- 05

413 74 18
                                    

"Kenapa kamu bilang pada Solar, kamu menerimanya untuk masuk ke pasukan galaktik?" LoopBot memprotes. "Padahal kamu tidak mengirimkan profil data diri Solar ke stasiun TAPOPS untuk diinput identitasnya oleh admin. Mengapa kamu berusaha tetap berkomunikasi dengannya, sedangkan kamu tak tertarik merekrutnya?"

LoopBot banyak tanya akhir-akhir ini. Dia menginterogasi aku sepanjang waktu. Ia bertanya apakah aku mau menterlantarkan Solar atau betul-betul akan meminangnya menjadi personil pasukan galaktik. Entah apa untungnya LoopBot berkata demikian. Ia selalu menuntutku menjawab sejujur-jujurnya supaya memuaskan dahaga penasarannya.

"Solar mengenakan jam kuasa. Modelnya jadul, seperti barang loak di Kota Tua Jakarta. Subdialnya kecil-kecil, berjumlah tujuh. Hour makernya cacat karena patah, serta bazelnya usang. Seolah jamnya diproduksi pada zaman dinosaurus masih hidup di era mesozoikum." Sembari berjalan menuju tenda parasutnya Solar, aku menyentuh pergelangan tanganku yang dilingkari arloji milik Mechabot. "Arloji. Sesuatu untuk mengaktifkan power sphera. Aku sudah bertanya pada si Sudirman, jenis power sphera apa di tangannya itu. Tapi Sudirman bilang dia tidak tahu-menahu. Aku penasaran apa jenis power spheranya, dan bisakah aku mengembangkannya ... secara terkhusus."

LoopBot terbang meninggi dari permukaan tanah, dan memblokade jalanku dengan mata mencari tahu. Logam banyak omong ini menyebalkan. Aku memegangnya dan menyingkirkannya ke samping sehingga ia terhempas, supaya aku bisa lewat.

"Terkhusus?" Ulangnya.

Aku mengangkat bahu acuh tak acuh, "Aku melihat sebuah potensi. Apabila cahaya itu ... bisa dikembangkan ... menjadi gamma, bagaimana menurutmu, LoopBot?"

LoopBot menggeleng, "aku tak melarang. Tapi, aku menyarankan kamu untuk memilih jalan hidup yang variatif. Misalnya, lawanlah saja si Nebula itu lagi, meskipun kamu akan berujung ditinjunya dengan kumparan blackhole."

"Jalan hidup, katamu?" Aku mengernyit. "Kamu sangat aneh semenjak kita bertemu di lorong. Kamu kenapa, sih?"

Sebelum LoopBot membela diri, aku terlebih dulu menyibak tendanya Solar tanpa izin. Aku tidak butuh permisinya. Ini salah satu properti militer punyanya TAPOPS. Syukur-syukur kuberikan Solar tenda untuk berteduh dari badai petir abadi di planet Gur'latan.

Kutemukan Arumugam sedang terbaring di dipan. Ia tengah tertidur, posisinya menyamping dan ia mendengkur halus. Aku melirik arlojiku; pukul dua dini hari. Akulah yang datang terlalu pagi. Tapi ini kamp militer, tidak ada belas kasih dan empati. Aku melengos masuk ke tenda sempitnya, dan mengguncang bahunya Arumugam—well, aku mulai penasaran seberapa sering ia bertransformasi menjadi Solar "Ali. Bangun. Bangun! Jangan buat aku membanjur kamu dengan seember air selokan limbah."

Tidak sulit membangunkannya. Ali merasa tak nyaman karena gangguan dariku, dan ia lekas mengucek mata. Matanya telah terbuka, tapi pandangannya kosong. Ia menatap langit-langit tenda, tapi tangannya merayap dari pergelangan tanganku menuju lengan atasku.

"Siapa?" Ia meraba-raba. Kini ke arah pundak. Tangannya yang satunya juga begitu. Ia berakhir memegang dua pundakku, dan mempertemukan kedua tangannya di leherku—menarikku untuk sedikit menunduk ke bawah.

Tidak ada yang memperlakukanku sebegitu tidak hormatnya. Orang akan takut dan kabur terkencing-kencing duluan ketika mereka tahu aku membangunkannya. Aku merasa sangat tidak dihormati, tapi aku memaafkannya atas dasar kasihan.

Matanya mengerjap, lehernya bergerak ke arahku. Ia hanya memiliki kedua tangannya untuk mengenali siapa aku. Dari dekat sini, wajahnya terlihat murni bingung. Mata cokelat karamel Arumugam berkilat memantulkan sinar remang-remang cahaya dari lampu petromak di sampingnya.

"Oh! Maaf!" Ia berseru kaget ketika ia menyentuh rambut panjangku. Ia langsung duduk dan berdiri tegap. Ia menyatukan tangannya dan memohon-mohon, "maafkan aku. Aku tidak berniat sembarangan menyentuh. Aku menyesal."

Boboiboy x Reader | Alternate Route of SupeheroWhere stories live. Discover now