11° - Lake 🌓

85 31 9
                                    

beberapa ranting membeku, mengetuk diri membuat bunyi menuntun diantara langit-langit kayu. udaranya terasa lebih lembab di dalam. suhu dingin bertabrakan dengan asap kayu bakar, gemericik abu menyeruak ketika Yui mencoba meniupnya, berharap api bisa bertahan lebih lama. dapur terdengar lebih berisik dari biasanya, terdengar ketukan pelan dari wortel yang tengah San potong membentuk bulatan-bulatan sempurna.

sedangkan mereka berdua masih berpelukan satu sama lain, Yui yang menelusupkan diri diantara Sweater biru muda milik Grace. rasa empuk yang biasa ia rasakan sekarang berganti tekstur tulang yang teramat jelas Yui rasakan. di bagian kanan tepat diantara rusuk, atau ketika tak sengaja mata itu bertemu tulang selangka Grace yang membentuk kubangan besar. gelagat sahabat nya terlihat berbeda, namun sekali lagi Yui mencoba bersikap biasa. melihat sahabatnya tersenyum saja sudah cukup.

"kurasa aku harus membantu di dapur... aku kesana ya?"

angguk grace mengiyakan. senyumnya terlihat jelas, di balik mata kosong yang tak pernah Yui ketahui rasa sakitnya.

tapak kaki sengaja ia pelankan, membuat kejutann kecil ketika menepuk bahu lebar lelaki yang sedang mengaduk adonan di depannya ini.

"boleh ku bantu?"

sial.. kenapa kau harus tersenyum seperti itu

tertegun, desiran itu kembali datang. hanya karena seorang Han Yui tersenyum lebar kepadanya.

San mungkin masih saja sama seperti dulu, mencoba membentuk ego baru dan masih saja bertahan di ego yang lama. tapi siapa sangka terkadang pertahanan itu runtuh, Yui mengetahuinya dan sengaja terus menggoda lelaki itu. nyatanya Choi San masih saja berbalik arah, hanya menunjukan sisi punggung nya yang masih saja menyembunyikan senyum di wajah.

beberapa menit berlalu, meja terlihat lebih penuh. bahkan vas bunga sengaja di singkirkan paksa, hari ini mereka harus makan lebih banyak. musim dingin ini membuat perut selalu berbunyi di luar jam makan yang seharusnya. doa mereka lantunkan, tangan mereka gandeng menyebutkan beberapa pujian syukur mengarah kepada sang pencipta. tak seperti biasa, Grace yang memimpin doa malam itu.

semua terlihat biasa saja, normal, aman terkendali. tak ada hewan-hewan pengganggu yang biasanya berputaran diantara mereka. lolongan serigala sering terdengar, saling bersautan seperti ingin terhubung satu sama lain. beberapa kali terdengar dentuman kecil dari tambang emas, tak jauh jaraknya. namun akan terasa berat jika beberapa pekerja sengaja melewati hutan kabut jika tak mau terlalu jauh memutar arah di antara lingkaran area hutan. sayang, hutan memang tak pernah merelakan tanahnya dipijak oleh warga kota, semuanya selalu menghilang dan tak pernah kembali.

ini bukanlah kali pertama mereka duduk bertiga, melingkar dan sibuk dengan piring masing-masing. tapi rasanya seperti berbeda, seperti ada hal yang nantinya akan dirindukan. mungkin hanya Choi San yang merasakannya. tidak dengan Yui yang masih saja dengan suapan-suapan besar yang ia paksa masuk ke mulut Grace yang masih penuh akan makanan. Yui ingin Grace sehat hanya itu tak lebih.

"setelah ini ayo ke rumah pohon! kita tidur disana" ajak Yui antusias

San hanya mengangguk sedangkan Grace tersenyum. Yui kegirangan ditempat.

beberapa saat kemudian ketiganya menuju ke rumah pohon, dengan kasur lipat dan selimut jumbo dengan motif panda yang mendominasi

mereka tertidur dengan kepala berada di pangkuan San. lelaki itu Nampak seperti single father yang mengurus kedua anak kembarnya. membaca sebuah dongeng malam, kisah Peri dan Pembuat Sepatu, sebuah dongeng sederhana dari Grimm bersaudara.

"andai ada peri di dunia nyata, aku ingin mereka mengerjakan PR ku ketika aku tertidur"

San terkekeh mendengar ucapan Yui.

"tak akan ada Peri yang mau membantu seorang pemalas, apalagi itu manusia seperti mu"

"memangnya aku kenapa! aku kan.."

"ya karena kau payah, kau bodoh, masakanmu tidak enak, pemalas hanya tidur sepanjang hari"

wajah Yui mendatar, menyipitkan mata. membuat ekspresi kesal. Grace hanya tertawa terbahak-bahak, setuju akan ucapan pedas dari seorang Choi San.

"Apakah kau tau.. terkadang aku selalu berfikir tak seharusnya Peri harus pergi walau tugas mereka telah selesai...maksudku kenapa mereka tidak berteman saja..aku membenci perpisahan" ketus Yui sekali lagi

"karena tugas peri sudah selesai Yui.. mereka telah selesai..kenangan itu akan selalu ada bersama sang pengerajin, tenang saja peri juga akan selalu memandang mereka dari jauh dan mengenang kenangan-kenangan mereka di gubuk tua itu" Grace menjawabnya dengan pelan, lalu Yui terlelap di pangkuan San.

"sekarang?"

"beberapa menit lagi.. tunggu beberapa waktu lagi"

~ Th£ miSt ~


Ilalang meninggi tertiup angin membentuk sebuah gelombang. Curah hujannya tak sebegitu deras, tapi bisikan angin membuat seisinya porak-poranda. Ini bukanlah yang pertama kali, hujan tentu saja sudah berkali-kali datang. Tapi ini bukan waktunya mereka untuk turun, hanya akan ada salju yang turun dibulan Januari. Langit menghitam membuat pesonanya tersendiri, seperti mengatakan bahwa dia baru saja pulang lebih awal. Lolongan serigala terdengar meninggi namun kilatan petir membuat suara itu menyiut dan akhirnya menghilang.

"Dimana Grace?"

Gadis itu baru saja terbangun dari pangkuan Choi San. Menepuk pipi pria itu dengan sedikit tekanan, bahkan membuatnya bersuara.

"Ntahlah"

Awalnya biasa saja, hingga Yui berteriak di seisi rumah. Dan tak ada satupun balasan dari empu yang ia cari. Ketika Yui melihat keluar jendela ia semakin panik. Hujan telah turun, di sertai angin ribut yang menerbangkan beberapa helai ranting bahkan pohon-pohon tinggi tumbang karenanya. Ia kembali ke tempat San masih dengan pertanyaan yang sama.

"Dimana Grace?!!"

Choi San mengacuhkan dirinya dan malah pergi menjauh menuju ilalang lalu menghilang. Pikir Yui ini hanya mimpi buruk, sampai akhirnya ia mengikuti jejak San. Punggung lelaki itu kembali ia temukan, Choi San berhenti. Berdiri menghadap danau, tak sebegitu jelas dari apa yang Yui lihat. Itu hanyalah sebuah titik hitam yang terapung jauh di tengah danau.

"Kau melihat apa?"

Tanya Yui sekali lagi

"Mau menyelam?"

Raut wajah Yui heran, tapi ia menuruti nya.

Tenggelam lah mereka kebawah, di tengah hujan badai. Bahkan beberapa kilatan langit terlihat membiru di atas gelombang air di atas kepala mereka. Yui mendongakkan diri, menggenggam tangan San yang memimpin menuju semakin dalam. Matanya terbuka lebar ketika seseorang yang tengah ia cari, telah tergantung kaki nya di dasar danau. Kulit nya memutih mengikuti air di dasarnya, rambut Grace seperti terbang di udara namun lebih melengkung mengikuti arus air. Yui sudah menebak tekanan air didasar sana. Tapi ia tak bisa menjangkau nya, ia masih saja bungkam membuka mulut sama saja bunuh diri.

Segera mereka pergi lagi ke permukaan, selangkah lagi hingga satu tarikan nafas dan Yui akan menyelamatkan sahabatnya, kiranya seperti itu.

"AYO KITA SELAMAT KAN DIA!!!"

"HEI KENAPA DIAM SAJAA!! AYO CEPAT SEBELUM DIA MENINGGAL!!"

"itu pilihan dia, Yui"

"KAU SUDAH GILA!!"

Berontak Yui lebih keras, cipakan air juga lebih banyak dari sebelumnya. Suara gemuruh di atas kepala mereka beberapakali memotong pembicaraan keduanya, teriakan bahkan sering kali tak terdengar di telinga Choi San. Sedikit ada pergelutan ringan di tengah danau, di antara mereka. Tentu saja San akan menang, dari segi fisik lelaki itu lebih unggul.

San menahan tubuh Yui, menahannya untuk tak segera menyusul Grace. Pelukannya erat sambil menekan punggung kecil Han Yui, usap nya halus di pucuk rambut. Menenangkan nya walau untuk beberapa saat. San tak memikirkan hari esok akan bagaimana. Ia juga tau pilihan yang di pilih Grace bukanlah pilihan yang tepat.

Tapi itu hidup Grace, bukan dirinya.

THE MISTWhere stories live. Discover now