- 06

402 74 30
                                    

"Tolong jangan marah. Nebula itu ganas." Arumugam berceramah.

Aku menyentuh punggungnya dengan satu jari telunjuk.

"Aku ada di belakangmu." Kataku.

Arumugam membalikkan badan. Bibirnya menipis.

"Kamu namai apa form ini?" Tanyaku kemudian. "Tanganmu terbuat dari metamorf padat dan bongkahan es yang warnanya sebiru gletser. Kamu mengeluarkan dan mengendalikan golem es. Kamu menjadikan Nebula terpental menembus lapisan-lapisan H-Beam dan membiarkannya berenang-renang di luar angkasa. Itu sangat menghambatnya."

"Glacier." Ia mengungkapkan.

Sungguh pemilihan nama yang unik. Aku lantas buka mulut, "baik, Gibran. Aku mau tanya. Jadi, kamu kehilangan pengelihatanmu karena Nebula. Mengapa?"

Pesawat ini melayang statis di sekitar Andromeda. Satu triliun bintang menyinari Andromeda. Sayangnya, satu triliun satu triliunnya tampak lebih redup dari biasanya dan hari ini, satu bintang terbesarnya sedang melensakan sebuah raksasa merah. Seperti peristiwa PA-99-N2. Pun, ada fenomena terbentuknya jembatan gas hidrogen netral yang menghubungkan antara Andromenda dan Bima Sakti. Keadaan andromeda kini sangat bagus untuk bahan potret astrofotografer.

"Dia berusaha menyerang ... Rimbara. Rumahku." Gibran mengaku.

"Rimbara?" Tampak terkejut bukan main, LoopBot langsung melompat dari bangku kokpit dan terbang ke dekat pangkuanku sebagai reaksinya.

"Kalau kamu tak tahu, Rimbara terletak di—"

Aku memotong ucapannya Gibran, "Tunggu sebentar. Kapan?"

"Tiga atau empat hari lalu." Glacier mengaku.

Aku meneggakkan punggungku dan berdiri tegap. Aku membawa LoopBot ke siku dan menyeretnya untuk membalikkan badan dan menyudut ke ruang kokpit, mengajaknya berdiskusi sebentar.

Jantungku berdebar terlalu kencang. Sesekali aku melirik Gibran yang tampak bingung ketika aku menimbulkan keributan tanpa merespon ajakan percakapannya lebih lanjut.

"Apa?" LoopBot bertanya-tanya. Aku menutup kedua bibir mulutnya.

"Jangan keras-keras!" Kataku, berbisik. "Apakah empat hari lalu, aku juga melawan Nebula?"

"Ya. Tentu saja. Tapi kamu tidak melanjutkan satu pun di antara ratusan loopnya." Ujar LoopBot. "Jadi kamu tidak melawan Nebula sama sekali. Kamu menyerah sebelum memulai."

LoopBot benar. Meskipun aku mengulang melawan Nebula sebanyak seratus tujuh kali, aku berakhir mengenaskan dan berhenti mencoba lagi di putaran ke seratus delapan. Aku lelah, muak, dan mau muntah karena berkali-kali dikalahkan dengan berbagai cara. Dan di putaran ke seratus delapan, aku belum berbuat apa-apa; aku hanya memaki-maki Nebula, memarahi Kaizo yang kebetulan sedang lewat di lorong, dan mengumumkan ketidaksanggupanku melawan Nebula sebelum akhirnya aku dikirim ke Gur'latan. Bagi orang-orang, aku tidak sama sekali menyuguhkan perlawanan, sebab aku tak memilih loop waktu manapun untuk dilanjutkan.

"Oh, astaga," LoopBot meletakkan tangan logamnya di dagu. Kurasa ia memikirkan apa yang aku pikirnya. "Laksamana. Nyatanya ..."

"Apa?"

"Seperti apapun kamu dikalahkan, pada kenyataannya, kamu telah menjadikan Nebula habis-habisan." LoopBot mengutarakan argumennya. "Aku tahu, Laksamana, kamu selalu kalah selama seratus tujuh kali putaran. Aku tahu. Tapi, sesungguhnya, meskipun kamu kalah, kamu mutlak menguras habis energi plasma Nebula. Kamu setengah dari kata berhasil. Di timeline ini, kamu tidak berhadap-hadapan dengan Nebula, kamu membiarkan Nebula berkeliaran dan mencumbu galaksi-galaksi di sekitar Bima Sakti, termasuk Andromeda, Sculptor, Magellan Besar dan Kecil. Lihat di sekelilingmu. Bintang-bintangnya redup. Luminositasnya rendah. Di kutub galaksi Selatan terjadi starburst sebagai reaksi astronomi dari invasi Nebula ke penjuru galaksi. Nebula jadi banyak tingkah."

Boboiboy x Reader | Alternate Route of SupeheroUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum