BAB DUA PULUH SATU

1K 258 12
                                    

Ares mengerutkan dahinya dengan bingung ketika menyadari Norah sama sekali tidak bergerak dari tempatnya berdiri ketika ia berjalan keluar dari ruang fitnes. Walaupun Ares tidak berbalik dan melihat kebelakang, ia tahu Norah tidak bergerak karena tidak ada suara sama sekali atau gerakan yang wanita itu tunjukkan. Untuk sesaat Ares berpikir Norah ingin menunggunya keluar, tapi semakin ia memikirkan wanita itu, satu-satunya alasan yang masuk akal adalah kakinya cedera.

Norah terjatuh tadi pagi dan celana wanita itu robek. Mungkin kakinya juga mengalami cedera yang lebih serius—terkilir, pikir Ares. Tentu saja Norah tidak terlalu menunjukkannya kepada Ares, tapi ia menebak demikian melihat reaksi Norah yang kesakitan ketika berdiri dengan cepat setelah ia memasangkan plester di kakinya yang terluka.

Ares menarik napasnya menghirup udara malam kota Boston yang dingin, "Bukan urusanmu, Ares," ia berkata kepada diri sendiri. Ia bersimpati ketika melihat luka di kaki wanita itu, tapi tidak menyangka Norah akan menjadi sangat defensif ketika terbangun dari tidurnya dan melihat plester yang sudah terpasang di kakinya.

Sekarang ia tidak ingin membuat wanita itu lebih marah dengan rasa penasarannya sendiri. Kalau wanita itu dapat berjalan sendiri bertemu dengan supirnya, kenapa ia harus memedulikannya lagi? Norah wanita yang mandiri, tentu saja ia tahu apa yang ia ingin lakukan dan dapat melakukannya sendiri.

Ares berjalan keluar dari stadion Crimson High menuju taman kampus yang luas dan mulai sepi—hanya beberapa mahasiswa yang terlihat berjalan menuju asrama mereka. Baru saja ia akan berbelok ke arah Escara House yang sudah dikeringkan sepenuhnya ketika ia melihat dua penjaga dengan seragam serba hitam saling membicarakan stadion dibelakangnya, "...ya, akan memakan waktu lebih dari dua jam kalau kita memeriksa setiap ruangan stadion...."

"...aku yakin tidak ada satupun orang di stadion, karena tim Crimson High mogok...."

"...ah, the strike is still going on...."

"...mereka tidak mempunyai anggota tim dan pelatih...."

"...bagaimana kalau kita mematikan saja saklar listrik utama sampai nanti pagi?...."

"...oh, ide yang bagus...."

"...setelah itu kita bisa menjaga di pos dengan hot cocoa...."

"...damn, I hope the strike ends for a while...."

"...pekerjaan kita lebih mudah...."

Ares yang sekarang masih memakai kaus berwarna hitam barunya yang telah basah karena keringatnya dengan cepat berlari kembali ke arah stadion. Ia melewati kedua penjaga itu yang menatapnya dengan bingung kembali ke arah stadion menuju ruang fitnes utama Crimson High.

Ia mengambil keputusan spontan untuk berlari kembali ke arah stadion dan tidak memikirkan panjang kenapa ia memutuskan hal itu. Ares hanya tahu kalau dirinya harus memastikan Norah telah keluar dari ruang fitnes sebelum penjaga akan mematikan semua lampu stadion menggunakan saklar utama.

Ares berlari dengan cepat, tapi secepat apapun ia berlari, ketika ia sampai di ruang fitnes dan membukanya, seluruh ruangan berserta satu stadion telah menjadi gelap. Sialan, dua penjaga itu telah mematikannya lebih cepat dari yang aku perkirakan.

"Miss Imogen?" teriak Ares. "Norah?" kali ini ia memanggil namanya ketika tidak ada jawaban.

Sekali lagi Ares berteriak dan memanggil nama Norah, tapi tidak ada jawaban. Apa wanita itu telah pergi dari ruangan ini? Ares mengeluarkan handphone-nya untuk menyalakan flashlight, tapi baru saja ia akan melakukan itu ketika lampu kembali menyala. Ares tidak tahu kenapa dua penjaga itu mengubah keputusan bodoh mereka, tapi sekarang ia bersyukur, karena ketika lampu kembali menyala, tidak sulit menemukan wanita itu yang masih berada di dalam ruang fitnes.

Hanya saja Ares menemukan Norah Imogen dalam keadaan yang membuatnya bingung. Wanita itu berada di lantai dan tengah memeluk dirinya sendiri. Kedua tangannya berada di dua sisi telinganya dan Norah terlihat sedang menutup kedua telinganya. Wanita itu juga menggumamkan kata-kata yang tidak Ares mengerti. Berulang kali Norah meminta agar suara-suara itu berhenti bicara, tapi Ares tidak melihat atau mendengar orang lain di dalam ruangan kecuali mereka berdua.

"Norah?" tanya Ares dan ia berjalan mendekati wanita itu. Norah tidak menyadari kehadirannya karena wanita itu menutup kedua mata dan tidak mendengarnya sama sekali karena ia menutup telinganya dengan tangan.

"Norah?" Ares kembali bertanya dan sekarang berjongkok di depannya.

"Norah!" Ares setengah berteriak, tapi Norah terus mengucapkan kata-kata yang tidak ia mengerti dan tidak menyadari kehadirannya.

Ares memanggil nama wanita itu dan tidak berhenti melakukannya, sampai kedua mata Norah terbuka dan menatapnya. "Norah? Kamu mendengarku?" tanyanya.

Ares menjadi sangat khawatir melihat tatapan wanita itu yang menatapnya seakan-akan kalau dirinya adalah sosok yang menakutkan baginya. Tatapan wanita itu terlihat sangat takut dan liar, seakan-akan ia tengah melihat hantu atau musuh yang sangat kejam. "Norah, jawab aku! Apa kamu baik-baik saja?"

"..."

"..."

Ia menurunkan nadanya dan kali ini ketika ia mengucapkan kalimat pertanyaan selanjutnya, ia terdengar sangat peduli dan khawatir, "Norah, apa kamu takut gelap?"

"..."

"..."

Perlahan-lahan tatapan Norah yang takut dan liar berubah menjadi lebih hangat, seakan-akan wanita itu kembali tersadar kalau Ares bukan musuhnya. Namun dengan cepat Norah memasang topeng yang menutupi dirinya yang rapuh dan ketakutan. Dengan wajah tanpa ekspresi dan hampir menghindari tatapan mata biru Ares, Norah berkata, "Berhenti memanggil namaku, aku mendengarmu, Ares. Aku tidak takut gelap, aku takut... kecoa. Tadi... ada kecoa. Apa yang kamu lakukan disini? Apa kamu ketinggalan sesuatu?"

"Ti-tidak, aku kembali untuk memastikan kamu baik-baik saja."

"I'm fine," kata Norah dengan tegas. Sekarang ia mencoba untuk berdiri tapi bagaimanapun dirinya mengerahkan semua sisa tenaganya untuk berdiri, Norah tidak bisa melakukannya.

Ares melihatnya kesulitan berdiri dan berkata, "Aku gendong."

Norah mendengus dan berkata, "No, thanks."

"Kakimu terkilir, Norah. Aku tahu."

"Congrats."

"Norah—"

"Kamu tidak akan menggendongku. Aku akan mencari cara untuk berdiri dan pulang sendiri. Okay, bye. Go home now."

Pada saat itu lampu kembali mati dan kegelapan mengisi seluruh ruang fitnes. Norah terlalu terkejut dan ia tidak menyadari kalau dirinya telah menarik kaus hitam pria itu yang basah akan keringat. "Ares!"

"I'm here, Norah."

"Ares?"

"Norah, aku disini."

"Ares?"

"Norah, aku tidak akan pergi."

"..."

"..."

"Aku gendong, ya?" tanya Ares sekali lagi kepada Norah.

"Aku sudah mengatakannya kepadamu, bukan? Aku tidak takut gelap. Aku takut... kecoa."

"Norah Imogen yang takut kecoa, apa kamu mengizinkanku untuk menggendongmu? Kakimu terkilir dan kamu tidak bisa berjalan. Kamu membutuhkan bantuan sekarang sebelum err, kecoa di lantai mengerumunimu."

Shall We Dance? | CAMPUS #03Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang