Bab 12

91 11 1
                                    

Kemana pun Gina pergi membawa Larasati, penolakan dan permasalahan selalu ikut menyertai. Seakan taka da lagi tempat yang bisa menerima kehadiran mereka dengan tulus kan cinta seutuhnya. Bukan mau Gina atau bahkan Larasati sendiri berada dalam posisi yang serba salah ini, namun ketika kehidupan tak memberinya pilihan maka terus bergerak maju adalah satu-satunya jalan.

Meski jalan yang membantang di depan mata masih penuh misteri, setidaknya tetap ada harapan agar keadaan kehidupan mereka semakin baik. Terkadang manusia hanya butuh mundur satu langkah untuk kembali melompat ratusan atau bahkan ribuan langkah selanjutnya.

Demi menjaga hubungan dengan kedua orang tuanya tak semakin memanas karena kedua orang tua Gina pun belum bisa seutuhnya menerima kehadiran Larasati, Gina memutuskan untuk pulang ke Desa Kayu Ambon, kembali berkumpul dengan sang suami dan merajut jalinan kasih yang sempat terkoyak karena salah paham.

"Kamu yakin akan kembali ke Kayu Ambon?" tanya bapaknya Gina dengan suara yang sangat bersajaha.

"Iya, Pak." jawab Gina dengan separuh hati.

Satu sisi Gina masih punya tanggung jawab ke Hadi, suaminya, tetapi ketika harus mengingat semua sikap dan perlakuan BU Mamik kepadanya rasa jengah seketika menyelimuti hati dan pikirannya.

Namun wejangan-wejangan yang diberikan bapaknya selama pulang ke Desa Mekar Wangi, membuat Gina tersadar terkadang dibutuhkan komitmen dan pengorbanan yang besar agar bisa mempertahankan biduk rumah tangga yang dibina. Tangan Gina tampak cukup terampil mengemas barang-barang Laras yang akan dimasukkan ke dalam mobil. Gina harus memastikan taka da satu pun barang pribadi mereka, khususnya keperluan Larras tak ada yang tertinggal.

Emosi Laras masih mudah terpancing saat benda-benda kesayangannya tidak ada di dekatnya. Meski berat perjuangan sebagai seorang ibu dari anak berkebutuhan khusus, tetapi Gina tak pernah putus berharap satu saat semua akan kembali normal, baik wajah maupun prilaku Laras. Bertahun-tahun merawat dan mendampingi tumbuh kembang Laras seorang diri, membuat Gina semakin kuat dan mandiri.

Setelah memastikan taka da barang yang tertinggal, dengan berat hati Gina harus berpamitan kepada kedua orang tuanya, tak lupa disertai ucapan permohonan maaf.

"Nenek galak! Wajah jelek, kayak Nenek Lampir" dengan suara sengau Larasati melontarkan panggilan yang sontak membuat ibu Gina semakin kebakaran jenggot.

Tanpa merasa bersalah sedikit pun, Larasati segera berlari masuk ke dalam mobil merah cabai yang telah menyala mesinnya di halaman. Hampir saja wanita baya yang dipanggil Nenek Lampir itu berlari mengejar tubuh Laras, seandainya tangan sang suami tak sigap menahannya.

Mobil kecil yang dibelikan Hadi itu perlahan melaju keluar halaman, menyisakan asap tipis yang langsung hilang tertiup angin. Perasaan Gina begitu sulit untuk diucapkan dengan kata-kata, lelah yang termat sangat mengungkungi hatinya. Apa jadinya dengan diri Larasati jika dirinya telah kembali ke Sang Khalik, akankah ada orang yang bisa tulus mencintai dan merawatnya dan kelak adakah laki-laki yang bersedia meminangnya.

Berbagai ketakutan yang justru membuat Gina menjadi semakin frustasi dan tak mengerti. Bukankah sejatinya manusia hanya perlu berusaha maksimal untuk menjaga dan mendidik anak-anak mereka dengan cara yang sebaik-baiknya berdasarkan syariat agama. Bagaimana pun kondisi mereka kelak, itu adalah sebuah ketetapan-Nya yang harus disyukuri.

Gina sadar, sebagai seorang hamba dirinya pun belum bisa menjadi pribadi yang taat. Ajaran agama masih sebatas diketahui dan jarang diamalkan. Meski Gina sadar bahwa hidup di dunia tak lebih laksana orang yang sekedar beristirahat dan minum, ada kehidupan yang kekal di akherat namun nafsu duniawi sering begitu melenakan.

Tak butuh waktu yang terlalu lama untuk sampai kembali di Desa Kayu Ambon. Sebuah rumah yang tampak menjulang, begitu kontras dibandingkan dengan kondisi di sekitarnya bisa Gina lihat dari kejauhan. Deburan dalam hatinya semakin tak menentu ketika rumah bernuansa hijau itu semakin tampak jelas.

Jangan Ada Lara (Tamat)Место, где живут истории. Откройте их для себя