1.8. BERCENGKRAMA

17 5 46
                                    

Bahkan cakrawala saja belum sempurna bertengger di kaki langit. Akan tetapi, di dalam sebuah ruangan yang tidak terlalu besar itu telah terdengar gemericik suara dari ketakutan-ketakutan atas berdirinya sebuah kehidupan di batas garis antara bertahan atau sudahan. Padahal pagi itu, V masih ingin tertidur karena masih merasa lemas setelah sadarkan diri kemarin malam. Hanya saja, para berandalan itu tidak bisa berhenti mengoceh bahkan untuk satu detik saja.

Setelah mendengar kabar dari Riksa bahwa V sudah sadarkan diri, Renjana, Ganindra, dan Davd dengan cepat menyambangi ruang perawatan di mana V berbaring. Keempat orang itu saling bersahut-sahutan melemparkan pertanyaan kepada V tentang apa pun itu yang menyangkut tragedi penculikan para calon pahlawan.

V mengembuskan napas panjang. Laki-laki itu tidak menjawab satu pun pertanyaan dari mereka. Ia hanya memasang wajah malas sambil menatapi raut kekhawatiran yang terpancar jelas dari pancara mata Renjana, Ganindra, dan Davd.

"V! Kau baik-baik saja, kan? Tidak ada satu pun yang hilang darimu, kan? Kau tidur lama sekali, V. Aku benar-benar khawatir kau tidak bangun lagi," cecar Renjana.

"Sial. Aku tahu kau oragnya nekat. Tapi, aku tidak pernah membayangkan kau akan menempatkan dirimu sendiri ke dalam situasi yang berbahaya, V. Hanya demi kami. Aku rasa, kami berhutang nyawa kepadamu, V," ucap Ganindra.

"V!" ujar Davd dengan mata bulatnya yang hampir berkaca-kaca, "aku tidak tahu apa yang akan terjadi dengan hidupku jika itu tanpamu. Kurasa aku tidak akan bisa lagi menikmati dosa-dosa yang bisa diwartakan oleh semesta jika itu tanpamu. Darimu, aku banyak sekali belajar jika semesta begitu gemerlap tanpa pernah aku ketahui. Dan kau dengan perlahan menunjukkan semua kenikmatan itu kepadaku. Aku benar-benar takut kehilanganmu, V!"

Laki-laki itu tidak bereaksi sama sekali. Ia hanya menundukkan kepalanya. Ya. Setidaknya itulah yang bisa dilihat oleh Renjana, Ganindra, dan Davd. Padahal, dirinya hanya sedang berusaha menyembunyikan perasaannya. Ia begitu bersyukur karena teman-temannya yang berisik ternyata baik-baik saja. Sehingga terjadi keheningan untuk beberapa saat.

"V, kau baik-baik saja?" tanya Renjana sedikit cemas.

"Jika kami terlalu berisik, kami akan segera pergi. Kau pasti masih perlu beristirahat," timpal Ganindra. Sementara Davd hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

"Tidak. Aku baik-baik saja," jawab V masih dengan kepalanya yang tertunduk, "biarkan aku seperti ini untuk beberapa waktu. Wajahku benar-benar sedang kacau."

Renaja, Ganindra, dan Davd saling melirik satu sama lain. Kini, keempat orang itu sedang memikirkan sesatu yang sama jika V sedang menyembunyikan sesuatu yang tidak ingin ia perlihatkan kepada orang lain. Seakan sudah sepaham satu sama lain, Renjana, Ganindra, dan Davd saling menganggukkan kepalanya. Sesuatu yang menyenangkan akan terjadi dalam beberapa saat ke depan.

Tanpa aba-aba, Ganindra dan Davd bergerak untuk memegangi tangan dan kaki V yang sedang terduduk di atas kasurnya. Tentu saja laki-laki itu terkejut dan memberontak berusaha membebaskan diri dari kekangan mereka. Hanya saja, tanpa pernah V sadari, jika tenaga Ganindra dan Davd ternyata lebih besar daripada miliknya.

Entahlah ini akibat dari kekuatan yang baru saja mereka dapatkan atau memang sejak awal mereka sudah sekuat itu. Walau pun badan Davd sedikit lebih kecil darinya. Namun, kepala milik V tetap saja tertunduk.

"Kena kau, V!" ucap Ganindra sambil menahan tangan V dari belakang.

"Cepat, Renjana. Ternyata bajingan ini lumayan kuat juga," ujar Davd seraya keras memegangi sepasang kaki milik V.

"Woi sialan! Apa yang sedang kalian rencanakan? Lepaskan aku, Bajingan!" teriak V.

"Cepat, Renjana! Si Bajingan ini tenaganya semakin besar saja!" balas Ganindra.

"Aku tidak sabar melihat wajah memalukan yang sedari dari dia sembunyikan. Aku tahu. Dia pasti senang mendengar kita baik-baik saja," celetuk Davd, "ini momen yang langka. Biasanya kita hanya diperlihatkan muka papan cucian saja. Kita harus memotretnya!"

Dari luar, sambil membawa semangkuk apel yang sudah di potong dan di kupas, Riksa mendengar sebuah keributan yang terjadi di dalam ruang perawatan V. Laki-laki itu hanya menggelengkan kepalanya.

Pagi-pagi begini, bocah-bocah nakal itu sudah berisik saja. Pikirnya. Setelah sampai di depan pintu ruang perawatan V, Riksa lekas menggesernya untuk masuk dan menyimpan semangkuk apel itu untuk di simpan di atas nakas.

Namun, entah apa yang terjadi, ketika ia membuka pintu dan V mentapnya dengan saksama, Riksa tiba-tiba saja merasa seluruh tubuhnya mengalami sebuah perpindahan yang begitu cepat sehingga ia tidak bisa melihat apa pun yang terjadi.

Ketika ia membuka matanya, tahu-tahu ia sudah terduduk di atas kasur dengan tangan dan kaki yang dikekang oleh Ganindra dan Davd, sementara wajahnya berada di pangkuan tangan Renjana.

Riksa, Ganindra, Davd, dan Renjana sekali lagi saling bertukar pandangan bertanya-tanya dengan keganjilan yang baru saja mereka alami. Sementara V hanya membuang napasnya panjang sambil merapikan pakaiannya yang sedikit kusut.

"Apa aku baru saja bertukar tempat?" tanya Riksa dengan wajahnya yang masih kebingungan.

Namun, tidak ada satu pun suara yang dapat menjawab pertanyaan dari Riksa. Kemudian, Riksa, Ganindra, Davd, dan Renjana tanpa suara molehkan kepalanya dan menatap V yang sedang berdiri. Kini kepalanya sudah tidak tertunduk dengan senyum tengil menyebalkan pemicu kerusuhan seperti biasanya.

"Dih," V berdecak, "Kau pikir kalian bisa semudah itu menangkapku? Tadi aku hanya pura-pura kesusahan saja."

VOID: Old Town Bataviens DistrictTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang