BAB 1 : WELCOME TO IMPERIUM SCHOOL

3.6K 484 142
                                    

Dia duduk di bangku belajarnya. Lewat ponsel dia membaca e-mail penting perihal pengumuman ujian masuk yang baru saja diterima.

Senang, tentu saja, sebab bisa diterima sebagai murid Imperium School tidak sekadar membutuhkan keberuntungan, melainkan usaha dan kerja keras

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Senang, tentu saja, sebab bisa diterima sebagai murid Imperium School tidak sekadar membutuhkan keberuntungan, melainkan usaha dan kerja keras.

Kemudian dia menemukan hal yang menarik dari isi e-mail tersebut. Hal menarik yang tertulis di bagian bawah e-mail.

Lantas dia tersenyum. Bisa membayangkan betapa menyenangkan hari-harinya kelak di Imperium School.

"Sekolah yang menarik," gumamnya.

👑👑👑

Kamar itu tidak berubah. Sejak awal. Masih dengan lemari pakaian berpintu dua berwarna hitam, tempat tidur one size, berselimut seprai biru yang tertata rapi beserta satu paket guling dan bantal. Rak tiga tingkat di dekat jendela sudah kehilangan beberapa bukunya yang sengaja ikut diungsikan. Meja belajar yang sudah tidak ada lagi peralatan apapun selaras disandingkan dengan bangku yang didorong masuk ke bawah meja.

Jendela yang terbuka lebar membiarkan terik matahari di jam delapan pagi menyelimuti kamar. Angin ikut bertamu masuk ke dalam kamar membawa aroma segar, tercium juga aroma racikan masakan di mana dapur jaraknya tidak terlalu jauh dari jendela.

Anak laki-laki yang mengenakan kemeja putih dan celana abu sedengkul sedang sibuk memasukkan baju, serta barang-barang berharganya ke dalam koper yang terbuka lebar di atas kasur. Sampai tidak sadar jika wanita berusia 40 tahun berdiri di balik pintu yang terbuka, menatapnya sendu. Sudah merasa kehilangan yang padahal belum terjadi.

Perlahan wanita itu memasuki kamar. Mendekati anak laki-laki yang tak kunjung menyadari kehadirannya. Ketika dia duduk di ujung tempat tidur, baru lah si anak laki-laki menoleh.

"Sudah dibereskan semuanya?" tanya wanita itu.

Si anak laki-laki mengangguk. Setelah semuanya selesai ia rapikan, ditutuplah koper tersebut. Kemudian dia berdiri menghadap wanita berusia 40 tahun. Menunggu barang kali ada yang ingin disampaikan oleh wanita itu.

"Ibu pasti bakal rindu banget sama kamu." Wanita itu tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Berpisah dari anak yang sudah ia rawat sejak kecil. Sekalipun tidak kandung, kasih sayangnya tetap terikat erat seperti keluarga.

"Bu Ani, ada hp. Ibu bisa hubungin kapan pun. Kalau libur nanti saya main ke sini," ujar anak laki-laki itu tenang. Tidak terlihat sedih akan datangnya perpisahan serta jarak.

"Bener loh, ya? Ibu bisa hubungin kamu terus. Ibu juga mau kamu berkunjung ke sini kalau libur."

"Iya."

Wanita itu, Bu Ani, salah satu pengurus panti asuhan tersenyum lega. Dia memang akan berpisah dengan anak asuhnya ini. Namun setidaknya dia masih tetap bisa menghubunginya. Sebuah perpisahan seperti ini memang bukan sekali atau dua kali dialami Bu Ani. Banyak anak panti asuhannya yang akan pergi dari sini. Mungkin karena mendapat keluarga baru atau karena mengejar mimpi mereka. Apapun alasannya, yang meninggalkan tetap punya hak untuk kembali kapan pun.

The King : Battle of Imperium SchoolWhere stories live. Discover now