BAB 5 : ALIANSI (1)

1K 245 48
                                    

Beberapa jam sebelumnya.

Mahesa menghela napas. "Soal Ajun? Gimana caranya lo ngajak dia jadi sekutu?"

Jari telunjuk Hiro bergerak seperti menulis di atas meja. Sebuah kebiasaan ketika ia sedang memikirkan sesuatu. "Nanti malem kita samperin dia."

"Ke rumahnya?"

Hiro menggeleng. "Tempat mainnya."

Mahesa menatap curiga Hiro. "Oke," katanya ragu.

Hiro memiliki sebuah rencana, jadi tidak mungkin juga ia menulis nama-nama murid yang ingin dijadikan sekutu tanpa tahu latar belakang mereka atau kelemahan mereka. Mahesa tidak tahu tentang itu, sebab Hiro bergerak dalam hening. Alasan itu pula mengapa saat ini ia dan Mahesa ada di perpustakaan, padahal biasanya jika ingin belajar bareng atau mengobrol, ruang laboratorium Gedung C selalu menjadi tempat paling nyaman.

"Tumben lo ngajak belajar di sini?" Mahesa selalu peka akan hal-hal kecil, termasuk perubahan Hiro. Oleh karenanya sangat sulit menyimpan rahasia dari Mahesa.

"Pengen aja." Hiro menatap lekat wajah Mahesa yang sedang mengamatinya. 

Sorot mata Mahesa mencari kejanggalan atau bahkan titik kesalahan yang bisa dicurigai. "Jadi sekarang lo udah mulai ambis nih?" sarkas Mahesa, kepalanya tertunduk membaca soal ujian di atas meja.

Hiro diam memperhatikan gerak-gerik Mahesa. Jika ada orang yang sangat mengenal Hiro, maka orang itu adalah Mahesa. Tidak salah dengan sarkas dari Mahesa, karena memang biasanya Hiro paling malas dengan yang namanya kompetisi atau menjadi yang paling menonjol. Hanya saja statement tersebut berlaku untuk masa lampau. Sekarang Hiro berbeda, ada tujuan yang ingin ia gapai sebelum waktunya habis. Demi tujuan tersebut Hiro akan melakukan apapun, sekalipun dirinya akan dinilai serakah dan egois.

Namun, apa benar Mahesa sangat mengenalnya? Atau Mahesa hanya mengenal sisi yang sengaja ia perlihatkan? 

Hiro jadi penasaran akan sesuatu. Semoga ketika waktunya tiba dan harus memperlihatkan dirinya yang sebenarnya, Mahesa tidak menatapnya dengan ekspresi ketakutan.

"Cuma mau nyoba rasanya jadi egois." Hiro mengalihkan tatapannya ke lain arah, ke tempat Arjuna duduk bersama kelompok belajarnya. Dan itu lah tujuan Hiro ada di perpustakaan.

Mahesa mendengus dengan senyuman terkejut, menganggap perkataan Hiro hanya bualan semata. "Gue juga penasaran sama lo yang kalau lagi serius," nada suaranya terdengar mengejek. Sebab selama ini Hiro yang dikenal Mahesa adalah orang yang tidak pernah serius dalam segala aspek atau kata lainnya bodo amatan.

Jari telunjuk Hiro mengetuk perlahan meja ketika melihat sosok Arjuna bangkit dari duduk dan melangkah meninggalkan kelompok belajarnya keluar dari perpustakaan. Ini saatnya ia menarik benang yang sudah ia letakan supaya semuanya saling menyambung.

"Gue mau ke toilet." Hiro berdiri dari duduknya, pandangannya fokus ke sosok Arjuna yang sudah menghilang dari perpustakaan.

"Perlu gue anter?" Mahesa mengejek Hiro dengan senyum jahil.

"Kalau gue nyasar, nanti gue telepon." Hiro masih ingin menanggapi omong kosong Mahesa dengan ekspresi datarnya. Jika orang lain yang belum mengenal Hiro mendengar perkataannya barusan, pasti mereka menganggapnya serius. Didetik berikutnya Hiro melangkah keluar dari perpustakaan meninggalkan Mahesa.

👑👑👑

Arjuna menyusuri koridor sayap barat, lalu berbelok semakin dalam. Tujuannya adalah halaman belakang sekolah. Jika ia tidak salah dengar, area ini bersih dari CCTV. Semilir angin sedikit menyapanya. Sebelum menyandarkan tubuh pada tembok di belakang, ia merogoh kantong celananya, mengeluarkan sebungkus rokok. Ditariknya satu batang, disumpal di antara bibir dan menyalakannya dengan pemantik.

The King : Battle of Imperium SchoolWhere stories live. Discover now