Chapter 38 - Perjalanan Sendiri

331 16 0
                                    

Selamat Membaca! :D

***


Tanganku bergetar saat kedua mata ini menatap layar ponsel pemberian Charly. Jerry Pulau Nieffe?

"H-halo?"

"Oh! Patricia Juney Mariana Atherto—"

"Siapa ini?! Di mana Jerry?!"

"Lama tidak mendengar kabarmu. Apa kau senang ada di Cambridge sekarang?"

Sebuah suara samar terdengar di belakang si penerima telepon. Tapi aku masih cukup mendengarnya, "Berengsek! Lepaskan aku!"

Tuhan, apa yang terjadi pada Jerry? Aku mohon jangan biarkan mereka menyakiti Jerry.

"Apa kau tidak merindukan sahabat kecilmu ini, Patricia?"

"Jangan dengarkan dia, Jun! Aku baik-baik saja!" Suara itu lagi, kali ini terdengar seperti Jerry.

"Oke, kau masih baik-baik saja. Bagaimana dengan ini?" Suara pria yang memanggilku sebelumnya. Suaranya sekarang menjauh dan terdengar samar.

Bukk! Satu erangan kecil. Bukk! Suara itu lagi. Masih diikuti erangan kesakitan.

Hatiku berteriak: apa sebenarnya itu?!

Suara di kejauhan. "Sudah hentikan, Matt."

Si Penelepon kembali berbicara padaku. "Bagaimana? Oh, sepertinya sahabatmu ini lebih diam dari sebelumnya. Sungguh kau tidak merindukannya, Nona Manis?"

Kerongkonganku rasanya tercekat. Tapi nyatanya aku masih bisa berteriak. Aku menjerit berkali-kali, memaksa pria di telepon untuk berhenti menyakiti Jerry. Ia mengancamku. Seseorang di sana sedang mengancamku!

Pintu kamarku menjeblak bersamaan dengan sambungan telepon yang berakhir. Berdiri sosok Charly di sana. Ia tampak sedikit terengah menatapku. "K-kau baik-baik saja?" Aku yakin setelah itu Charly tahu jawabannya sendiri. Ia pasti melihat mata merahku, yang baru saja beralih dari ponsel yang masih menyala.

"Apa terjadi sesuatu?" Charly melangkah mendekatiku. Ia kemudian duduk di sudut kasur sambil memegang bahuku.

Aku menunduk menahan air yang sudah siap gugur di mataku. Aku tidak menatapnya. Dan aku akhirnya menggeleng menanggapi pertanyaan Charly.

"Tidak mungkin. Tubuhmu bergetar." Charly benar. Ia jelas lebih tahu bahwa aku sangat ketakutan sekarang. "Lihat aku, Patricia," pinta Charly serius. Ia terlihat sangat cemas.

Aku tidak berani menatapnya. Perlukah aku bilang padamu bahwa apa yang kutakutkan baru saja terjadi? Dan aku benar-benar tidak siap jika harus kehilangan sahabatku lagi, Charly. Asal kau tahu.

Tapi aku hanya diam dan mengaliri pipiku hingga basah. Charly memelukku. Satu tangannya mengusap rambutku yang tergerai. Sentuhannya hangat seperti seorang kakak pada adiknya.

"Ak-aku ingin pulang, Charly," akuku lirih tersendat tangisan.

Charly melepas pelukannya. Jemarinya menangkup di pipiku. Ia terus menatapku sementara aku beralih dari pandangannya. "Beritahu aku apa yang terjadi."

"Jerry—"

"Ada apa dengannya?"

"Dia ada di Pulau Nieffe. Mereka membawanya ke sana. Dan menyiksanya." Benar, air mataku jatuh lagi. Aku bilang aku rapuh. Tapi tidakkah kau juga akan menangis jika jadi aku?

Alis Charly mengerut. Air mukanya berubah 180 derajat. Sekejap ia tampak sangat marah, tapi yang dikatakan selanjutnya sungguh tidak kuduga, "Tenang dulu, Patricia. Mereka mungkin sedang mengelabuhimu."

The Protecting Blood Where stories live. Discover now