32

33 6 0
                                    

Malam kembali larut
Hangat luruh memeluk hati
Langkah terasa berat
Jiwa meminta jawab

*****

Membaur dengan rombongan anak muda yang baru kembali dari berlibur, Cherry meninggalkan bandara setelah mengelabui sopir yang mengantarnya ke bandara.

Ia berhasil membujuk seorang wanita muda untuk bertukar pakaian. Beruntung wanita muda itu bersedia membantu, bahkan ia melengkapi penampilan Cherry dengan sempurna. Celana jeans lusuh penuh sobekan, crop top putih dilapisi kemeja kotak-kotak berwarna merah marun, topi baseball putih dan kaca mata hitam besar menutupi sebagian besar wajahnya. Sebuah tas serut hitam melengkapi penyamarannya.

Penampilan yang sungguh tak akan pernah dikenakan oleh seorang Cherry Yustanagara. Hal yang semakin melindungi penyamarannya. Dengan rambut panjang yang terurai, membuatnya terlihat sangat urakan. Bukan sebuah pilihan gaya yang akan mampir ke dalam walk in closet, seorang Cherry.

Setelah menelepon Adrian, nona muda itu mematikan gawai, mengeluarkan kartu lalu mematahkannya menjadi dua bagian. Ia ia memasukkan gawai itu kedalam tempat sampah bandara. Ia tahu ayahnya memiliki seribu cara untuk menemukannya jika ia masih memakai semua benda elektronik yang bisa tersambung ke internet.

Tak lupa, uang tunai telah ia tarik melalui beberapa anjungan tunai yang ada di bandara, limit penarikan maksimal untuk setiap mesin. Ia tak ingin pelariannya untuk menenangkan diri tertangkap hanya karena ia kehabisan uang tunai.

Cherry berhasil keluar dari bandara dengan menumpang bis yang membawa rombongan yang ia ikuti. Keputusan untuk tak mengikuti rencana ayahnya ia ambil setelah teringat kembali dengan nasihat ibunya, namun ketakutan akan  penghakiman dan hukuman penjara membuatnya memilih melarikan diri.

Beruntung, bis yang ia ikuti menuju daerah yang akan ia datangi. Dengan mengatakan sebuah kebohongan ia berhasil mendapat izin untuk ikut serta dengan rombongan itu hingga tempat yang ia tuju. Memilih kursi paling belakang yang kosong, ia menyandarkan tubuh yang lelah. Lelah jiwa dan hatinya.

Menyimpan sebuah kebohongan besar membuatnya sungguh tertekan, membohongi media, orang-orang sekitar bahkan ibunya sendiri. Menangis, tersenyum, tertawa dan berpura-pura menjadi pihak yang lemah membuatnya merasa tertekan.

Ia memejamkan mata mencoba peruntungan. Meleburkan sedikit lelah dengan memejamkan mata, mengharap tidur sudi menghampirinya walau sejenak.
Sejenak ia terlelap, namun wajah Alan saat meregang nyawa mengganggu tidur singkatnya. Keringat membanjiri wajah, pelan ia mengatur nafas.

Setelah peristiwa kematian Alan, tak satu malam pun ia lalui tanpa mimpi buruk perusak tidur. Umpatan, caci maki, amarah, dan semua emosi menguasainya. Perjodohan yang sengaja di lakukan Aliman antara ia dan Alan, hanya untuk mendapatkan keinginan yang hanya bisa diberikan oleh Alan. Tahta dan wanita.

Kebenciannya terhadap ayahnya selalu memuncak setiap mengingat hal itu. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa ayahnya tetap peduli terhadapnya saat ia terperangkap dalam hal yang sangat pelik. Darah memang lebih kental dari pada air.

Ia teringat peristiwa lalu, saat ia menusuk seorang pelaku pelecehan terhadap seorang siswa di sekolahnya, ia membenci perbuatan buruk itu. Ia bermaksud menolong, tapi juga takut untuk berkata jujur dan mengakui apa yang telah di lakukannya terhadap pelaku kejahatan itu.

Masihkah ia Cherry Yustanagara yang dulu. Gadis yang lari dari kenyataan dan bersembunyi di balik punggung ayahnya. Lagi-lagi ayahnya, kini ia kembali bersembunyi di balik punggung ayahnya.
Seolah semua masalah dan penyelesaian dalam hidupnya berawal dan berakhir di ayahnya.

Pernah Adrian berkata padanya, untuk menjadi diri sendiri. Berani menghadapi semua keadaan serta jangan takut untuk bertanggung jawab atas semua yang ia lakukan. Pesan sebelum mereka berpisah karena Cherry harus melanjutkan pendidikannya keluar negeri. Ia merasa seperti kembali lagi ke masa itu, menjadi lemah dan tak mampu melakukan apapun.

Seakan, Cherry si gadis manja putri Aliman Yustanagara yang selalu berpura-pura kuat dan tangguh namun pengecut hadir kembali. Mandanginya yang kini semakin tersesat.

Ia bergelung menekuk kakinya ke atas kursi. Berusaha menguatkan dirinya sendiri. Matanya menatap pemandangan kota yang tertinggal melalui kaca jendela bis yang berdebu, suram, layaknya nasib yang sedang ia jalani saat ini.

Ia teringat permintaan maaf yang ia ucapkan sebelumnya pada Adrian, sebelum ia mematikan dan membuang gawainya. Masihkah pantas permintaan maaf di berikan padanya, setelah ia melibatkan kakak dari pria yang di cintainya?

Sungguh bukan suatu kesengajaan nama Alisha yang merupakan kakak dari Adrian, ikut terlibat dalam masalahnya. Cherry baru mengetahui bahwa Alisha Rose adalah saudara kandung Adrian, di saat Alisha di tetapkan sebagai tersangka kasus Alan, setelah ia menjalani pemeriksaan dan bertemu Adrian.

Cherry hanya tahu bahwa kakak Adrian bernama Icha dan tak pernah bertemu dengannya. Karena saat ia berkenalan dan menjalin hubungan dengan Adrian, Alisha sudah lama tinggal dan bersekolah di luar negeri.

Sedangkan Alisha Rose yang ia tahu hanyalah seorang aktris dan model terkenal yang merupakan salah satu kekasih Alan, saat ia telah bertunangan dengan lelaki itu.

Kini, kenyataan membawa mereka ke dalam sebuah lingkaran yang tidak berujung. Seandainya ayahnya tak berkenalan dengan Alan dan masuk kedalam dunianya yang penuh tipu daya mungkin semua ini tak akan pernah terjadi.

Mungkin saja saat ini Alan masih hidup dan bisa bertanggung jawab atas anak yang tengah dikandung Alisha. Jika hal itu terjadi mungkin kini ia bisa menjalin kembali hubungannya dengan Adrian. Ayahnya pun mungkin tak akan menjadi pria tua jahat yang tega mengorbankan kebahagiaan putrinya sendiri.

"Lan, apakah semua kesalahan ini benar-benar berawal dari kamu? Mengapa, bahkan setelah kematianmu pun, hidupku masih kacau balau seperti ini? Apalagi yang harus aku korban kan untuk bisa mendapatkan hidupku yang tenang?" lirih Cherry bertanya pada dirinya sendiri, sambil terus memandang keluar kaca.

Beruntung kursi penumpang di sebelahnya kosong, tak ada penumpang yang mengisinya. Sehingga ia bisa mengeluarkan emosinya yang lama terpendam, di hadapan media ia harus menjadi wanita yang bersedih atas kematian tunangannya. Di rumah ia harus berpura-pura kuat di hadapan ibunya. Wanita lemah yang kini ia tinggalkan karena ketakutannya menghadapi kenyataan.

Pikirannya semakin runyam, mengingat ibunya yang bertahan dengan semua alat-alat medis yang terpasang di tubuh ibunya. Ia tahu, semua alat itu sesungguhnya sangat menyakiti ibunya, namun alat-alat itu pula yang ikut membantu mempertahankan kehidupan ibunya

"Ma, doa kan Cherry selalu, aku nggak akan memiliki tangan setan seperti papa. Akan ku buktikan, aku nggak seperti papa, tapi nanti setelah putrimu ini mengumpulkan keberaniannya." air mata ikut menetes mengiringi doa dalam hatinya.

Bis yang membawanya melaju membelah jalanan Ibukota, meninggalkan orang-orang yang kini panik mencari keberadaannya dan mereka yang khawatir akan keadaannya.

*****

CIRCLE OF LOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang