1.6. LAHIRNYA PENGANTAR KEKACAUAN

33 6 66
                                    

Semesta berkabung. Ketika tanahnya tak bisa berhenti bergetar, cakrawala hanya bisa menangis merelakan ketakutannya. Gemuruh saling menyambar satu sama lain. Seolah-olah memperingatkan Semesta jika sesuatu yang seharusnya tak dibentuk akan segera terlahir.

Jauh di tanah tandus Tatar Pasundan yang tak terjamah, sekelompok manusia berstelan tuxedo hitam dengan topi koboi nampaknya sedang berbahagia atas apa yang sedang terjadi di atas Semesta. Bahkan, daratan yang tidak pernah dituruni hujan pun kini basah terendam air. Sedangkan seorang lelaki yang sedari tadi tengah mengadah menatap angkasa yang gelap sambil tersenyum, perlahan mulai tertawa.

"Aku merasakannya. Walau samar-samar, aku bisa merasakannya. Sihir yang sempat hilang dahulu, aku bisa merasakannya. Dia kembali. Dia benar-benar terlahir kembali," ucapnya seraya tertawa semakin keras.

Disusul dengan orang-orang bertuxedo lainnya yang mulai tertawa, mempecundangi Semesta yang sedang gemetar atas kelahiran sesuatu yang teramat mengerikan.

"Hidup Kaios ... Hidup Kaios ... Hidup Kaios ...."

Sekelompok manusia itu bersorak seolah-seolah hari kemenangan yang mereka bangga-banggakan sejak lama sudah semakin dekat kedatangannya. Semesta harus bebas. Semesta tidak boleh diperbudak oleh siapa pun.

"Tuan, rencananya sebentar lagi sudah bisa dimulai," ucap seorang lelaki dengan jubah hitam serta tudung yang menutupi seluruh tubuh dan kepalanya.

"Marduk. Bagaimana dengan proses penanaman kekuatan super yang sedang Marduk lakukan?" tanya seseorang yang baru saja dipanggil 'Tuan' itu.

"Ya. Semuanya berjalan dengan lancar. Tinggal menunggu sampai prosesnya benar-benar selesai, maka semesta akan memiliki penyihir seperti bangsa Tiamat."

"Lakukan seperti apa yang kita rencanakan."

"Baik, Tuan. Sesuai dengan perintah."

Sementara laki-laki berjubah hitam itu perlahan mulai memudarkan dirinya, seseorang dengan sebutan Tuan yang diyakini sebagai pemimpin dari sebuah perkumpulan bernama Kaios itu kini mulai menggemakan suara kepada pengikut-pengikutnya agar memenuhi segala perintah yang dibuatnya.

"Dengar wahai kalian orang-orang baik! Kalian yang berdiri di sini adalah orang-orang yang paham sekali betapa berbahayanya Marduk. Mereka merenggut kebebasan kita sebagai manusia. Mereka melakukan hal yang begitu keji dengan menjadikan saudara kita sebagai kelinci percobaannya. Kita di sini berdiri untuk membebaskan saudara-saudara kita. Kita di sini berdiri untuk menuntut hak dan keadilan mereka. Ikutilah jalanku, wahai orang-orang baik. Tegakanlah keadilan. Raihlah kesejahteraan!"

***

Laki-laki itu sama sekali tidak mengedipkan sepasang matanya sejak beberapa menit yang lalu. Dilihatnya melalui jendela Lab, hujan sama sekali tidak berhenti. Padahal sudah hampir sepekan. Entahlah. Ia hanya merasa jika Semesta sedang berusaha memberitahukan sesuatu.

"Riksa! Oi, Riksa!"

Barulah setelah seseorang memanggil dan menepuk-nepuk pundaknya dari belakang, laki-laki itu tersadari.

"Kau melamun lama sekali. Apa yang kau pikirkan?" tanya Dirga. Salah satu pendamping para calon pahlawan di kelompok Quetzalcoatl.

"Hah? Tidak. Tidak ada." Riksa menggeleng, "Aku hanya penasaran kenapa sudah sepekan sama sekali tidak ada matahari."

"Entahlah. Mungkin memang sudah saatnya musim penghujan?" jawab Dirga sambil mengedikkan bahunya tak acuh, "yang lebih penting saat ini adalah sudah waktunya pengecekkan, Riksa. Tapi kau malah melamun."

"Ya maaf," ujar laki-laki itu sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "kalau begitu, mari bergegas."

Riksa dan Dirga bersamaan melangkah menuju ke ruang penelitian yang berada jauh di bawah tanah auditorium Marduk. Awalnya, Riksa bersama Dirga hendak menggunakan elevator khusus untuk turun menuju ruang penelitian. Akan tetapi, tiba-tiba sebuah sirine darurat berbunyi menandakan adanya suatu bahaya yang berhasil menyusup ke dalam Marduk di susul dengan beberapa ledakkan dasyat setelahnya membuat seluruh bangunan serta Auditorium Marduk bergetar hebat menyebabkan kepanikan hebat sehingga orang-orang yang sedang bekerja di sana berlarian tak terkendali menuju lapangan untuk menyelamatkan diri.

VOID: Old Town Bataviens DistrictTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon