Bab 7

90 10 1
                                    

Hadi memandang lekat-lekat gawai di tangannya. Gina selingkuh? Berulang kali dibacanya pesan dengan nada berapi-api yang diterima dari ibunya. Hadi memilih mengabaikannya sejenak. Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum rapat dengan client pentingnya mulai satu jam lagi.

Kamar hotel kelas VIP ini terasa begitu kosong. Hadi memang hanya membawa beberapa potong pakaian dan perlengkapan kerja. Hadi duduk di meja mengetik-ngetik presentasi yang akan diberikannya.

Akan tetapi, ketidakpedulian hadi, mengundang amarah Bu Mamik semakin menjadi-jadi. Wanita baya itu langsung menelepon putra kesayangannya itu.

Tak diangkat tentu saja, karena Hadi masih berkutat dengan pikirannya. Lagipula, saat ini, dia meyakini Gina tidak akan berselingkuh. Buat apa sih percaya pada gosip yang dikirim oleh tetangganya. Bisa saja mereka hanya iri dengan kehidupan keluarganya hingga menebarkan paku-paku fitnah yang kelak akan terkena roda pernikahan hingga pecah dan berakhir berantakan.

Bukan Bu mamik jika menyerah pada pengabaian Hadi. Bu Mamik bahkan menelepon ke hotel tempat Hadi menginap dan meminta agar room boy mengabari Hadi betapa penting telepon darinya. Hadi akhirnya mengalah dan menelepon balik.

"Kamu harus pulang sekarang!" Bu Mamik berteriak keras hingga Hadi terpaksa menjauhkan telingannya dari gawai.

"Tidak bisa, Bu. Ada rapat mendesak."

Decakan keras Bu Mamik terdengar. "Ibu tahu Kamu pasti sudah mempersiapkan semuanya, kan? Serahkan pada tangan kananmu."

"Tapi..."

"IBU TIDAK PEDULI!" Lagi-lagi hadi harus menjauhkan telinganya. "Gina selingkuh ini urusan serius. Percayakan sama tangan kananmu!" lagi-lagi Bu Mamik berseru kencang mengulang permintaannya untuk kesekian kalinya.

"Ini tender besar, Bu. Perumahan di lokasi strategis di Cimahi."

"Dia sudah makan bareng, naik mobil bareng, ini gawat! Tidak ada uang yang lebih berharga daripada harga diri keluarga! PULANG!"

Kali ini Hadi tak bisa membantah. "Baiklah, Hadi akan pulang sekarang."

Hadi bahkan tak sempat memastikan semua pakaiannya sudah masuk ke dalam koper. Dia meminta Personal assistant-nya untuk memeriksa kamar hotelnya jika ada barang yang tertinggal. Selama gawai dan dompet sudah tersedia, maka cukup.

Laptopnya diserahkan pada tangan kanannya untuk bahan presentasi. Tidak ada waktu untuk memindah semua data di sana, Toh laptopnya hanya berisi urusan pekerjaan. Tidak ada hal pribadi yang disimpan di sana.

Tak sampai satu jam, Hadi sudah duduk dibelakang mobil besarnya dan meluncur diantar supir kepercayaannya menuju rumah. Pikirannya mengembara ke masa lalu. Awal bagaimana dulu dia bisa mencintai Gina.

***

"Pagi, Kang!" sapaan gadis manis berkulit putih itu rutin ketika mereka berpapasan. Tidak kurang, tidak lebih. Tepatnya, Hadi bisa melihat bagaimana Gina menyapa semua orang baik pria, wanita, tua, dan muda. Pembawaan gadis itu begitu supel.

Jika perempuan lain akan langsung mendekatinya dengan ganas dan terang-terangan menunjukkan rasa suka, Gina berbeda. Dia hanya sesekali menyapa. Hingga suatu hari, mereka bertemu di warung mie ayam Kang Wawan.

Warung pinggir jalan, dengan dua bangku panjang yang berseberangan terlihat penuh. Gina tampak asik duduk menanti pesanannya. Bibir merahnya menyeruput es jeruk yang sudah lebih dulu tersedia. Bentuknya mengerucut terlihat manis sekaligus seksi.

"Beli mi juga, Neng?" Hadi membuka percakapan berbasa-basi. Sungguh, dia ingin tahu bagaimana sebenarnya jika Gina diajak bicara dari dekat. Banyak gosip yang beredar dari perempuan-perempuan yang mengincarnya tentang betapa Gina gemar menggoda pria manapun. Akan tetapi, semakin gencar gosip negatif yang didengungkan di telinganya, Hadi justru semakin merasa penasaran.

Jangan Ada Lara (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang