- 14

327 65 40
                                    

Mesin pembeku itu hampir rampung. Hanya perlu menyelesaikan komponen penukar panaa di tabung terakhir, digabung-gabungkan sebagai satu-kesatuan mesin yang padu, dan diujicobakan. Tapi karena emosiku kurang stabil, aku banyak menyebabkan kekacauan dalam pengerjaannya.

Permesinan itu seni. Menciptakan boneka Nutcracker di film Barbie itu, bahkan memerlukan keterampilan memahat kayu jati. Seperti halnya menyusun mesin pendingin. Aku manusia, bukan alien, pemahamanku terhadap fisika sungguh terbatas. Umatku belum mencapai teknologi kecepatan cahaya, masih sibuk-sibuknya berdebat soal transduality, dan terlalu banyak mempergunakan fisika sebagai wahana mencari duit.

Aku mengacaukan tabung terakhirnya. Tabung yang semestinya berfungsi sebagai penukar panas. Seharfiahnya, gas limbah dari tabung sebelumnya akan menjadi sangat kering, dan bila dipanaskan, akan terlepaskan sejumlah gas-gas lainnya. Tapi mesinnya malfungsi. Aku menerapkan pemahamanku pada perabot alien. Kurasa ada mispersepsi, tapi aku tidak tahu aku salah di belah mananya.

"Melamun. Sepanjang hari. Ya ampun." Mechabot berkomentar sambil mengunyah kue yang dirampoknya dari dapur Qually. Mechabot—kata Pak Amato—dulunya pembasmi robot-robot kriminal. Intinya sesuatu menyebabkan pesawat berisi para tawanan sipil jatuh di area tinggalnya Mechabot serta tuannya, dan—kata Pak Amato—Mechabot berjasa memenjarakan terpidana-terpidana yang kabur dari pesawatnya. Dia semacam polisi, begitulah, kata Pak Amato. Tapi, Mechabot tak tampak begitu. Mechabot cukup bermental kriminal dengan sesekali mencuri masakannya Qually dan memalsukan kehadirannya di rapat. Dia bisa merestas mesin dan memalsukan fingerprint, anyway.

"Aku galau." Kataku. Aku melipat tangan dan menenggelamkan kepalaku di dalamnya.

Dan aku punya prasangka buruk. Tapi aku berusaha tidak banyak memikirkannya sebelum rapat nanti.

"Diputusin Kaizo?" Tebak Mechabot.

Dan aku meliriknya dengan menengok ke samping, masih sambil menjadikan kedua tanganku sebagai bantal. Mechabot warnanya merah, dan mengkilap, karena aku rajin memolesnya dengan semir khusus besi. Itu produknya alien, semacam pomed, dan bekerja seperti wax. Di bumi juga ada, namanya 'sabun mobil' atau 'deterjen pembersih karat pada permukaan kendaraan'. Dia menyebalkan.

"Apa kamu tidak takut?" Aku memutuskan untuk tak bercanda.

"Oh. Soal dua Nebula itu, ya?" Mechabot menggaruk kepalanya. "Entahlah."

Aku beringsut duduk dengan benar. Aku mencomot selembar alumunium brazing dari rak perkakas, dan mengibas-ngibaskannya. Benda ini mirip kertas HVS. Tapi keras. Aku memerlukan alumunium brazing dalam distilasi kriogenik. Atau simpelnya, penukar panas, agar mesin buatanku bisa menghasilkan zat pendingin. Alumunium brazing itu sialan. Bentuknya keras, nggak fleksibel untuk dimasukkan ke tabung mesinnya. Aku jadi perlu memotong-motongnya supaya muat dikemas ke tabung.

"Meskipun aku menyelesaikan mesinnya, dan memproyeksikan meriam gamma, lalu mencegah kamu overheat dengan mesin pendingin ini, kurasa itu hanya akan membunuh satu Nebula." Aku bicara seperti manusia sekarat. Suaraku serak, dan dangkal. "Sedangkan aku baru saja mengonfirmasi, ada dua Nebula."

"Jalan-jalanlah sebentar." Mechabot menyilang tangan. Nadanya berubah. Dia kedengaran serius, makanya kalimatnya kuartikan sebagai perintah.

Mechabot lalu menatapku lekat-lekat, "pergi. Jangan di lab seharian."

Mata sayuku mengerjap.

"Ide bagus." Aku berdiri dan berjalan keluar dari lab dengan lamban. Mechabot yang tadi agak berbeda. Dia kelihatan mirip seperti Hang Kasa. Kemudian aku sadar, Hang Kasa dan Mechabot berusia jauh lebih tua dariku. Meskipun terkadang Mechabot menjadi urakan tukang makan, dia juga bisa berubah bijaksana. Menyuruhku jalan-jalan bukan sama sekali wejangan suportif.

Boboiboy x Reader | Alternate Route of SupeheroWhere stories live. Discover now