- 01

615 91 14
                                    

Nebula masih mengejar di belakang. Entah bagaimana ini menjadi percobaan ke seratus tujuh setelah aku kalah melawannya di putaran pertama.

Tapi, kali ini, aku tidak mau kalah tanpa melawan. Di tiap percobaannya, aku memperoleh pengalaman baru. Aku melaju menuju tubuh Nebula lagi, dan memanjat melalui lengannya dengan menancapkan sebilah pendahan logam di tiap langkah merangkak ini, dan mencoba menyabet punggungnya dari atas ke bawah, menciptakan robekan besar.

Aku merosot jatuh sambil menusuk kedua pendahan di tanganku, terjun sekaligus menorehkan insisi. Di tiap jengkalnya, Nebula menghasilkan nitrous oxide berbau mirip bawang putih yang difermentasi. Itu sesungguhnya ialah luka. Aku berhasil setidaknya menorehkan inisiasi menyerang balik dan memicunya batuk nitrogen dingin. Kendati begitu, luka dariku disembuhkannya dengan regenerasi ultima. Kulit-kulitnya seakan menyatu kembali menjadi satu-padu melalui serangkaian aktivitas kinetik gas dan malah dari proses itu, ia menyebarkan semprotan senyawa kimia berupa atom oksigen bercampur atom karbon. Kebetulan, Mechabot dapat memverifikasinya sebagai karbon monoksida liar. Karbon monoksida mampu melekat erat pada hemoglobin, dan perlahan akan membunuhku, apabila aku terpapar terlalu banyak. Makanya aku berkali-kali menghindar. Begitu pun juga sekarang. Aku menjauh, aku berguling di atas blower kapal luar angkasaku kemudian membentuk perisai melalui mekanisme Mechabot—mentamengi diri dari semburan racun penyebab hipoksia jaringan itu.

"Sudah cukup, Laksamana." LoopBot muncul dari ventilasi atap kapal terbang ini.

Aku mengusir kesal yang dikandung oleh kepalaku. Aku sangat gengsi untuk mengakui, aku lelah, aku bisa gila karena ini kekalahanku yang ke seratus tujuh, dan aku tidak bisa mengungkapkan betapa bencinya aku pada makhluk awan antarbintang itu. Nebula. Astaga. Nebula. Bahkan jika aku mati pun, aku akan mengingat namanya. Dendam ini mustahil hilang.

Aku ngos-ngosan. Aku mengubah perisai di lenganku kembali menjadi pedang bermata dua yang cukup tajam untuk mengiris zat hidrogen dan helium padat itu. Aku sebetulnya tidak yakin Nebula terbuat dari apa. Seharfiahnya, makhluk itu tidak hidup. Ia hanya sekumpulan debu!

Aku merasakan irama jantungku menjadi lebih cepat.

Jam tanganku berkelip-kelip. Aku menengok mengapa Mechabot memperingatkan. Jam tangan itu membaca tanda-tanda vitalku. Menurut monitor mininya, nadiku melesak naik sampai ke batas tidak normal, dan tekanan darahku juga didiagnosis hipertensi.

Tiba-tiba, darah merosot turun dari hidungku.

"Kamu segera mati jika kamu tidak berhenti." Melalui jam tangan, Mechabot memperingatkan. "Kamu menghirup terlalu banyak polutan. Meskipun tidak mengiritasi, itu dapat mengakibatkan kematian instan."

Aku menyeka darahku. Melihatnya sebentar, dan menegakkan tubuh.

Hanya aku satu-satunya harapan galaksi. Jika bukan aku, tidak ada siapa-siapa lagi.

"Gila!" Mechabot mencibir. "Kamu gila, (Nama)? Makhluk itu hanya dapat dihancurkan dengan gamma!"

"Aku tidak siap untuk gamma! Tidak ada bahan bakar matahari dan proyeksinya!" Aku membendung kesal. Aku berlari lagi dan melompat ke angkasa raya. Tidak ada gravitasi, jadi aku dapat melambung tingi. Aku menghadapi Nebula yang bertransformasi menjadi lebih konkrit dari waktu ke waktu. Aku menerkamnya di tepat di jantung. Aku mencoba mengincar jantung berkali-kali, tapi Nebula selalu menyeburkan sulfur-sulfur bau sabun. Aku mengelak lagi.

Aku tidak memiliki gamma. Tidak ada gamma yang dapat dikendalikan di alam semesta ini. Sebetulnya bisa. Tapi itu berarti aku akan membunuh diriku sendiri dengan Mechabot ikut ke dalam rencananya. Tapi, ayolah, itu jalan terakhir—sekarang aku mau berusaha.

Aku memproyeksikan mesin jet, sepeti yang aku lihat di film Marvel. Aku mengelak ke kanan, ke bagian punggungnya Nebula, dan berjuang keras menyayat-nyayatnya lagi.

Boboiboy x Reader | Alternate Route of SupeheroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang