XXXVIII - Hobi Baru

6.5K 1.1K 1K
                                    

Sekeras apapun aku mengelaknya, kamu masih memberi nyaman.

👑

Meski jarak membuat penglihatannya menjadi terbatas, Elata tidak mungkin salah mengenali. Itu memang benar Om Lukman. Rambutnya yang gondrong di atas bahu, setengah wajahnya yang tertutup jambang, jaketnya yang sudah memudar warna hitamnya, adalah ciri khas yang sulit untuk dilupakan.

Elata belum bergerak, hanya kedua matanya yang membola. Tangan kirinya mencengkram dudukan besi halte. Lalu lintas di sana cenderung sepi, dan mudah saja jika laki-laki itu ingin mendatanginya.

Dan benar saja, Om Lukman mulai menyebrang. Sebuah bus dari jalur sana lewat, membuat laki-laki itu harus berhenti dulu di tepi.

Elata bisa berlari. Tapi Om Lukman pasti juga bisa dan mungkin lebih cepat darinya. Ia tidak membawa ponsel karena dimasukkan ke dalam tas yang di bawa Noah.

Noah.

Elata merapal nama cowok itu dalam hati. Kemarahan yang terpancar di wajah Om Lukman seakan mematikan fungsi kakinya. Ia tidak tahu apa lagi apa yang sekarang bisa dilakukan Om Lukman selain memukulnya.

Om Lukman sudah sampai di trotoar pembatas jalan. Seketika tubuhnya gemetar, menahan takut dan tangis karena seringaian laki-laki itu semakin jelas terlihat begitu pula sebuah pisau berkilat yang menyembul di lengan jaket laki-laki itu.

Tangan Elata yang diperban merenyut. Mungkin ia hanya harus bertahan sedikit lagi. Menerima kemarahan laki-laki itu dan menjanjikannya uang lebih banyak lagi. Entah dari mana ia mendapatkannya nanti.

Om Lukman turun dari trotoar tengah, menginjak aspal dan sosok itu tiba-tiba menghilang. Terhalang oleh mobil Noah yang berrhenti tepat di hadapan Elata. Kaca mobil penumpang turun, dan cowok itu menatapnya.

Noah membuka seatbelt. Sudah hendak turun, mungkin ingin membukakannya pintu. Namun Elata lebih dulu berlari menuju mobil, membuka pintunya dengan buru-buru dan melompat masuk ke kursi penumpang.

"Kamu..." suaranya bergetar, terdengar merintih seperti terjepit. "Kamu laper, kan. Mau cari makan di mana?" Dari sini, Elata bisa melihat sosok Om Lukman dari belakang kepala Noah. "Boleh jalan dulu, Noah."

Noah kemudian memasang kembali seatbelt dan melajukan mobil dengan mudah karena mesin yang memang masih menyala.

Semakin jauh jaraknya melaju, semakin panjang napas yang ditariknya. Elata menekan punggungnya ke kursi. Mengikisi kutikulanya, merapatkan kaki, mencari ketenangan secepat mungkin. Kepalanya lurus melihat ke depan. Hanya matanya yang bergerak liat melihat ke luar jendela, takut jika tiba-tiba sosok menakutkan itu kembali muncul.

Tubuhnya tersentak, dan menoleh cepat. Noah masih fokus pada jalanan di depan, hanya saja satu tangan cowok itu memegangi lututnya.

Tepat ketika mobil berhenti di lampu merah, cowok itu baru menoleh padanya. Memberikan remasan lembut di lututnya. "Kenapa, Elata?"

Pertanyaan itu membuat Elata ingin menangis. Rasanya ia ingin melompati panel di tengah mobil ini dan duduk di pangkuan Noah, memeluk seerat yang ia butuhkan. Untuk membunuh rasa takutnya.

Tapi semua itu terlalu banyak untuk diminta. Elata tidak ingin terlihat lemah dan menyusahkan. Ia bukan lagi cewek manja dan cengeng.

The Runaway Princess (TAMAT)Where stories live. Discover now