- 12

257 70 41
                                    

"Mumpung nganggur, aku mau tanya, kenapa kamu membantu aku sebanyak ini?" Aku bertanya.

LoopBot berhenti mengocok-ngocok tabung berisi udara terkompresi di dalamnya. Dia bilang, dia ingin mengetes apakah benda itu akan meledak kalau diguncangkan, atau tidak. Padahal tidak. Suhu mendekati ambien tidak rawan meledak.

LoopBot meletakan komponen mesin pendinginku ke meja, lalu ia berfokus mewajahiku, "tidak ada alasan."

Aku menyamankan diri duduk di sofa. Kakiku terangkat naik ke mejanya.

"Yang benar saja. Kamu tak diperintahkan untuk ikut melawan Nebula. Tapi kamu mengakali waktu sampai seratus tujuh kali." Kataku. Aku tak berniat mengintimidasinya. Aku cuma keheranan, LoopBot mendadak menjadi begitu peduli padaku.

LoopBot tidak mendengarkan. Ia sibuk dengan lamunannya. LoopBot mengetuk-ngetukkan tangan robotnya pada komponen pemutus udara pada tabung pendinginku. Dia berkomentar banyak soal itu. Dia bertanya mengapa aku perlu menambah-nambahkan tabung lain di atas corong pembekunya, dan sedikit bertanya mengenai Boboiboy. Aku menjawab apa adanya, aku menjelaskan tabungnya mengekstrak karbon dioksida dari selang udara, dan membuang zat sampahnya ke saringan molekuler. Sebab penukar panas hanya akan bekerja ketika tidak adanya polutan seperti karbon dioksida atau hidrokarbon. Begitulah pembekuan akan terjadi. Tapi segera setelah aku memaparkan, LoopBot malah bertanya 'Gimana kabar Boboiboy?' alih-alih menanggapi narasiku mengenai mekanisme mesinku. Apakah dia cuma berpura-pura ingin tahu saja?

Kecurigaanku berkembang semakin kuat ketika LoopBot tak memuaskanku atas pertanyaanku tadi.

"Kurasa di timeline mana pun, kamu tetap akan berakhir begini." LoopBot masih terjebak di lamunannya. Dia tidak menatapku, tapi dia berkomat-kamit sendiri.

"Berakhir seperti apa?" Aku menarik lengan besi LoopBot, dan memegang bola terbang itu seperti aku hendak menyepaknya bak kuda-kuda seorang atlit futsal.

"Apa peristiwa seratus tujuh kali bukanlah urusan pertamamu denganku?" Aku memincingkan mata. Aku jelas takut aku terlibat dalam permainan waktu lainnya.

"I-itu pertama kalinya." LoopBot menyelamatkan dirinya dariku. Ia terbang menjauh dan mendarat di sofa satunya. "A-aku nggak pernah ketemu kamu di timeline lain."

"Sungguh?" Aku menurunkan kaki dari meja, karena bahaya kalau Papi kebetulan lewat. Papi bisa menceramahi aku habis-habisan, karena aku nggak punya etika.

"Iya, Laksamana ..." LoopBot menunduk.

"Seperti apa rasanya bisa berkelana di banyak garis waktu, LoopBot?" Aku iseng bertanya. "Aku seorang teknisi mesin. Aku kuliah dan mempelajari fisika. Manusia tak bisa memutar waktu karena melanggar hukum termodinamika entropi. Kembali ke masa lalu akan menyebabkan butterfly effect dan dinamika nonlinier. Juga, tak sesuai dengan teori relativitasnya Albert Einstein."

"Tapi kamu sudah merasakannya." LoopBot menyeringai. "Mengelana waktu. Albert Einstein kebangaan rasmu terbukti salah."

Aku menunjuknya penuh tudingan, "dasar alien."

"Omong-omong soal memutar mundur waktu." LoopBot menggaruk kepalanya. "Aku tak bisa kebanyakan menciptakan timeline baru."

Aku mengangguk mengiyakan, "ya. Energimu terbatas. Kamu nanti pingsan, dan berakhir dicharge seharian."

"Tidak." LoopBot menggeleng. Robot itu berekspresi muram. Perasaannya sensitif sekali. Dia salah satu robot paling baperan di TAPOPS selain Mechabot dan Ochobot. "Ruang dan waktu itu dua unsur yang nggak dipisahkan. Aku cuma bisa menciptakan waktu baru, tidak dengan ruang baru. Kalau ada terlalu banyak timeline, nanti timeline-timeline itu bisa bersinggungan, loh."

Boboiboy x Reader | Alternate Route of SupeheroWhere stories live. Discover now