30

33 7 0
                                    


Layaknya fajar yang menyingsing
Hitam awan tak bisa mengekangnya
Begitu pula kebenaran
Ketika saatnya tabir terkuak
Tak ada yang bisa menghalanginya

*****

Aliman bungkam, tak satu pun kata terucap dari mulutnya. Setelah surat panggilan resmi dari kepolisian ia terima, berbagi perintah sudah ia kerahkan. Tim kuasa hukumnya menyusun berbagai strategi. Tersisa dua hari dari tenggat waktu yang ia miliki sebelum memenuhi panggilan tersebut.

Beruntung, sejak kecelakaan yang terjadi pada Suhendi ia memerintahkan untuk memindahkan perawatan istrinya kerumah. Sehingga putri semata wayangnya tak lagi terlihat oleh media sejak itu. Bahkan kegiatan kantor Cherry pun sudah ia pindahkan kepada orang kepercayaannya.

Walau bagaimana pun, Aliman tetap memprioritaskan Cherry. Ia sudah menetapkan berbagai skenario jika kemungkinan terburuk harus terjadi. Rasa bersalahnya terhadap Cherry membuatnya merasa bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi. Kini ia akan turun langsung ke dalam peperangan yang telah di mulai olehnya tanpa ia sadari.

Ia telah memerintahkan Cherry untuk pergi bersembunyi ke luar negeri, baginya Amerika akan menjadi tempat yang paling tepat untuk putrinya itu. Ia telah mengatur skenario keberangkatan yang tak terendus polisi atau pun media.

Sejak pembicaraan terakhirnya dengan Cherry, Aliman sudah mulai menjalankan semua rencananya. Tanpa sepengetahuan Cherry, taipan tua itu sudah mengatur sebuah perjalanan untuknya. Dalam kebingungannya, Cherry hanya bisa mengikuti semua yang di katakan oleh ayahnya.

Namun, segalanya berubah. Karena sebelum keberangkatannya, Cherry meminta untuk menemui ibunya. Hampir dua jam wanita itu menghabiskan waktu di kamar ibunya. Berbaring di samping wanita ringkih yang tubuhnya terpasangi oleh berbagai peralatan medis demi membantu kelangsungan hidupnya.

Dengan hati-hati, wanita itu memeluk ibunya. Sambil menangis ia mencurahkan semua bebannya. Ia kembali teringat dengan pembicaraan terakhirnya sebelumnya ibunya jatuh koma. "Ma.... Sepertinya, tangan Cherry memang tangan setan." Lirih Cherry di dalam pelukan wanita yang hanya mendengarkan dalam diamnya.

"Dosa Cherry sudah terlalu banyak, tapi papa juga salah, Ma." air mata terus mengalir menganak sungai di mata hitamnya. "Apa aku masih bisa di maafkan, kalau kali ini pergi? Please, Ma, kasih tahu jawaban buatku.... Cherry nggak tau harus bagaimana?"

Setelah puas menangis dan bercerita, wanita berambut panjang itu akhirnya bangkit. Perlahan ia melepaskan pelukannya, takut akan menyakiti sosok yang kini hanya terdiam.

Saat ia mengelus pipi wanita itu di sela-sela selang, yang menempel pada organ pernapasannya. Cherry melihat air mata mengalir dari mata mamanya yang terus tertutup. Cherry semakin sakit hati, menyadari penderitaan teramat dalam yang di alami oleh ibunya. Dan kini, ia meyakini bahwa pengakuannya pasti menambah beban ibunya itu, walau ia masih dalam keadaan tak sadar. "Cherry akan melakukan yang terbaik, Ma." ucapnya, sebelum meninggalkan kamar ibunya.

Saat itu, Aliman sudah menunggunya di ruang kerja. Menunggu Cherry untuk membahas tentang rencana mereka selanjutnya. Terdengar ketukan dan perlahan pintu itu terbuka dari luar. Sosok Cherry muncul. Tanpa basa basi sebuah pertanyaan segera meluncur dari mulut wanita itu. "Setelah ini apa, Pa? Cherry pasti nggak akan bisa pergi ke LA dalam keadaan seperti ini."

"Kamu akan pergi sesuai dengan apa yang sudah Papa rencanakan." terdiam sesaat, sebelum ia melanjutkan, "kamu tidak perlu membawa banyak barang, cukup kemas hal-hal yang kamu anggap berharga."

"Aku mau bawa Mama, bisa?"

"Jangan konyol Cherry. Mama-mu akan baik-baik saja di sini, Papa akan memastikan hal itu. Kamu tidak perlu memikirkan apapun. Walau bagaimana, Mama adalah istri Papa dan Papa akan memastikan semua yang terbaik untuk Mama."

"Pa.... Kapan semuanya bisa berakhir? Kapan papa-ku bisa kembali seperti dahulu lagi?" air matanya kembali menetes, satu, dua, tiga dan semakin banyak yang menetes. Ternyata masih ada sisa air mata yang bisa menetes di matanya bahkan lebih banyak.

Aliman hanya bisa terdiam mendengar pertanyaan putrinya. Meraih kotak berisi gulungan cerutu yang akan ia nyalakan. "Setelah ini, kamu akan pergi dengan mobil sampai ke Surabaya. Dari sana, kamu akan melanjutkan perjalanan hingga keluar dari Indonesia. Untuk segala teknisnya, kamu hanya perlu mengikuti semua instruksi yang diberikan oleh orang yang papa perintahkan, Oke?"

Cherry hanya mengedikkan bahu ya. Tak berniat menjawab.

" Papa yakin, dalam beberapa hari ini akan ada surat panggilan untuk kita. Penyidik yang dekat dengan kamu itu, papa yakin ia akan segera menimbulkan masalah. Papa harap kamu mau menjauhinya. Jangan lagi menjalin kontak. Kamu Pahamkan dengan yang papa maksud? "

" Oke." hanya itu jawaban yang ia berikan.

Satu jam setelah pembicaraan itu, Cherry pergi meninggalkan kediaman Yustanagara menggunakan sebuah mobil berjenis sedan dengan di sopiri orang kepercayaan Aliman. Menjalankan rencana yang sudah mereka atur sedemikian rupa. Tak ada lagi pembicaraan yang terjadi di antara Cherry dan Aliman.

***

Setelah Lena di bebas tugaskan dan menjalani pemeriksaan sesuai prosedur. Adrian kembali pada jabatannya sebagai ketua tim penyelidikan. Perlahan ia membenahi hal-hal yang bersangkutan dengan kasus ini. Bersama tim yang baru, Ia melanjutkan semua proses penyelidikan. Surat pemanggilan sudah dikirimkan kepada Aliman, Cherry dan Anggun.

Sejauh ini, hanya Anggun Larasita yang sudah datang memenuhi surat panggilan. Aktris itu sangat koperatif dalam proses interogasi, kesaksian yang ia berikan semakin memperjelas titik terang atas kasus kematian Alan Pramoedya. Berbagai bukti yang ia berikan menjadi pelengkap kesaksiannya.

Dari Anggun pula, di ketahui bahwa manager yang ikut bekerja sama dalam rencana yang di susun oleh Aliman telah berhenti tepat setelah kejadian itu. Sehingga manager baru di Apung restoran yang dahulu pernah ia tanyai tak mengetahui apapun.

Ia tinggal menunggu Aliman dan Cherry yang tak datang memenuhi panggilan. Jika saat terakhir mereka berdua tidak datang juga, maka mereka akan menjemput paksa keduanya.

Aliman selaku orang tuanya, sekaligus salah satu tersangka utama dari kasus Alan memilih bungkam dan menyerahkan semua keperluan pemeriksaan pada tim kuasa hukum yang sudah ia pekerjaan untuk membantunya. Ia sama sekali tak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penyidik.

Setelah hampir dua belas jam menjalani pemeriksaan akhirnya Aliman di tetapkan sebagai tersangka dan akan menjadi tahanan penyidik.

Di hari ia harus menjemput Alisha, sebuah kejadian tak terduga membuatnya kembali harus memutar otak. Laporan bahwa Cherry Yustanagara menghilang entah kemana saat akan di lakukan penjemputan paksa. Anggotanya sudah mulai melakukan pencarian atas Cherry. 

Sejak terakhir Adrian bertemu Cherry di rumah sakit, ketika mereka sama-sama mendatangi Suhendi yang baru saja mengalami kecelakaan, ia tak lagi terlibat komunikasi ataupun bertemu dengan wanita yang pernah mengisi hatinya. Bahkan sampai saat ini pun masih sama, perasaan itu mengisi hatinya.

Namun selain berita buruk yang ia terima, sebuah berita barupun menghampirinya. Sopir pelaku tabrak lari yang menabrak Suhendi akhirnya tertangkap. Dari pemeriksaan yang dilakukan, di temukan fakta bahwa ia adalah salah satu orang yang diperintahkan oleh Aliman.

Adrian tak habis pikir, seandainya ia tak mengetahui fakta bahwa Aliman dan Suhendi adalah keluarga. Ia tak akan begitu memikirkannya, namun entah hubungan keluarga macam apa yang mereka miliki. Sehingga Aliman tega melakukan hal buruk itu pada keponakannya sendiri.

Ia merasa dilema, untuk memberi tahukan atau tidak fakta itu pada Suhendi. Apalagi dengan adanya kedua orang tua Suhendi. Namun, setelah beberapa waktu memikirkannya ia memutuskan untuk memberi tahukan sahabatnya itu secara langsung.

Entah orang macam apa Aliman, hingga tega berlaku seburuk ini. Adrian hanya bisa berharap agar Cherry tidak diperlakukan seperti Suhendi.
Adrian bertekad untuk menemukan Cherry.

*****

CIRCLE OF LOVE Where stories live. Discover now