5

49 6 2
                                    

Ditulis oleh Kak Puingpahing

***

Seperti apa seorang kakak?
Ia seperti kubah
Melindungi rumah dari hujan dan terik
Ia juga tampak sempurna dipandang
Sayangnya, kubah itu hanyalah dongeng

***

"Alisha Rose." Nama itu menguar di udara. Adrian lekat menatap foto gadis berambut pirang yang tak asing lagi baginya.

"Jangan bermain api, nanti kamu terbakar!" Suara Alisha kecil lantang mencegah adiknya bermain pemantik api. Tangan Alisha cekatan merebut pemantik itu dari Adrian.

Dulu, Alisha begitu baik. Ia kakak terhebat bagi Adrian. Sayang, obsesinya terjun di dunia hiburan mengubah segalanya. Juga hubungan antara adik dan kakak.

"Kenapa dia sebodoh ini?" Adrian bergumam mengumpat sang kakak. "Dia sendiri yang bermain api."

"Bukankah Alisha Rose di Singapura?" Adrian bertanya pada Lena, salah satu asistennya yang menyelidiki kasus kematian Alan Pramoedya.
"Dia sudah kembali, dan bertemu korban di kafe itu." Lena menerangkan.

Adrian mengepalkan tangan. "Bisa-bisanya sepulang dari Singapura dia malah menemui lelaki itu!" batin Adrian lagi-lagi mengumpat.

Triiing

Dering ponsel Adrian mengalihkan rasa kesalnya. Tanpa memandang nama penelepon, ia langsung menerimanya.

"Halo," sapa Adrian masih dengan nada pendek.
"Hai, sibuk?" Suara riang terdengar dari seberang. Suara yang lagi-lagi menciptakan seulas senyum di bibir Adrian. "Nanti malam, aku akan mengunjungi peragaan busana, mau bareng?" Gadis itu tanpa ragu menanyakan hal semacam itu pada Adrian.

Sang penyidik muda itu malah tertawa. "Cherry tidak pernah berubah," jawab Adrian di sela tawanya.

"Do you like that?" jawab Cherry dengan menyebut kalimat itu senada dengan sebuah lagu girlband Korea Selatan.

Adrian tidak menjawab. Ia hanya tertawa. "Aku nggak bisa janji," jawab Adrian tak yakin.

"Sama. Kamu juga sama seperti dulu." Suara Cherry melemah.

Adrian tersenyum pasrah sebelum akhirnya menutup teleponnya. Memang dia tidak bisa berjanji. Khawatir kalau janjinya hanya akan menimbulkan kekecewaan. Sebagai penyidik ia tidak bisa sembarangan membuat janji. Pekerjaannya tak kenal waktu. Dan itu membuatnya harus tetap fokus.

"Apakah itu Cherry Yustanagara?" Lena ternyata mendengarkan percakapan Adrian barusan.

"Iya." Adrian menjawab pendek. Lena lebih senior daripada Adrian. Ia menatap Adrian dengan wajah serius.

"Jangan terlibat perasaan dengan saksi." Lena memberi saran.

"Iya, terima kasih." Adrian beranjak undur diri. Tapi, Lena mencegahnya.

"Tunggu," panggil Lena sebelum Adrian menyentuh pegangan pintu. "Apa hubunganmu dengan Alisha Rose?" Mata Lena seolah memercikkan api saat menanyai hal itu.

Adrian belum menjawab, ia menunduk sesaat dan berbalik menatap wanita berambut pendek itu.
"Kau harus mundur dari ketua tim, jika dia terlibat di lingkaran kasus ini." Lena menepuk bahu Adrian dan ia lebih dulu menyentuh pegangan pintu. Keluar ruangan, meninggalkan Adrian yang mematung.
Adriam memejamkan mata. Rasa kesal menelusup ke dalam dada. "Semua gara-gara Alisha!" umpatnya kesal.

Siang itu panas. Sepanas hati yang membara. Ada tumpahan poison di langkah masa lalunya. Adrian menatap jauh ke luar kaca jendela. Gedung pencakar langit di depan mata. Ia mematung di ketinggian puluhan meter dari pijakan bumi. Sorot tajamnya menerawang jauh.

"Andaikan Alisha bukan kakakku."

***
Gadis berpawakan kecil itu memainkan kakinya di kursi poirot. Wajahnya masih ceria seperti biasanya. Kali ini ia menggunakan kaus santai dengan topi rajut dan kacamata hitam besar yang menutupi hampir separuh wajah manisnya. Di depannya sudah ada dua cup minuman. Arabika dan jus wortel. Perpaduan yang berbeda.

Cherry memandangi ke gedung besar di depan kedai kopi yang ia singgahi. Lagi-lagi ia melihat ke arlojinya.
"Lama bener." Cherry seperti tidak sabar menanti. Tapi, saat seorang pria tampak berdiri di seberang Cherry segera melompat penuh semangat.

"Adrian!" panggil Cherry seraya melambaikan tangan.
Adrian melihatnya, ia balas melambai dan menyeberang ke arah Cherry.

"Buat kamu." Cherry memberikan cup berisi arabika.

"Kamu sengaja nunggu aku?" Adrian duduk dan menerima cup kopi dari tangan Cherry.

"Emm ... nggak juga, tuh!" Cherry menunjukkan beberapa barang bawaannya.

Adrian menggeleng. Ia tahu itu hanya akal-akalan Cherry saja. "Mana mungkin sang nona belanja seperti ini," ejek Adrian.

"Ih ..." Cherry bergidik. "Habisnya nemuin kamu susah banget." Kali ini ia menekuk wajahnya.
Adrian tersenyum melihat wajah ngambek sang gadis. Ia bersandar di kursi dan meminum kopi pemberian Cherry.
Cherry juga mengikutinya.

"Itu bukan kopi kan?" Adrian memandangi gambar cup di tangan Cherry. Memastikan kalau yang diminum sang gadis bukan kopi.

"Bukanlah," jawab Cherry riang.

"Kita sama-sama masih ingat." Adrian tersenyum sendiri memandangi kopi arabika di tangannya.

Senja merona sore itu. Ada secercah tawa di langit jingga. Sampai Adrian lupa, siang tadi ia sempat memikirkan hal buruk persoal karirnya.

Hampir saja, entah ia bisa sesantai ini sampai kapan. Mungkin ia akan dihentikan dari ketua tim penyidik kasus kematian sang CEO. Adrian tak lagi memikirkannya. Di hadapannya ada gadis yang lama ia rindukan. Gadis yang dulu sempat menghilang dari pelupuk mata. Kini tersenyum lebar di hadapannya. Menemani dan membantu meringankan beban di pikiran Adrian.

"Thanks, Cher." Adrian mengantar Cherry hingga di depan gerbang rumahnya.

Cherry mengangguk. "Aku senang bisa bertemu, meskipun saat aku minta bertemu kamu nggak mau," ucap Cherry polos.

"Maaf, memang seperti ini. Jika ada janji, aku malah khawatir tidak bisa menepati," jawab Adrian.
Adrian pamit dan membelokkan kemudinya kembali ke jalanan. Senyumnya merekah malam itu. Ada rasa hati yang nyaman saat bersama Cherry. Ia hampir lupa pekerjaannya begitu memusingkan.

Tuuut

Intercom di mobilnya berbunyi.
"Ya," jawab Adrian santai.

"Alisha Rose, akan dipanggil. Dia terbukti bertemu dengan Alan Pramoedya di kafe."
Suara intercom terdengar jelas. Adrian mematung, bibirnya bungkam seribu bahasa. Ia tak kuasa untuk menjawab.

Baru saja secercah kebahagian ia sesap. Musnah seketika oleh kabar barusan. Jantung Adrian berdegup cepat. Rasa yang bercampur tak tentu. Antara memikirkan karirnya sekaligus status sang kakak.

Adrian memutar kemudi, ia urung ke kantornya malam ini. Ada seseorang yang harus ia temui terlebih dahulu. Seseorang yang harus ia pastikan keadaannya jika mendengat kabar buruk itu. Ia yang telah lama menelan kekecewaan mendalam dari kedua anaknya. Gusta Pratama, ayah kandung Adrian dan Alisha Rose Pratama.

***

Hwaaaa...sudah bab 5 Kesayangan 😍 penasaran kan sama kelanjutan cerita Cherry dan Adrian. Pantengin  terusss yaaa... 

CIRCLE OF LOVE Where stories live. Discover now