1.5. KARANTINA: BABAK TERAKHIR

34 9 76
                                    


Sudah dua pekan berjalan sebelum para calon pahlawan itu menjemput berkahnya sendiri-sendiri. Dalam waktu yang cukup singkat itu, para calon pahlawan dipaksa untuk mampu memahami konsep sihir dan pengetahuan akan bagaimana cara bangsa Tiamat bertarung dengan segala siasatnya.

Selama sisa waktunya, sebelum para pahlawan menjalani karantina untuk menguatkan fisiknya, Riksa berserta para pendamping lainnya menekankan kepada para calon pahlawan untuk mulai menentukan minat mereka dalam memperdalam suatu kategori sihir. Karena meskipun belum tentu mendapatkan kekuatan yang diinginkan, jika para calon pahlawan itu sudah bisa terfokus ke dalam satu kategori sihir, maka bukanlah suatu hal yang mustahil untuk mendapatkannya.

Renjana yang sedari awal sudah berkeyakinan untuk memperdalam sihir penyembuhan, Ganindra yang memilih sihir intelektual untuk meningkatkan pengetahuannya, Davd yang dengan isengnya memilih sihir pemanggilan untuk merealisasikan apa yang ada dipikirannya, hanya V. hanya laki-laki itu yang dengan santainya tidak melakukan apa pun untuk didalami.

Karena sejak awal, laki-laki itu memang tidak mengincar kekuatan yang akan diberikan oleh Marduk. Yang laki-laki itu inginkan adalah fasilitas untuk hidup nyaman tanpa harus merasakan ketakuan lagi. Jadi apa pun yang ia dapatkan nantinya, akan ia terima dengan hati yang lapang sebagai salah satu kelebihannya.

***

Hari-hari berjalan begitu saja tanpa pernah bisa Semesta hentikan langkahnya bahkan untuk sejenak dan beristirahat. Setelah selesai dengan pelatihan sejarah dan ilmu sihir, kini para calon pahlawan dilatih untuk memperkuat fisiknya dan diberikan pengertian tentang ilmu bela diri.

Meskipun dengan kekuatan sihir mampu meningkatkan kekuatan tubuh manusia secara signifikan, jika tidak didasari dengan fisik yang kuat, bisa saja tubuh itu hancur berkeping-keping karena tidak sanggup menahan luapan energi sihir yang masuk ke dalam tubuh para calon pahlawan nantinya.

Para calon pahlawan diberikan menu latihan di luar batas kemampuan. Mereka semua dipaksa untuk bisa melakukan lebih. Meskipun melelahkan, meskipun menyakitkan, meskipun setiap malam pegal-pegal dan tidak bisa tidur nyenyak, meskipun penuh dengan keluhan, para calon pahlawan menjalani hari-hari pelatihannya dengan penuh semangat.

Pun, satu bulan telah berlalu. Para calon pahlawan kembali dikumpulkan di dalam auditorium Marduk. Berserta para pendamping yang sudah berdiri dengan gagah di atas panggung pertunjukkan dengan Riksa sebagai pemimpin.

"Saudara-saudaraku, para calon pahlawan sekalian. Pada akhirnya, kita telah sampai pada waktu paling krusial yang akan kalian jalani. Terima kasih sudah mengikuti karantina dengan sebaik-baiknya. Kalian yang berdiri di sini adalah manusia-manusia hebat pejuang kedamaian Semesta yang sesungguhnya. Apa kalian siap untuk menjemput kekuatan yang sudah menanti kalian selama ini?" tanya Riksa dengan suara yang begitu keras.

"SIAP!" jawab para calon pahlawan.

"Apa kalian siap bertarung mati-matian dengan para Tiamat?"

"SIAP!"

"Apa kalian siap mengemban kekuatan yang nantinya akan menjadi milik kalian seutuhnya?"

"SIAP!"

Sambil menatap cahaya yang memancar dari lampu yang  ada di depannya, sepasang mata milik Riksa sedikit berkaca-kaca melihat bagimana kesungguhan dari para calon pahlawan demi membela Semestanya.

"Pesan dariku adalah, gunakanlah kekuatan ini dengan sebaik-baiknya. Tolonglah orang-orang yang membutuhkan. Berantas segala macam ketimpangan yang ada di Semesta kita ini. Dan yang paling penting, kalian tidak boleh sampai menyalahgunakan kekuatan kalian. Jika kalian terciduk oleh Marduk sedang menggunakan kekuatan kalian demi sesuatu yang merugikan sesama kita, maka Marduk tidak akan segan untuk mengambil kembali kekuatan yang kalian miliki. Apa kalian bisa berjanji?"

"SIAP! Kami berjani."

"Bagus. Dengan selesainya pembicaraan ini, para Pendamping kalian akan menunjukkan jalannya. Ikutilah mereka. Dan jemputlah kekuatan kalian!"

Setelah itu, auditorium bergema dengan sorak sorai dari para calon pahlawan. Semesta sudah terlalu lama terpuruku. Kini, sudah saatnya semesta bangkit melawan segala kekcauan.

Lawan Tiamat! Musnahkan mereka! Jangan biarkan makhluk penuh siasat itu datang lagi membawa kesengsaraan. Sudah saatnya Semesta bertindak. Sudah saatnya Semesta berkehendak! Jadilah kuat! Jadilah manusia dengan penuh kemenangan!

"V, apa kau siap?"

"Ya. Aku sudah siap dengan apa pun yang akan terjadi ke depannya."

"Bagaimana denganmu, Renjana?"

"Aku sedikit takut." Tubuh gadis itu sedikit gemetaran.

V kemudian tersenyum, dan menggenggam tangan Renjana. "Tenang saja. Semua pasti akan baik-baik saja."

"Ya, apa yang diakatan V memang benar. Kita pasti baik-baik saja," ucap Ganindra dan Davd seraya menyusul saling mengeratkan genggaman tangannya.

Di hadapan sebuah pintu besar, berdiri Riksa sambill tersenyum menatap para anak didiknya. Setelah dari auditorium, para calon pahlawan digiring menuju labotaroium yang letaknya jauh berada di dalam tanah.

"Di balik pintu ini, kekuatan sedang menanti kalian. Jemputlah mereka dengan tangan terbuka. Jangan takut. Sambutlah mereka di dalam diri kalian sebagai salah satu berkah yang diberikan Semesta melalui Marduk. Masuklah dengan cemerlang murid-muridku!"

Setelah itu, pintu terbuka menujukkan sebuah ruangan yang nyaris gelap berisi beberapa inkubator berisi semacam carian yang mereka yakini adalah sumber dari segala kekuatan yang akan mereka dapatkan. Setelah mengembuaskan napas panjang, V, Renjana, Ganindra, Davd, beserta rekan-rekan seperjuangannya memasuki ruang penelitian itu dengan penuh keyakinan. Lalu, pintu tertutup meninggalkan Riksa sendirian.

"Kembalilah dengan penuh kemenangan."

VOID: Old Town Bataviens DistrictWhere stories live. Discover now