Chapter 19 - Sebuah Pelukan

568 22 1
                                    

Selamat Membaca! :D

***

Terdengar suara gonggongan anjing. Aku menatap ke luar jendela kamarku. Aku tertarik mendekati jendela. Kubuka kuncinya. Krekk.. jendela kamarku terbuka. Kulihat beberapa anak laki-laki seumuranku sedang mengobrol sambil berjalan melewati trotoar di depan rumah. Angin musim gugur menerpa wajahku. Entah kenapa aku jadi gugup. Saat hendak mengambil syal di lemari, tanpa sengaja tanganku menyenggol buku yang ditata di rak di dekat jendela. Buku jatuh dan ujung-ujung halamannya menutupi laptopku. Untuk beberapa waktu aku hanya memandangi laptopku itu. Tiba-tiba terpikir olehku untuk mencari tahu tentang manusia hyena di internet, mengingat ponselku hilang dan aku tidak memiliki ponsel saat ini. Aku meletakkan laptop di atas tempat tidur. Aku menyalakannya. Segera, setelah proses booting-nya selesai, kucari artikel yang berhubungan dengan manusia hyena dan perjanjian darah.

Enter. Tidak banyak artikel yang muncul. Hanya beberapa menyangkut eksplanasi hyena dan seorang pria di Afrika yang disebut hyena. Aku mengeklik judul artikel yang terakhir. Kupikir itu ada kaitannya dengan kelompok Charly. Dan... kau tahu apa? Hyena dalam artikel itu menceritakan tentang sorang pria yang tugasnya meniduri gadis yang baru mengalami pubertas di daerah itu. Pria itu bahkan dibayar oleh orang tua si gadis. Mereka bilang ritual itu adalah untuk menangkal hal buruk pada si gadis. Aku bergidik membacanya. Tidak tahan, kututup tab pencarian itu. Laptop kumatikan dan aku berbaring lemas menatap langit-langit kamar. Aku menghela napas panjang. Penglihatan saat aku di kebun binatang kembali kuputar. Aku menghubung-hubungkan peristiwa yang semula tidak kumengerti. Ingatanku kembali pada Dad di hari terakhirnya meninggalkanku. Ia masih terlihat gembira. Dan di akhir, bisa kulihat Dad meninggal tanpa pertolongan medis yang berarti. Tanpa terasa air mata merembes melewati sudut mataku. Mereka mengalir vertikal di atas tulang pipiku. Mom mungkin sedih karena Dad meninggalkannya. Tapi mungkin sedihku lebih dari padanya. Aku melihat saat-saat terakhir Dad.

Pintu kamarku diketuk. Mom memanggilku sambil bertanya apa aku baik-baik saja. Aku hanya mengatakan satu kata: ya, dan semua kembali hening. Mom kemudian meninggalkanku.

Aku tidak tahu pukul berapa saat itu. Aku tidak berniat mengetahui waktu. Aku bahkan baru saja dibawa ke masa lalu untuk melihat kematian Dad. "Aku tidak peduli, aku tidak peduli pukul berapa sekarang!"

Begitu mengesalkan, lagi-lagi pintu kamarku kembali digedor. "Aku sudah bilang, tinggalkan aku sendiri, Mom!" seruku tidak peduli siapa yang mengetuk. Kupikir itu pasti Mom.

"Juney! Ini aku Jerry!"

Aku terperanjat. Jerry pasti datang karena ini sudah waktunya makan malam. Aku mengecek jam tanganku. Dan benar saja, ini waktunya makan malam. Aku sampai ketiduran! Tapi aku tidak cukup peduli dengan makan malamnya. Aku bahkan masih takut setengah mati hanya sekedar membayangkan kemungkinan Charly datang di malam hari dan berniat memakanku.

"Pergilah, Jerry! Aku sedang ingin sendiri!" Aku memaksa suaraku keluar meski dengan nada sumbang seperti saat hidungmu mampat.

"Aku tidak mau, Jun! Buka pintunya!" Kali ini Jerry memaksa. Ia menggedor pintunya lebih keras.

"Tidak mau!" Aku sama keras kepalanya dengan Jerry.

"Aku hanya ingin tahu apa masalahmu. Kita bersahabat, 'kan? Sahabat selalu ada bagaimana pun keadaannya. Kau bisa membaginya padaku, Juney..." Suara Jerry melemah di ujung kalimatnya.

The Protecting Blood Where stories live. Discover now