Prolog

1.1K 134 13
                                    

"Ini misi yang sulit, Laksamana (Nama)." Ujar Kokoci. "Nebula itu tidak terkalahkan. Setidaknya, dengarkan dulu."

Kepalaku panas mendidih. Aku muak berkali-kali di peringatkan. Aku Laksamana. Aku tidak perlu nasehat, tips and trick dan pembekalan moril macam apapun. Hanya kiamat yang bisa menghentikan aku membunuh Nebula dan mencincangnya jadi bubur asap gas dan plasma.

Aku memijit kening. Kepalaku rasanya pening. Aku tidak terbiasa diwejangi, apalagi oleh si cebol ini.

Padahal Kokoci hanya perlu membacakan apa misiku, mempersiapkan tangki bensin di pesawat luar angkasaku, dan tutup mulut soal detail perjalanannya. Aku terbukti kredibel dan terakreditasi. Aku satu-satunya agen yang selalu pulang membawa oleh-oleh kemenangan.

"Kamu yang dengarkan, Komander." Aku berhenti. Aku mengacak rambutku. Aku sungguh jengah dibuatnya. Aku mengerang karena merasa terganggu. "Aku akan pulang dengan kemenangan."

Kokoci menghembuskan napas berat. Ia menurunkan tangannya yang tadinya menyungsung tablet pipih berisi informasi-informasi Nebula. Aku tidak butuh logistik. Aku hanya perlu menghajarnya. Justru aku lebih bingung bagaimana caranya aku menselebrasikan kemenanganku; pulang ke bumi dan memperpanjang kartu langgananku di Le Narcisse Blanc? Menemui seorang pemasar Ekmez di Novotel Ambassador Seoul Dongdaemun? Hanya dugem di Pantai Indah Kapuk dan mencari koko-koko baru untuk dipacari? Opsi terakhir kedengaran menyenangkan. Sudah lama aku tidak berkencan dan mesra-mesraan dengan laki-laki. Biar aku ingat, kapan terakhir kali aku pacaran? Oh. Lima jam lalu. Lima jam lalu, aku ada di Indonesia. Aku diundang ke acara Acara Grand Launching Pinewood, The Grand Kenjeran di Jakarta. Aku bertemu temanku, aku mengenalnya dari pameran otomotif GIIAS. Temanku memperkenalkan aku pada sepupu jauhnya di Kalimantan. Sepupunya baru saja lulus kuliah di bidang oseanografi. Tampangnya juga lumayan. Kami memutuskan untuk menjalin asmara. Tapi lima jam lalu, kuputuskan cowok bebal itu. Aku merasa kurang cocok.

"Baiklah. Semoga kamu ... menang." Kokoci menipiskan bibir.

Aku memutar mata malas dan melanjutkan langkah kakiku yang tertunda.

Gila. Kokoci jelas gila. Kokoci memintaku melaksanakan misi bersama Kaizo, Sai, dan Shielda. Pertanyaannya; buat apa? Mengapa? Apa pentingnya?

Aku tidak butuh orang lain, tim, dan bantuan macam apapun. Satu-satunya yang kuperlukan ialah pujian-pujian dari mereka kala nantinya aku sudah membasmi Nebula sampai ke sarang-sarangnya.

"Laksamana (Nama)." LoopBot menyetop perjalananku.

Apalagi, sih?!

Aku mendecak, dan mengangkat dagu, secara tak langsung bertanya kenapa ia menghambat jalanku. Aku tidak punya banyak waktu. Aku tidak sabar ingin mempecundangi Nebula dan mempermalukannya mati-matian, lalu aku akan pulang untuk melanjutkan kelas analisa numerik dan proses manufaktur. Kebetulan dosenku mengadakan meeting di ruang CBT—yang artinya, aku akan berada di gedung kuliah bersama. Aku bisa ketemu gebetanku di sana. Senangnya! Setelah itu, aku berencana pergi ke PIK, seperti di proyeksi otakku barusan; mencari pemuda berbaju kaos oblong anaknya pejabat, berkenalan, lalu boom! Aku dapat gandengan baru.

"Bisakah aku ikut dalam misimu?" Tanyanya.

"Jawabanku? Kamu sudah tahu." Aku terkekeh. "TIDAK!"

Aku melewati LoopBot sambil bergumam-gumam tidak jelas, aku menggerutu. Mengapa orang-orang senang sekali mengganggu? Setidaknya mereka perlu mengetahui, aku ini tidak boleh diajak bicara sembarangan! Mengapa? Pertama, karena aku tidak punya banyak waktu, aku terlalu malas menjalin kontak dengan orang yang tidak menawarkan profit mutualisme, aku hanya punya waktu untuk pria tampan di diskotik Pantai Indah Kapuk, dan ... aku terlalu kaya-raya untuk diajak berteman.

"B-bagaimana jika aku menawarkan diri untuk merekam kamu dari kejauhan?" LoopBot tidak kehilangan akal, ia membujukku lagi.

Aku membalikkan badan, "Oh astaga, Sayang. Tentu saja! Kamu bisa merekam adegan kerenku saat aku menonjok Nebula."

Aku menjentikkan jari. Lalu aku menyerahkan ponselku.

"Hati-hati. Itu edisi promax. Kalau merekam, pakai fitur cinematic ini, ya?" Aku menunjukkan caranya menjadi kameramen yang baik. Kalau aksi heroikku tersebar kemana-mana melalui berbagai platform internet, aku akan semakin dikenal, dan ketersohoranku bakal melonjak naik. Karirku makin cemerlang, dan hidupku purna menggembirakan.

"Nanti tolong ambilkan lima sampai enam jepretan kalau poseku sedang bagus. Kombinasi saja. Kamera biasa, dan ..." Aku menyentuh layar ponselku. "Mode nol koma lima, ultra wide ini. Oke, LoopBot?"

Dan setelahnya, aku amat menderita. Itu awal dari kesengsaraanku dikalahkan berkali-kali, dan mengulang-ulang pertarunganku.

-

Cerita ini merupakan alur alternatif dari book 'Superhero'.

Boboiboy x Reader | Alternate Route of SupeheroWhere stories live. Discover now