BAB SATU

2.7K 392 15
                                    

Ares Escara menjatuhkan tasnya di lantai dengan sembarangan dan dengan cepat membuka buku matematikanya yang sudah tidak sabar ingin ia baca. Ketika ia merasa gugup atau takut, ia menemukan ketenangan dalam buku penuh dengan angka-angka yang tidak banyak dimengerti. Ia membuka kausnya yang telah basah dengan keringatnya dan melemparkannya dengan sembarangan ke lantai bersamaan dengan barang-barangnya yang lain.

Ares membenarkan letak kacamatanya dan membuka buku Prime Numbers and the Riemann Hypothesis oleh Barry Mazur ke halaman dua puluh tiga. Ia mengambil pena merah dan menggigitnya di bibir selagi ia membaca. Ares mengerutkan dahinya ketika ia membaca kalimat pertama di halaman itu. "Oh, ini sangat mudah," katanya kepada diri sendiri karena ia mengerti apa yang sang penulis buku ingin katakan mengenai teori Riemann.

Ia berjalan mengelilingi ruangannya yang kecil di Escara House—ruangan yang masih terasa begitu asing baginya semenjak perpindahannya dari Yale. Baru saja Ares akan membalikkan bukunya ke halaman berikutnya ketika ia mendengar ketukan pelan di pintunya. Ares mengerutkan dahinya dengan bingung. Ia memperbaiki letak kacamatanya dan berjalan ke arah pintu. Ketika ia membuka pintu kamar asramanya ia terkejut untuk menemukan wanita dengan rambut merah panjang itu berdiri di hadapannya. "Hello, Escara."

"Y-Ya?" tanya Ares dengan gugup dan seketika pena merah yang digigitnya di bibir terjatuh ke lantai.

"Kamu belum menjawabku," perempuan itu berkata dan ia menunduk untuk mengambil pena yang dijatuhkan Ares di lantai.

"Aku tidak tahu aku harus menjawabmu," balas Ares dan ia mengulurkan tangannya untuk meminta kembali penanya, tapi Norah Imogen sama sekali tidak berniat untuk mengembalikannya.

Norah berjalan masuk dengan percaya diri ke dalam kamar Ares sementara pria itu melangkah mundur dengan panik. "A-Apa yang kamu lakukan?"

"Talking," kata Norah kepada Ares. "Getting answers. Kamu melarikan diri dariku, Ares Escara. Apa kamu begitu penakut seperti yang semua orang katakan?"

Ares menggeleng. "Tidak?" tanya Norah. "Aku tidak percaya. You're lame, shy, and scared."

"Baiklah, terima kasih karena telah membuatku menyadari siapa diriku."

"I don't want you to be lame, shy and scared. I want to make you a quarterback," Norah berkata dengan gigih. Wanita itu menyibak rambut merah panjangnya dengan percaya diri dan berkata, "Jawab aku—kamu ingin menjadi quarterback, bukan?"

"Kamu ingin aku untuk menjawabnya?" tanya Ares yang melangkah mundur sekali lagi ketika Norah mendekat kepadanya.

"Tidak, aku ingin kamu memikirkannya dan aku akan mengepang rambutmu selagi kamu memikirkan pertanyaanku. We can play dolls while you think about my question, Ares," kata Norah dengan sarkastik. "Aku ingin kamu menjawabnya sekarang, Ares. I don't have time."

"Kamu dikejar-kejar apa?" tanya Ares dengan bingung.

"Aku dikejar-kejar nilai akhirku. Dengan tim Crimson High yang sekarang tidak ada, apa yang harus kuberitakan?" tanya Norah kepada Ares.

"Err, the strike?" balas Ares dengan pertanyaan lainnya.

"I am not writing about the strike," kata Norah.

"Kenapa tidak? Akan lebih mudah menuliskan dan memberitahu apa yang terjadi dengan Crimson High daripada mencoba untuk mencari quarterback baru dan membangun tim yang sudah tidak bisa diselamatkan," ujar Ares.

"The university won't allow me, Ares. Aku akan mendapatkan masalah besar kalau aku memberitakan kenapa seluruh anggota tim Crimson High mogok. Aku akan dikeluarkan. Jadi satu-satunya jalanku adalah membangun tim baru. You want to be quarterback, I want news. Let's play and win the NCAA Bowl. Kita masih ada waktu."

Ares mendengus dan tertawa dengan sinis, "Winning the NCAA Bowl needs talent. Reginald Escara—my brother's talent to be exact. Aku tidak mempunyai talenta itu."

Norah kembali mendekat dan sekarang tidak segan untuk menutup jarak dengannya. "Kamu belum menyadari talentamu, Ares."

"K-Kamu salah memilih, aku tidak memiliki kemampuan apapun—" kata Ares dan sebelum ia menyadarinya ia telah terjatuh ke ranjangnya karena wanita itu terus berjalan mendekat. Norah Imogen sekarang berdiri menjulang di hadapannya sementara ia berada di ranjang tidak berdaya. Norah lalu memosisikan tubuhnya di tengah kedua kaki Ares yang dilebarkannya. Lalu wanita itu menunduk dan Ares melihat wanita berambut merah itu mengangkat pena berwarna sama ditangannya.

Ares berpikir kalau pada detik itu Norah akan menusuknya dan membunuhnya dengan pena. "Tu-Tunggu, aku masih ingin hidup, argh!"

Tapi ia salah ketika tubuhnya terasa tergelitik detik kemudian karena Norah Imogen—wanita gila berambut merah itu—menggambar dengan pena yang dipegangnya di perut datar dan kurus Ares. "If you grow some muscle, have abs, and gain a little bit of weight—I think we can have something here."

"Apa kamu sudah gila?" tanya Ares yang mencoba untuk menyingkirkan pena merah dari perutnya tapi Norah terus menggambarnya. "Sangat geli! Argh!"

Norah berkata kepada Ares, "Diamlah, aku sedang membayangkan tubuhmu dengan abs. You're not my type—but I think you'll be handsome and hot as well. Women will drool for you. Men will envy you. Aku akan menjadi fairy god mother-mu Ares Escara. Project make-over for the quarterback is my life's goal."

Shall We Dance? | CAMPUS #03Where stories live. Discover now