XXIV - Melihatmu

4.8K 860 303
                                    

Waktu tidak bekerja untuk menyembuhkan. Ia hanya membuatmu terbiasa merasa kesakitan.

👑

— 2 tahun kemudian —

"Selamat pagi, mbak Lia. Hari ini cantik banget keliatannya. Ih, warna lisptiknya baru, ya?"

Ners Lia yang berperawakan tinggi itu memamerkan senyum tegasnya. "Gimana, cocok nggak?"

"Pantes keliatan cerah banget hari ini," puji Elata sungguh-sungguh. "Ini, aku bawain roti buat ganjel sarapan."

Perawat yang dulu pernah memberikan tisu untuk menyeka darah di bibirnya itu kini sudah menjabat menjadi perawat tetap. "Udah dibilangin nggak usah bawa-bawa makanan,"

"Cuma roti lima ribu dapat dua, kok. Tapi rasanya enak banget."

Ners Lia yang meski memadukan penampilan tegas dan bijaksana itu, tetap menerima hadiahnya. "Makasih, ya. Besok gue yang bawain bubur ayam depan rumah buat lo. Pagi banget datangnya, nggak kerja?"

"Sengaja lebih pagi biar bisa lama," Elata mencabut setangkai bunga dari buket di tangannya. "Ini juga buat mbak Lia. Semoga harinya menyenangkan, ya."

Lia sudah terbiasa melihat Elata berkeliaran di rumah sakit. Saking biasanya, hampir seluruh perawat hingga petugas kebersihan di sayap bangsal ini mengenal Elata. Senyumnya yang ceria, seolah mampu menyalurkan kebahagiaan kesemua orang yang disapanya.

Lia pernah melihat Elata membantu ners membawakan seprei dan selimut bersih saat mereka kekurangan tenaga. Elata pernah membantu petugas kebersihan menyikat toilet akibat pasien yang muntah di sana. Elata bahkan pernah menemani satpam di luar berjaga malam dengan mengajaknya menonton drama korea bersama.

Lia mengambil setangkai bunga lavender itu, dan menatap punggung Elata yang mengecil di lorong dengan senyuman prihatin diselimuti kesedihan.

👑

"Mama siap?" Setelah mengganti bunga di vas dengan yang baru, Elata menarik kursi hingga rapat ke sisi ranjang. Mengambil tangan Marina dan membukanya menghadap ke atas. "Kita mulai, ya."

"Ya Allah. Maaf kalo sampai hari ini aku masih sering menyalahkan-Mu. Kalo lagi capek dan mumet aja, ya Allah. Tapi emang nggak boleh ditawar dalam keadaan apapun. Pokoknya maaf ya Allah masih suka ngeluh, suka kurang bersyukur."

"Lalu, terima kasih karena sampai hari ini aku masih diberi kesehatan, nggak pernah sakit padahal sering kena hujan. Makasih buat rezekinya dan kesempatan untuk terus bareng sama Mama. Terima kasih karena hujan tadi malem udah reda, terima kasih karena bunga lavender ungu kesukaan Mama masih ada stok di toko. Terima kasih buat roti enak beli lima ribu dapat dua."

Permintaan maaf. Terima kasih. Dan Permohonan.

Begitulah urutan doa yang pernah diajarkan Papa pada Elata. Dua yang pertama selalu mudah diucapkan. Tidak perlu berpikir dan selalu ada banyak hal yang bisa disampaikan. Pada tiba ke sesi permohonan, Elata tidak pernah mengubah isinya hingga sekarang. Isinya masih tetap sama.

"Ya Allah, biarin Mama bangun, ya," Elata mencium tangan Marina. "Biarin Mama sehat lagi."

Sebenarnya hanya itu yang Elata inginkan. Tidak pernah lebih atau kurang. Sisanya hanya berisi permohonan lain seperti, "Semoga tahun ini Elata bisa kuliah lagi. Semoga shift malam aku nggak tiap hari. Semoga hari ini nggak hujan. Aamiin..."

Setelah berdoa bersama Mama, Elata selalu merasa semangatnya kembali terisi penuh. Ia menjadi yakin bisa melewati hari itu. Dan sampai dengan detik ini, hanya Mama yang membuatnya mampu bertahan.

The Runaway Princess (TAMAT)Where stories live. Discover now