11

29 5 0
                                    

Ditulis oleh Kak Puingpahing
***
Keping malam beradu⁣
Kuncup mekar tak layua⁣
Kutipu dengan nestapa⁣
Jauh hati bertanya, siapa gerangan?⁣

***⁣

"Jika memang Alisha bersalah, maka biarkan dia menerima hukumannya. Hanya saja, jangan abaikan dia. Bagaimana pun, Alisha satu-satunya saudara yang kau punya." Ucapan sang ayah tadi pagi masih terngiang jelan di telinga Adrian. ⁣

Ia sudah membawa roti isi untuk diantarkan pada Alisha di ruang rawat inap masih di area kantor kepolisian kota. ⁣

"Adrian!" Belum juga langkah Adrian sampai di koridor. Seseorang sudah menghentikannya. ⁣

"Ada kabar terbaru mengenai Alisha," ucap Lena sembari mengajak Adrian duduk terlebih dulu di ruang kerjanya. ⁣

Adrian duduk di depan Lena. Menanti kalimat apa yang bendak rekannya ini sampaikan. ⁣

"Alisha hamil," ucap Lena tanpa basa-basi.⁣
Adrian seolah tak percaya mendengar kabar ini.

"Hamil?" Adrian mengulang kata-kata Lena. Berharap kalau Lena salah ucap atau dia yang salah dengar.⁣

"Dari hasil pemeriksaan kesehatan, diketahui ia sedang mengandung. Mungkin karena itu pula kesehatannya menurun," tutur Lena. ⁣

Adrian memegangi keningnya yang tiba-tiba berdenyut. "Ada apa ini? Apalagi ulahmu, Kak?" batin Adrian menyesalkan apa yang terjadi terhadap saudara satu-satunya itu.⁣

"Dia pasti butuh dukungan, kuharap kamu memperlakukan Alisha dengan baik." Lena memberi nasihat. "Tapi, proses peradilan tetap akan berlangsung. Lagi pula, ini kasus pembunuhan." Tutup Lena mengakhiri kalimatnya. ⁣

Adrian masih merasa iba. Ia mendekati Alisha yang masih terbaring lemah.⁣

"Ian." Suara lemah Alisha. Ia berusaha duduk saat melihat adiknya datang. ⁣

"Berbaring saja," ucap Adrian mencegah kakaknya duduk. ⁣

Alisha masih tampak pucat. Wajah cerah yang biasa bertabur make up kini hanya tersisa guratan sendu.⁣

"Aku minta maaf," lirihnya lembut.⁣

"Sampai kapan terus begini?" Adrian membuka mulutnya. "Apakah jerat hukum yang akhirnya menghentikanmu?" lanjutnya dengan mata menunduk. Tak kuasa ia menatap sang kakak meskipun dari bibirnya masih saja meluncur kalimat ironis.⁣

"Kamu masih nyalahin aku?" Suara lemah Alisha bertanya. ⁣
Adrian tidak menjawab, tapi kini ia menatap gadis yang dulu ia banggakan. Bangga menjadi adiknya.⁣

"Aku tidak menyalahkanmu, tapi semua bukti mengarah padamu. Apalagi ...." Adrian menggantung kalimatnya. ⁣

"Kamu sudah tahu?" Alisha mempertanyakan kalimat Adrian yang tidak ia lanjutkan.⁣

Adrian mengangguk. "Tapi, seharusnya kamu tidak menggunakannya sebagai alasan untuk membunuh Alan." ⁣

"Hei! Aku nggak bunuh dia!" Suara Alisha terdengar jelas. "Oke, kami sempat bersiteru. Aku minta dia tanggung jawab. Tapi, demi Tuhan aku nggak ngebunuh dia." Suara tegas Alisha terdengat jelas. Ia bahkan susah duduk lantaran merasa tertekan oleh pendapat Adrian.⁣

"Jangan bawa-bawa nama Tuhan untuk sebuah dosa." Adrian masih saja mempercayai pemikirannya sendiri. ⁣

"Ian ..." Alisha tidak bisa lagi menyangkal lantaran bukti memang mengarah padanya. Belum lagi soal motif pembunuhan yang dilakukan Alisha. Bukankah sempurna?⁣
Alisha membunuh Alan lantaran ia tidak mau menikahinya. ⁣
Alisha tersenyum kecut. Siapa lagi yang bisa ia mintai tolong. Adiknya sudah tidak mempercayainya. ⁣

"Baik-baiklah sampai proses peradilan. Jaga kesehatanmu dan bayi itu," ucap Adrian sembari meninggalkan sang kakak.⁣
Ia berjalan pelan melewati koridor demi koridor. Menuju ruangannya. ⁣

"Kami akan memanggil Cherry Yustanagara lagi." Suara Suhendi menyadarkan Adrian dari lamunannya. Ia sempat memikirkan hal-hal buruk mengenai Alisha. Tapi, sangat terkejut saat Suhendi menyebut nama Cherry.⁣

"Memangnya kenapa?" Adrian bertanya.⁣

"Alisha mengatakan kalau ia sempat melihat Cherry ada di ruangan itu dengan Alan, sebelum ia datang," terang Suhendi. "Tapi, Cherry tidak mengakuinya, ia bilang selama itu ia di Restoran Apung Ancol bersama sang ayah," lanjut Suhendi menjelaskan dengan detail.⁣

"Alisha bilang begitu?" Adrian mengeryitkan dahi. "Apakah Alisha sungguh-sungguh, atau ia hanya mencari pembelaan saja." Adrian bergumam.⁣

"Alisha sudah mengatakan hal itu sebelum dia ditetapkan sebagai tersangka." Suhendi menambahkan.⁣

Adrian masih memikirkan. Ada apa sebenarnya? Apakah Cherry memang berbohong? Atau Alisha yang membuat cerita palsu?⁣

Detik jam dinding seolah ikut memberikan pilihan, Cherry atau Alisha yang berbohong. Hanya saja, satu hal yang sama. Keduanya sama-sama ada di hati Adrian. Alisha sebagai sang kakak dan Cherry sebagai seseorang yang tak pernah hilang dari hatinya.⁣

***⁣

"Bagaimana kamu dapat izin pendakian?" tanya Adrian muda pada gadis manis berambut pendek yang berdiri dengan wajah polos di hadapannya. ⁣

"Tentu saja aku bisa," jawab gadis itu seraya meletakkan ranselnya ke bagasi mobil grup pendakian SMA.⁣

"Kamu bohong?" Adrian menuding seraya menyetil hidung kecil milik si gadis. ⁣

Gadis itu tertawa renyah. Tawanya menghapus kebohongan yang sempat ia lontarkan ke sang ayah. "Aku bilang, ini kegiatan wajib di sekolah. Aku tidak bohong, memang wajib kan? Bagi yang mendaftar." Tawa pecah di bibir mungil gadis bernama Cherry Yustanagara. ⁣

Adrian tersenyum mendengar tingkah polos pacarnya.  Ia hanya membelai lembut kepala Cherry lantas mengajaknya kembali berkumpul bersama teman-teman lain dari grup pendakian. Sebelum berangkat mereka sempat berfoto bersama terlebih dulu. ⁣

Foto itu, masih Adrian simpan hingga kini. Terpajang dengan figura putih. Ia dan kelompok pendakian kala itu. Juga Cherry yang bahunya ia rangkul penuh kasih.⁣

Cinta muda, sayangnya Adrian tak pernah lupa. Juga wajah polos, yang mematahkan segala kesalahan yang ia buat. Cherry bagi Adrian adalah gadis manis yang lucu. Dia tidak punya dendam, juga tidak mungkin membunuh.

Sedangkan Alisha, sikapnya yang arogan, suka membentak, belum lagi persoalannya dengan Alan Pramoedya. Alisha jelas punya alasan untuk melakukan kejahatan itu. ⁣

Gerimis tiba-tiba turun dari langit. Titik-titiknya membasahi kaca jendela puluhan meter dari tanah. Adrian berdiri menatap titik-titik gerimis itu. Matanya menerawang jauh. Mengingat segala macam kenangan masa lalu. Baik dengan Cherry maupun dengan Alisha. Dan keduanya kini terancam pada satu status. Tersangka pembunuhan Alan Pramoedya.⁣

Triiiing⁣

Dering ponsel membuyarkan lamunan Adrian. Disentuhnya perlahan layar ponsel yang menyala. Nama Cherry tertera lengkap dengan foto yang manis.⁣

"Adrian," sapaan sendu Cherry terdengar.⁣

"Ada apa?" Adrian khawatir mendengar suara Cherry yang biasanya ceria terdengar murung.⁣

"Mama ..." Cherry tidak melanjutkannya. ⁣

"Kenapa Cher?" Adrian mempertanyakan kalimat Cherry yang tak ia selesaikan.⁣

"Mama sakit," lirih Cherry lemah. ⁣

Adrian menghela napas. "Sabar, rawat Mama baik-baik," ucap Adrian menasihati gadisnya. ⁣

"Aku sedih, aku nggak punya siapa-siapa untuk mengadu." Suara isak tangis terdengat dari seberang telepon. Cherry pasti merasa sendiri dan kesepian.⁣

"Aku akan datang sepulang bekerja, kamu jaga kesehatan. Jangan ikut sakit," ucap Adrian.⁣
Ia menghela napas setelah Cherry menutup telepon. Kedekatannya dengan Cherry di masa SMA juga menciptakan keakraban dengan Mama Cherry. Adrian mengelap keningnya yang basah oleh peluh dingin.⁣

Otaknya berpikir keras, hatinya bak terbagi dua. Ia merasa ada yang terkikis di dalamnya. Juga soal Alisha, saudara satu-satunya di dunia ini.⁣

***⁣

CIRCLE OF LOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang