- 08

399 67 10
                                    

"Kenapa Tuan Guru Gaharum itu sensi banget, sih?" Aku mencak-mencak. "Dia kayak remaja puber yang lagi mestruasi, anjir. Tempramennya ada di ubun-ubun."

Duri tidak merespon, dia hanya menatapku dalam kebutaan totalnya dan memposisikan dagunya sejajar dengan daguku. Tangannya tidak diam. Satu tangan kirinya melipat di pangkuannya, dan menggendong ayamnya Blaze, sedangkan tangan kanannya mengelus-elus ayam albino itu.

Aku menatap ayamnya sejenak. Ayamnya tidur nyenyak, dan seolah mendengkur pelan. Matanya terpejam pulas, sedangkan tubuhnya mengeram di pangkuannya Duri. Aku mendesis marah dan agak menyentak, "Buang ayamnya. Mari latihan. Aku ingin melihat apa yang bisa kamu perbuat."

"Jangan. Kasihan. Alodia lagi tidur." Duri menggeleng. Dia tidak berhenti mengemong ayamnya. Dan ketika aku bicara begitu, Duri mengeratkan pelukannya pada ayamnya, sehingga ayam itu tersentak bangun dan melek. Mata ayamnya juling, lehernya bergerak kemana-mana. Dan paruhnya mematuk-matuk udara. "Yah ... bangun. Ya sudah ..."

Duri menurunkan ayamnya yang telah dipatenkannya bernama 'Alodia' ke tanah, lalu orang itu beranjak menegakkan punggung, berdiri tegap, dan menyanggupi permintaanku, "Baik, Laksamana. Mari."

"Daritadi kamu menghindari pertanyaan soal darimana kamu memperoleh kekuatanmu." Aku menyatukan alis, aku melangkah berhadap-hadapan dengan Duri, dan menyilang tangan. "Apa yang berusaha kamu sembunyikan dariku? Sebelum latihan, tolong dijawab dulu."

Tangan Duri merayap ke kepalanya, dan ia mengusap pelipisnya.

"Aku tidak tahu. Aku tidak ingat. Kupikir aku dilahirkan dengan ... tiga belas—"

"Tiga belas?!" Aku tersentak. Setelah aku menyelidiki Solar, Glacier, Blaze dan kini Duri, aku menarik kesimpulan, mereka cukup oke. Cukup oke, tapi akan lebih oke lagi kalau enggak buta. Tiga belas itu banyak sekali. Kurasa jika Arumugam memaksimalkan kompatibilitasnya dan berhasil perform dengan mumpuni tanpa indera pengelihatan, dia bisa lebih hebat dari Boboiboy. Dengar-dengar, Boboiboy hanya punya tujuh kuasa.

Saat dunia kehilangan Avatar, Katara dan Sokka menemukan Aang di Kutub Selatan.

Apakah Arumugam juga begitu? Aku meletakkan tangan di dagu, dan menduga-duga. Aku perlu mempelajari kenapa penciumannya bagus, tapi sensitifitas pendengarannya buruk. Seseorang di fakultas tetangga pada acara tahunan universitasku pernah bicara soal para tuna rungu; mereka mengungguli indera lain sebab tiadanya pengelihatan menjadikan mereka berkonsentrasi ke panca indera lainnya.

"Bagaimana caramu menangkap Alodia?" Tanyaku. "Kenapa kamu tahu Alodia akan jatuh terperosok ke belerang?"

"Karena baunya. Bau sulfur dari kolam belerang. Sangat pekat."

"Aku bisa menjadikan kamu sebagai pengganti Boboiboy jika kamu mau menurut. Kalian sama. Tipe kalian ... sama. Bertarung dengan multi-kuasa." Aku mengerling. Aku tak begitu senang aku justru menkandidatkan orang lain ke posisi Boboiboy. Dengan lidah beku, aku mengatakannya. Aku malah menciptakan Boboiboy lain. Aku takut. Aku takut aku semakin tersingkirkan. Tapi kupikir aku perlu. Orang ini, jika dilatih oleh mentor bagus—seperti aku, contohnya—bisa diandalkan.

Kenyataan menunjukkan Arumugam telah kalah melawan Nebula kala Nebula mendarat di Rimbara, sama seperti aku, meskipun saat itu, Arumugam dalam kondisi prima, dan dia memiliki pengelihatannya. Aku butuh mengevaluasinya. Dia punya sumber daya bagus; kekuatan-kekuatan itu, tentu saja. Arumugam hanya perlu menjadi pilot yang piawai dalam mengendalikan elemen-elemennya.

"Siapa itu Boboiboy?" Duri malah bertanya. Keingintahuannya besar. Ia sampai maju dan hampir tersandung akar yang menyeruak keluar dari tanah andai aku tak mendorongnya kembali mundur.

Boboiboy x Reader | Alternate Route of SupeheroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang