Chapter 39 - Mengetahui

345 23 8
                                    

Selamat Membaca! :D

***

Aku melihat jauh ke depan. Sebuah daratan menghampar tidak jauh lagi dari pandangan mataku.

"Kita hampir sampai," ucap Mr. Aloesse lirih hampir tidak kudengar.

Kapal sudah benar-benar menepi dan hujan hanya bersisa gerimis kecil dan udara dingin ala pantai. Suasana tidak asing kental terasa ketika kakiku menjejak di pasir pantainya yang basah. Reka ulang kejadian waktu itu tiba-tiba saja melintas di benakku. Adalah saat hari di mana aku menemui seekor hyena—maksudku hyoun dalam wujud hyena-nya. Itu benar-benar mengerikan. Tapi detik ini, hari ini, aku kembali ke tanah terkutuk ini atas kemauanku sendiri. Jika bukan karena Jerry. Andai bukan karenanya

"Terima kasih, Mr. Aloesse. Terima kasih juga untuk jas hujannya!" seruku seraya menarik kecil jas hujan yang Mr. Aloesse berikan. Aku kemudian berlari ke dalam hutan. Waktu itu hampir petang tapi aku tidak lagi peduli pada kegelapan, pada hewan buas yang mungkin menerkamku sebelum aku tiba di sana. Sempat beberapa kali aku menunggu ular yang melintas dan memotong perjalanku. Kususuri jalur kecil yang samar-samar semakin lebar dan beraturan. Aku ingat ini adalah jalan yang hampir kuambil ketika tersesat dulu. Aku terus berjalan sambil berharap ini adalah jalan menuju pemukiman yang Charly ceritakan waktu itu. Aku tidak menyerah pada hutan ini. Beberapa kali aku mengambil jalan yang belum tersentuh dan memutuskan kembali ke jalan sebelumnya. Aku tidak boleh sampai terkurung di pulau ini.

Dengan sisa cahaya senja yang hanya bisa menembus beberapa celah dari barisan pohon dan suara serangga yang semakin ramai melengking di telinga, akhirnya aku berhasil tiba di sana, mungkin. Seperti de javu, aku pernah melihat pepohonan serupa. Benar, aku baru ingat. Itu pernah kulihat dalam visi yang Charly kirimkan padaku. Menyadari sesuatu semakin jelas sekarang, kupercepat langkah sambil terus berharap semoga mereka tidak menyakiti Jerry lebih banyak.

Dan aku salah besar. Jerry di sana. Terikat pada sebatang pohon pinus besar. Dan ia ia tampak sangat kacau. Aku berlari menghampiri dan memeluk tubuhnya yang banyak dilumuri darah. Aku menangis melihatnya dengan kondisi seperti itu. Jerry pasti kedinginan dengan baju koyak seperti itu, jadi aku menutupi tubuhnya dengan sweater yang kukenakan. Dan ia pasti sangat menderita dengan luka cambuk di dada dan punggungnya. Cukup! Aku tidak bisa lagi melihatnya seperti ini!

Sambil mengusap air mata, aku mendekati salah satu rumah kayu yang jaraknya paling dekat denganku. Aku berteriak sangat keras di sana. "Dasar keparat! Tidak tahu malu! Keluar kau berengsek!" seruku memaki siapa saja yang ada di dalam rumah kayu itu. Seseorang keluar sambil bertepuk tangan cukup keras. Baru pertama kali aku melihat wajahnya secara langsung. Ia tidak terlihat seperti orang tua berjenggot putih berengsek yang pernah kulihat waktu umurku enam. Ia bahkan lebih berengsek dari itu. Aku dan segenap darah dan otot di tubuhku akan membencinya sampai aku mati.

"Lihat siapa yang datang, hmm?" Gordon, ayah Charly, menuruni anak tangga rumahnya. Ia lalu berjalan santai ke arahku sambil menyeringai licik.

Aku melirik ke sekitar dan ada banyak orang yang menatapku dari balik jendela dan pintu kayu rumah mereka. Aku merasa seperti tontonan mereka

"Kebetulan sekali. Kau datang lebih awal. Dan kuharap kau akan tinggal untuk beberapa hari ke depan."

"Dasar berengsek! Lepaskan dulu Jerry!"

"Tenang saja, Gadis Kecil Aku akan melepaskannya untukmu. Hanya satu syarat yang kuminta dan kuyakin kau sudah mengerti maksudku."

Gigiku seketika bergemeletuk mendengar kalimat Gordon yang semakin membuatku muntab dan ingin segera menelannya. "Lepaskan Jerry dulu!"

"Apa kau begitu mencintainya, Gadis Kecil? Dia tidak ada apa-apanya, kau tahu?"

"Asal tahu saja Kakek Tua, dia sangat berarti bagiku! Lebih baik aku mati menyelamatkannya dari pada hidup dengan air mata sepanjang sisa umurku!"

"Jika kau memang menganggapnya begitu, lalu kenapa kau meninggalkannya dan pergi dengan Charly putraku?! Dasar jalang!" seru Gordon sambil mencengkeram kerah bajuku. Kau benar, aku meninggalkannya. Ia hampir mengangkatku dengan satu kepalan tangan. Pukul saja aku. Dan kulihat matanya menyala menjadi warna orens terang. Aku harap ia tidak hendak berubah mengambil wujud hyena-nya. Gordon akhirnya menarik tanganku dan menyeretku kasar menuju rumah kayu tempatnya keluar beberapa waktu lalu.

Gordon mendorongku sampai membuatku tersungkur di lantai sebuah ruangan berukuran tiga kali tiga meter. "Kau akan tahu apa akibat menggoda putraku sekarang!"

Aku bangkit dan berusaha sebisa mungkin meraih pintu. "Berengs—" Pintu menutup, terkunci dan memotong makianku. Aku menggedor-gedor pintu dan berulang kali mendorong berusaha mendobraknya, tapi aku selalu gagal. Kayu tebal ditambah kunci yang bukan sekedar slot, melainkan gembok baja berukuran besar. Itu pasti, karena aku sempat mendengar bunyi gerendel dan keletuk yang cukup keras.

Sambil berteriak yang sama sekali tidak ditanggapi, aku memindai setiap sudut ruangan tempatku berada. Tidak ada apapun kecuali dinding kayu mahogany setebal enam inci yang mengurungku saat ini. Tidak juga ada jendela. Hanya dari satu lubang kecil ruangan ini mendapat cahayanya. Mataku berhenti pada selembar kain tipis yang digelar di lantai. "Sialan, dia benar-benar sudah mempersiapkan ini!"

***

"Charly?" Aloesse mengulangi panggilan telepatinya pada Charly. Ia hampir mengira Charly tidak akan menjawabnya, sama seperti komunikasi yang sudah-sudah.

Beberapa saat kemudian. "Paman tidak perlu menghubungiku lagi," sahut suara dalam kepala Aloesse.

"Tunggu! Aku ingin bicara padamu. Bisa kita bertemu?"

"Tidak perlu. Paman sama saja dengan ayah."

"Tidak! Tunggu, Charly!" Aloesse menahan napasnya sambil berharap telepatinya tidak terputus. "Aku berubah pikiran. Tentang pembatalan perjanjian darah, aku memihakmu. Kau benar. Kita sudah terlalu banyak berhutang pada Gerard. Dan tidak sepantasnya kita melakukan ini."

"Akhirnya kau menyadari. Tapi maaf aku sibuk sekarang." Charly menekan bel rumah Patricia. Semoga ia di dalam, harap Charly.

"Tunggu, Charly! Ini tentang Si Darah Pelindung."

Charly beku beberapa detik. Tangannya berhenti menekan bel. "Apa?"

"Apa ia memiliki rambut berwarna pirang? Aku baru saja mengantar seorang gadis ke Nieffe."

Tanpa persetujuan lagi Charly memutus telepatinya dan ia berlari memasuki jeep yang terparkir di halaman rumah Patricia. "Sialan! Dia benar-benar pergi ke sana!"

Di sisi lain Aloesse merasa sangat kesal telepatinya tiba-tiba diputus. Tapi itu cukup menjelaskan padanya bahwa mungkin gadis itu benar-benar Si Darah Pelindung dan Charly sedang mencarinya. Bagaimana pun ia tidak bisa kembali. Jadi, dengan hati yang sangat gusar ia memutar kemudi kapalnya dan kembali ke Pulau Nieffe. Ia harus memastikan sesuatu. Lagi pula yang Gordon tahu ia masih sependapat dengannya. Jika benar yang di sana adalah gadis itu, barang kali ia bisa membantu Charly membawanya kembali dengan penyamaran yang sempurna. Bukan tidak ingin ia mempertahankan istrinya, tapi ia sadar kakaknya sudah keterlaluan. Tidak mungkin ia membiarkan ini terjadi. Tidak untuk kedua kalinya.

***bersambung***

💔💔💔

Terima kasih sudah membaca.
💔💔💔

Bingung dan bete setiap kali update. Jarang ada yang baca, apalagi komen. Haruskah cerita ini kuhapus saja ? Tidak pantaskah cerita ini nampang di wattpad ??? 😖😭

The Protecting Blood Where stories live. Discover now