XXIX - Tutup Mulut

6.2K 1.1K 1.1K
                                    


Mungkin sebaiknya tetap begitu saja. Tersembunyi dari orang lain, karena saat ini kita tidak lagi berada di jalan yang sama.

👑

"Sebenernya lo ada hubungan apa sama Noah?"

Tentu saja Elata terperanjat ketika pertanyaan itu ditodongkan langsung padanya ketika ia baru saja tiba di Vodess. "Maksudnya, Bu?"

"Nggak usah sok polos," wanita itu bersidekap dengan dagu terangkat. "Jawab aja pertanyaan gue."

"Noah yang ibu maksud itu..."

"Noah anaknya Pak William! Siapa lagi emangnya? Apa hubungan lo sama Noah. Bego atau gimana pertanyaan gitu aja nggak ngerti?"

"Nggak ada hubungan apa-apa, Bu."

"Boong lo. Jawab aja yang jujur!"

Elata tidak mengerti, apa yang Bu Riska harap dari jawabannya. Wanita itu maju lebih dekat, menatapnya dengan mata menyipit, memberikan ultimatum. "Gue bakal selalu ngawasin lo. Masih inget, kan omongan gue. Cuma perlu sekali lagi buat salah, gue bakal langsung pecat lo."

Tidak ingin memperpanjang masalahnya, Elata mengangguk patuh.

Bu Riska menggeser paper bag yang sudah ada di lantai sejak tadi dengan kakinya ke arah Elata. "Tuh, seragam baru lo."

Elata mengambil paper bag itu dan segera berlari masuk ke ruang ganti sebelum Bu Riska kembali mengeluarkan taringnya. Ia tidak pernah tahu apa yang pernah dilakukannya sehingga membuat wanita itu begitu tidak menyukainya.

Seragam baru? Begitu membuka isinya, Elata justru mengerutkan kening. Ia lalu mengambil seragam lamanya, mengangkat keduanya bersisian secara bersamaan.

Tidak ada yang berbeda. Kemeja putih lengan pendek dengan pita dan rok biru malam. Keduanya sama persis. Namun setelah Elata mengenakan seragam itu, barulah ia mengerti di mana perbedaannya. Seragam baru ini berukuran lebih longgar. Roknya pun lebih panjang sampai lututnya.

Mungkin karena bagian dadanya tidak lagi sempit, Elata bisa bernapas dengan mudah dan tersenyum lebar ke arah cermin. Akhirnya, Bu Riska memperbolehkannya memakai seragam longgar.

Elata bertemu Adit di meja bartender. Cowok itu menatapnya terlalu lama sebelum menyapa.

"Ada yang beda kayaknya," Adit berpura-pura meneliti.

Elata mengangkat bahu. "Dikasih seragam baru sama Bu Riska."

"Bukan," Adit menunjuk ke arah wajah Elata. "Muka lo ada senyumnya."

"Kayak gue nggak pernah senyum aja."

"Yang liat orang lain, Ta."

"Hei, meja lima," kata Bartender pada Adit. Lalu berpindah pada Elata. "Lantai dua ruang satu."

Lantai dua lagi?

"Mau tukeran?" tawar Adit yang membaca keengganannya.

Suara Bu Riska terngiang, lalu Elata menggeleng. "Nggak usah, Dit."

"Nanti pulang bareng, yuk. Janji nggak mampir-mampir karena gue tau lo pasti capek. Tapi kalo mau mampir juga nggak papa gue temenin. Seenaknya lo, aja gue ikut."

Elata baru membuka mulut ketika Adit menambahkan. "Tapi kalo nggak mau juga nggak masalah."

Elata tersenyum. Mungkin kali ini saja. "Oke."

Raut wajah Adit seketika berubah cerah. Cowok itu jelas sangat senang. Elata dan Adit berpisah karena harus mengantar pesanan tamu masing-masing. Elata membawa nampan miliknya dan menuju lantai dua. Setidaknya, seragam barunya ini membuat mood Elata membaik. Ia jauh merasa lebih tenang.

The Runaway Princess (TAMAT)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon