- 18

260 64 35
                                    

Tidak ada ilmu fisika yang mempelajari bagaimana azoth, zat kehidupan, dapat benar-benar mempengaruhi struktur biota alam.

Tapi setelah meninjau planet yang azothnya telah diserap Nebula, si awan antarbintang brengsek itu—seperti ketika Retak'ka mengabsorpsi azoth planet Gur'latan, aku jadi dapat gambaran langsungnya.

Rimbara kehilangan sejumlah mata airnya. Kandungan klorofil pada segelintir tanaman pakisnya juga menurun, sehingga daun-daunnya tampak lebih rapuh, dan cepat menguning, lalu berguguran di tanah. Unsur hara di planet ini tak terlihat begitu bagus.

Aku bahkan merenungi kumbang yang terbang ke hilir sungai dengan kawanannya. Kumbang invertebrata tinggal di terowongan tanah, atau di pohon yang tumbang karena pembekuan ice spike. Mereka tidak nomaden. Tapi kumbang-kumbang Rimbara itu nampak bermigrasi, dan mencari rumah baru, barangkali di sarang semut.

Aku tertegun.

"Laksamana?" Boboiboy datang dengan putrinya, Alodia. Ayam itu lama-lama bersikap seperti kucing rumahan. Ia patuh, dan tidak berak sembarangan.

"Sudah selesai ziarahnya?" Aku menoleh.

Boboiboy mengangguk.

Apa dia selalu setenang ini? Kupikir dia akan menjadi emosional ketika dia pergi ke makam teman-temannya. Superhero-superhero generasi pertama itu terkoordinasi dalam tim. Mereka akrab. Mereka sedekat Superman dan Wonderwoman. Aku bahkan memposisikan diriku sebagai Boboiboy; aku makhluk sentimen, aku wanita, kalau aku berada di situasi Boboiboy kini, aku akan menangis dan mengelus batu nisan teman-temanku.

"Dengar," Aku melirik pada kawanan kumbang yang bermukim di gundukan tanah bekas galian seekor tikus liar. "Rimbara rusak gara-gara Nebula."

Aku merasa aku berkewajiban mengabarkannya. Karena Tuan Guru Gaharum dan orang-orang di rumah Cendawa tidak sefrontal aku dalam menyampaikan pesan.

"Apa separah itu?" Tanya Boboiboy, khawatir.

"Tidak juga. Tapi kerusakannya bertambah buruk dari waktu ke waktu." Aku beranjak berdiri dan menepuk-nepukkan gaun putih panjangku yang bagian bawahnya sudah belepotan tanah. Gaun ini bagus, karena seseorang menjahitkannya dengan kelopak bunga edelweiss dan mutiara dari laut lepas Rimbara. "Kita pulang ke TAPOPS sekarang?"

"Bisakah kita berada di sini sebentar lagi?" Boboiboy menawar. "Aku rindu rumah."

Rimbara telah menjadi rumahnya selama lima tahun belakangan ini. Dia diasuh oleh alien-alien berkepala jamur dan hidup di peradaban primitif. Kupikir setelah aku mengajaknya pergi ke TAPOPS, dan dia merasakan sensasi menjadi Boboiboy, superhero pertama generasi kedua yang dianumertakan oleh orang-orang, dia akan senang dan memilih tinggal.

"Kamu tidak suka berada di TAPOPS?" Aku mulai menanya-nanyainya lagi. Aku penasaran, seperti apa perasaannya.

Boboiboy mengeluarkan kain putih yang diikatkannya dileher dari kerah kemejanya. Ia sesak karena busananya agak mencekik lehernya.

Kemudian, Boboiboy duduk di batuan yang setengah terkubur di tanah. Batu itu sebelah kirinya basah, karena terpapar cipratan air dari turbin. Dan sisi lainnya berlumut. Bagian bawahnya ditumbuhi jamur, serta bunga liar seperti di Petals in the Picos.

"Aku sedikit tidak percaya, ketika kamu bilang, aku Boboiboy." Begitu ujarnya. Aku bingung dibuatnya. Aku orang awam. Aku tidak bisa menghakiminya, tapi aku tetap heran; oh tuhan, separah apa lupa ingatan itu mengubahnya. "TAPOPS itu rasanya dingin."

Boboiboy x Reader | Alternate Route of SupeheroWhere stories live. Discover now