum sempat Cherry bersuara, Adrian memejamkan mata sesaat.

"Profesional, " bisik Adrian sembari duduk di depan Cherry.

Cherry mengangguk menahan senyum. Tapi, sekilas Adrian menangkap senyum itu. Dan lagi-lagi jantungnya berdesir.

Adrian menarik napas dan mengembuskannya. "Ini urusan kerja," batin Adrian mengingatkan.
Beberapa pertanyaan berhasil Adrian tanyakan dan dijawab dengan baik oleh Cherry. Ia mengaku tidak mencintai Alan Pramoedya, tapi bukan juga hal baik untuk dijadikan motif pembunuhan.

"Aku makan malam dengan ayahku di Grand Apung Ancol," tutur Cherry. Jawaban itu sesuai jawaban sang Ayah saat diwawancarai di media. Sosok pemilik stasium televisi terkemuka itu menjawab dengan tenang.

"Kesaksian keluarga tidak terhitung." Adrian memberi tahu.

"Ehm, mungkin kalian bisa menanyakan pada pihak  restoran," jawab Cherry penuh percaya diri.

Tidak usah diajari, Adrian dan timnya sudah menyelidiki sampai ke sana. Sosok Cherry lah yang tampak duduk bersama sang ayah terekam di kamera CCTV Grand Apung Ancol.
Adrian mengangguk-angguk. Mencoba menanyai gadis-gadis yang dekat dengan Alan. Pertanyaan itu lantaran ditemukannya sosok wanita yang mengenakan jubah hitam di rekaman CCTV kafe. Ia dengan cepat menikam Alan Pramoedya menggunakan pecahan botol wine. Sayangnya, sosok itu ibarat lenyap ditelan bumi. Tim cyber tidak menemukannya lagi di rekaman CCTV manapun.

"Pelakunya adalah wanita." Adrian membuka percakapan dengan timnya itu dengan sebuah dugaan. "Selidiki semua wanita yang pernah dekat dengannya." Adrian melempar berkas berisi nama-nama wanita yang tercatat pernah dekat dengan Alan.
"Tak terkecuali, Cherry Yustanagara," tutup Adrian sembari menatap wajah yang masih duduk di dalam ruang investigasi.

Cherry masih duduk dengan santai. Tidak ada rasa takut di wajahnya. Sesekali ia hanya membetulkan helaian rambut yang turun di kening. Ia menunduk dan kembali menatap sekat di depannya. Sekat yang terbuat dari kaca, di mana ia tak bisa melihat keluar tapi dari luar bisa melihatnya dengan jelas. Cherry seolah tahu Adrian menatapnya. Simpul senyum terukir di bibirnya. Senyum yang lama sekali Adrian rindukan. Senyum dari cinta pertama.

***

1.071 kata 😍
Wuhoooo bab 3 sudah up...
Selamat menikmati Kesayangan.

Kalau mau lihat cowok ganteng, bisa meluncur ke work milik Kak Puingpahing

Ada Bang Adrian 🤩 di sana...

CIRCLE OF LOVE Where stories live. Discover now