17° - I'm Okay 🌑

45 14 0
                                    

Meringkuk tubuh Yui, terbalut selimut tebal yang berbulu. aroma arang semakin terasa ketika ia tersadar. Percikan api dari tungku menyeruak ke area luar batasnya. mungkin hanya di sisi kanan ia merasa lebih hangat, mengarah langsung ke sumber api. Yui masih saja sama, dengan balutan putih tertidur di tengah ranjang dengan berbagai macam gaya, padahal ia sendiri sudah sepenuhnya sadar. Sangat tidak mungkin untuk memejamkan mata lagi.

Jarum jam menunjukkan seberapa singkat ia tidur, sangat singkat. Tapi terasa sangat panjang, tidur 10 menit yang melelahkan.

wajah nya memerah, bukan karena amukan api dari tungku. Ia hanya Menahan semua gejolak yang tiba-tiba saja muncul. Ini hanyalah sentuhan sekilas, hanya sekilas dan Choi San tak akan pernah melakukan hal yang sama sekali lagi, setidaknya seperti itu kiranya.  Terdengar keterlaluan, tapi Yui sama sekali tidak murka. Menetralkan diri dari semua pikiran kotor nya, Yui menjambak rambut frustasi.

"ARGHHH, aku ini kenapa!!?"

"Sederhana, kau hanya gila"

tiba-tiba Aira datang dari balik pintu, membawa keranjang anyaman bambu berisi buah-buahan.

Yui bangkit, mencoba menuntun Aira.  wanita itu sadar.

"Tak usah membantu ku, aku buta bukannya lumpuh"

Wajah congkak itu menghampiri nya, menuntun tongkat putih berkali-kali. Bersuara satu dua tiga, tak henti-hentinya menghantam lantai marmer.

Aira duduk di sampingnya, satu ranjang yang sama, satu udara yang sama, di atmosfer yang sama. Dengan degup jantung yang berbeda.

"Kasihan sekali, kau masih muda tapi sudah punya kelainan jantung" kata Aira enteng

"Ap-apa maksud mu! Kau gila !"

"Hey.. degup jantung mu itu tidak normal, berdetak terlalu cepat"

"Ya ini jantung-jantung ku! Terserah dia mau bergerak seperti apa!" Jawab Yui yang tak kalah keras.

Seperti hari-hari biasanya, Aira masih dengan wajah datarnya. Wanita itu hanya tersenyum untuk Jung Wooyoung, bukan orang lain. Setidaknya itu yang di pelajari Yui.

"Kupas ini" sebuah apel terpampang jelas di genggaman Aira

"Jadi kau datang hanya untuk ini?"

"Memang… untuk apa lagi coba" jawab Aira santai

Yui berdecih,

Jari-jemari Yui menari-nari bersama pisau. Ketika orang-orang memilih mengupas dengan arah ke belakangnya, lain hal dengan dirinya yang memilih mendorong punggung pisau menggunakan ibu jari. Gerakannya memutar, tidak putus dari ujung ke ujung.

Seketika ia mengingat Grace, sahabat karib nya itu selalu membawa sekeranjang apel lalu menyuruh Yui mengupas semuanya. Awalnya ia kesal, rasanya seperti Grace memanfaatkan nya menjadi mesin pengupas.

Namun sekarang ia merindukan nya.

Ah tidak, Yui mencoba untuk tidak menangis. Matanya memang tidak berbohong, Yui sudah sangat lihai menyembunyikan suara sesenggukan. Surau matanya sudah ber-air. Mengalir hingga menetes ke sela-sela belati. Ia masih bisa mengontrol nafas. Batin Yui bersyukur karena Aira adalah seorang tunanetra. Karena sejatinya Yui sangat anti menangis di depan orang. Itu membuatnya terlihat semakin aneh.

"Ini"

Sepotong apel Yui bagi langsung ke mulut Aira. Wanita itu melahap nya dengan satu suapan.

"Kok asin?" Tanya Aira heran, padahal ini apel mangga yabg seharusnya manis. Mungkin rasanya memang manis, tapi di beberapa kunyahan terasa asin.

"Lidah mu saja yang cacat" ucap Yui enteng

THE MISTजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें