Chapter 36 - Pelarian (2)

350 19 0
                                    

Selamat Membaca! :D

***

Mungkin karena kondisi fisikku yang sedang tidak terlalu bagus, aku ketiduran hampir selama perjalanan. Dan saat aku membuka mata untuk melihat di mana aku berada sekarang, Charly ada di samping kananku. Pintu mobil terbuka dan ia seperti hendak melakukan sesuatu padaku.

“Apa yang akan kau lakukan?” tanyaku menginterogasi.

Charly membelalakkan matanya terkejut. Seolah ia baru menyadari bangunku. “Oh, kukira kau masih tertidur.” Ia menarik tangannya dan menggosok-gosokkannya di belakang kepala sambil menunduk canggung. “Kita sudah sampai. Ayo turun.”

Aku terus memandanginya. Apa pria ini hendak menggendongku?

Aku turun dari mobil dan melihat sekeliling. Kami ada di sebuah rumah mewah di pinggir hutan. Sebuah rumah kaca dengan sentuhan modern yang sangat kentara. Di salah satu sisinya ada telaga kecil yang cukup menawan seakan aku baru saja dibawa ke daerah tropis di Asia.

“Apa benar kita di Cambridge?”

“Iya. Aku menyewa rumah ini untuk sementara waktu.”

“Kau dapat uang dari mana bisa menyewa rumah sebesar ini?” tanyaku seperti anak kecil yang terheran-heran dengan mainan baru temannya.

“Aku bekerja pada Mr. Smith. Ia menyuruhku mengelola restoran dan kafe miliknya selama aku di sini.” Charly menenteng kopernya dan mengambil sebuah kunci di saku kemejanya.

“Oh…” Akhirnya aku punya alasan yang jelas untuk tidak berburuk sangka padanya. Ia bekerja, Jun. Bekerja. Bukannya seperti yang kau pikirkan beberapa waktu lalu. Dasar konyol!

Aku mengikuti Charly masuk ke dalam rumah mewah itu. Fasilitas di sana rasanya seperti bintang lima. Bahkan ini lebih mewah dari rumah Jerry. Segalanya tampak berkelas. Dan pasti butuh uang yang sangat banyak untuk menyewanya.

“Sebenarnya kau tidak harus menyewa rumah seperti ini hanya untuk menyembunyikanku dari ayahmu,” kataku tidak enak hati.

Charly malah terkekeh seperti mengejekku. Ia berjalan menaiki tangga dengan masih menenteng kopernya. Itu membuatku sedikit kesal karena bagaimana pun ia tidak menanggapi perkataanku.

Ia kembali membuka pintu yang terkunci. “Ini kamarmu,” katanya sambil membuka pintu dan menyilakanku masuk. “Dan yang itu kamarku.” Ia menunjuk pintu ruangan yang berada tepat di depan kamarku.”

Aku mengangguk sambil diam-diam terkesima dengan kamar yang nantinya jadi milikku. Fasilitas lengkap: tv, kamar mandi, dan meja belajar. Aku tidak perlu kemana-mana untuk mencari kesenangan.

“Istirahatlah, aku akan keluar sebentar.”

Aku mengeluarkan beberapa peralatan “Ke mana?” tanyaku cepat. Masa ia hendak meninggalkanku?

“Hanya sebentar…”

Tapi mau bagaimana lagi, masa aku harus bersikeras agar ia tetap di sini? Sangat kekanakkan. Jadi aku mengalah, membiarkannya pergi sementara aku mengeluarkan isi tas dan berniat memasukkannya ke dalam lemari yang berdiri di ujung ruangan. Ada kunci di sana, tapi tidak terkunci. Dan ada banyak pakaian wanita. Apa?! Ini membuatku kaget. Pakaian milik siapa ini?

Aku berbaring di atas kasur dengan perasaan yang campur aduk. Kesal ditinggal sendiri, penasaran dengan pemilik baju-baju itu, dan senang bisa ada di tempat senyaman ini, ditambah udaranya yang sejuk. Saat aku sedang berpikir apakah Charly seorang berandal yang berlagak pria-baik-baik di depanku, sebuah nada dering ponsel terdengar cukup nyaring di luar kamarku. Dihantui rasa penasaran, aku keluar kamar dan mendapati sebuah paper bag kecil di gagang pintu kamar Charly. Di paper bag itu tertulis: ‘Jika berbunyi angkat saja. Sekarang dia milikmu, Patricia’. Nada dering itu terus saja berbunyi. Aku bergegas membuka paper bag. Dan benar saja, ada ponsel di dalamnya. Sebuah ponsel keluaran terbaru berwarna hitam. Kenapa ia begitu memanjakanku di sini? Apa aku perlu menaruh rasa curiga? Di layarnya tertulis: Charly is calling. Aku menggeser sisi hijaunya sambil mendekatkan benda itu di telingaku. “Halo?”

The Protecting Blood Where stories live. Discover now