15° - hug 🌗

74 34 22
                                    

Bergejolak api menyala dari tungku ruang tengah, satu pasangan, satu pemimpin yang dihormati, dan kedua insan yang bahkan masih mempertanyakan status masing-masing. Mereka semua duduk saling melingkar, dengan beberapa gelas kopi yang hampir habis. Kilatan cahaya masih saja bersautan dari luar ruangan, tak pernah ada yang tau dibalik suara-suara menggelegar terdapat teriakan para manusia dari pesisir. Seakan  Hujan membungkam api lalu menutupi tangis mereka.

Seonghwa berdiri di samping jendela, memandang bangunan-bangunan tinggi dengan arsitektur megah. Lampu-lampu kuning itu terasa lebih banyak dari biasanya. Semua orang berpulang ke rumah masing-masing. Tak seperti biasanya yang selalu disibukan oleh kegiatan ekonomi The Village. Satu di pikiran sang pemimpin, diantara senyum para keluarga yang tengah menikmati makan malam, Seonghwa hanya takut jika di hari-hari berikutnya semua orang tak  akan menunjukkan senyum yang sama. Pikirannya panjang, hujan kembali membawa memori-memori masa kecilnya. Matanya terpejam mencoba mengenang kembali wajah rupawan itu. Lalu tersenyum, hingga mata itu tidak bisa berbohong lagi. Seonghwa menangis. Seonghwa adalah lelaki jantan yang mampu menangis walau dengan wajah se garang mungkin. Ia tak akan terisak, karena sejatinya Park Seonghwa pernah menangis sejadi-jadinya, hingga ia lupa bagaimana rasanya kembali seperti dulu. Waktu dimana Seonghwa masih bersama dengan orang yang paling ia cinta.

Sedangkan di sisi lain Aira dan Wooyoung masih bergelut di atas sofa, berpelukan seperti tak akan pernah lepas. Hanya satu selimut Berwarna kuning melingkari ke duanya. Badan kecil Aira di rengkuh lelakinya dengan sangat erat. Pemandangan yang lama kelamaan membuat Yui sedikit muak, mereka selalu saja seperti itu. Langkahnya panjang meninggalkan ruang tamu.

"Aku ingin membuat cokelat panas" sebuah alasan yang bagus, tapi memang itu niatnya.

Semua nampak normal ketika Han Yui mencoba menyalakan kompor, meracik bubuk cokelat, menuangkan air lalu mencoba meminumnya di tempat. Hela nafas nya panjang sembari melihat jendela dapur yang mengarah langsung ke kediaman rumah nya. Terlihat jauh, dua kilometer terbentang jarak nya dengan bangunan itu. Tempat dimana ia pernah menyembunyikan tangisnya dimalam hari. Ingatan ingatan menyakitkan, sekaligus sebuah kenangan manis yang tak akan pernah terhapus dari benak seorang Han Yui. Mungkin dia terbuang, tapi Marga Han akan selalu ia kiaskan di depan namanya. Bukan karena gadis itu merasa jika nama Han dapat mengangkat derajatnya lebih tinggi lagi. Tetapi nama itu, mengingatnya akan rumah, akan ayah nya tercinta.

Satu tetes air mata mulai mengalir, isakan kecil mulai terdengar. Rasanya seperti ribuan jarum menusuk ulu jantung mu, membuatnya memompa darah lebih cepat. Yui memukul dadanya, mencoba untuk bernafas lebih pelan. Isakan nya terdengar lebih keras, sebegitu sakit rasanya hingga ke seimbang nya runtuh. Yui terduduk di lantai yang dingin, dengan mulut yang ia bungkam menggunakan kedua tangannya. Sekali lagi, Yui menyembunyikan tangis nya. Air mata itu turun, seperti tak akan pernah habis. Selalu saja berakhir seperti ini, Yui yang mencoba menahan emosi nya, mencoba untuk tidak membanting segalanya, mencoba untuk tersenyum dan mengatakan ini akan cepat berlalu. Nyatanya rasa sakit itu kembali datang, dan sekali lagi Yui akan menangis seperti ini.

Dua kaki terlihat di balik samar-samar pengelihatan gadis itu. Dua pasang kaki yang mulai berlutut mendekat ke arahnya. Dia adalah lelaki yang sedari tadi bersikap dingin kepada nya, mengacuhkannya, membiarkannya kedinginan tanpa ada pelukan yang Yui harapkan. Dan sekarang ia mengusap air mata Yui. Dengan wajah yang memelas, mencoba tersenyum di balik bayang-bayang kesedihan Yui. Lalu dengan dorongan kecil, Choi San merengkuh tubuh nya.

"Menangis lah jika perlu, aku janji ini rahasia kita" ucapnya lembut.

Tepuk San pelan di pucuk Yui, sel-sel darah nya mengalir lebih cepat terasa hingga ke urat nadi. Yui sudah mati-mati an menahan tangis nya, Namun perkataan sederhana dari lelaki di depannya ini malah membuat gumpalan air itu kembali jatuh. Mengalir deras, membasahi sweater hitam milik Choi San.

THE MISTWhere stories live. Discover now