13° - City 🌕

55 23 2
                                    

Bukankah semua terlihat lebih indah, angin bertiup dari sisi kiri menanggalkan beberapa daun yang kemudian mengelilingi dua pemuda tampan ini. Hiruk pikuk di pusat kota, beberapa atau bisa dibilang cukup banyak gadis muda menatap kedua insan tersebut sambil tersenyum, menutupinya dengan kipas emas di masing-masing genggaman tangan. Tak ada yang berucap atau mungkin membalas senyuman, masing-masing sudah memiliki satu yang tertinggal dan satu yang akan selalu dirindukan. Mereka tidak ada apa-apa nya, walau dengan riasan termahal sekalipun.

Pusat kota bisa dibilang lebih ramai dari biasanya. Mulai dari bisikan-bisikan kecil terdengar yang selalu berpusat di atas

"kutukan itu telah kembali".

Kutukan apa? Hanya pertanyaan itu yang berputar di antara Wooyoung maupun San.

Hanya hari libur di penghujung sore, lampu mulai menyala dari baris paling ujung. Satu persatu menunjukan sinarnya. Jembatan Neverland penghubung antara batas kota dengan gedung petinggi. Terhempas luas berlapis bebatuan yang berjejer rapi. Terlihat megah, sangat megah. Hingga melihat perbandinganya antara daerah ini dengan pesisir tempat mereka lahir dan tinggal sangatlah berbeda. Layaknya bumi dan langit, terjatuh sepihak sangat berbeda letak kemewahannya.

Bisa dibilang ini sebuah diskriminasi, dimana daerah pesisir membuat sesuatu untuk warga kota dan mereka membayar dengan harga yang murah. Hanya karena perjanjian tanah di masa para tetua, mereka seakan terjebak di lingkaran setan yang dibuat para petinggi - petinggi kota.

sudah setahun mereka berdua tak menginjakkan kaki di bangunan classic ini. Sudah terhitung 3 kali renovasi air mancur di taman depan, entah gunanya untuk apa. Manusia disini sangat suka membuang-buang uang.

Gerbang depan mulai terbuka, beberapa penjaga berbaju maroon menunjukkan wajah datar. Mengantar kan keduanya.

masih terlihat sama, kanan kiri ornamen yang selalu berhasil membuat Wooyoung terpesona. Tidak dengan San yang pikirannya masih saja berputar di satu pusat.

Sebenarnya ada apa ini?

Ketika pintu besar itu terbuka, semua orang menatap ke duanya dengan tatapan mengintimidasi. Bukan merasa terpojok, keduanya hanya heran. Mata tajam San membalas satu persatu tatapan orang-orang. Sambil berjalan menuju meja bundar tengah, tepat dimana ketua mereka Park Seonghwa berdiri sambil menatap keduanya.

"Duduklah disini"

Tak ada balasan, keduanya masih saja bungkam dari gerbang awal gedung megah ini.

Hingga satu selembar foto besar bergambar orang-orang yang sibuk mengebor tambang emas di bagian ujung Utara pulau, daerah pesisir tempat mereka lahir.

"Foto ini saya dapatkan dari kedua pekerja setia saya, pengeboran besar-besaran di daerah Utara, walikota terhormat bukankah itu sebuah pelanggaran? Pengeboran yang kalian lakukan seudah melewati batas tanah yang di tentukan!!"

Seluruh ruangan terbungkam, menunjukan hampir keseluruhannya ikut ambil andil dalam permasalahan ini.

"Lihat sekarang! Daerah pesisir terkena imbas nya! Wabah itu kembali, terbawa penambang lalu menyebar ke desa-desa. Dan kuharap kota ini akan terkena juga"

Semua orang menatap Seonghwa tak percaya, ucapan macam apa itu.

" itu hanya wabah biasa, dulu juga bisa di selesaikan kan? Kita hanya cukup membakar semuanya! Seperti dulu"

Ucap salah satu petinggi dengan gaya angkuhnya.

"KAU GILA!!" teriak Park Seonghwa menggelegar hingga ke sudut-sudut ruangan.

Tak ada jawaban. Hingga Walikota ikut berdiri.

"Baiklah saya setuju usulan dari anda"

"APA MAKSUDMU! MEMBAKAR SELURUH DAERAH PESISIR!? KAU GILA" teriak Choi San yang tak kalah keras dari ketua nya.

THE MISTWhere stories live. Discover now