1.2

17.5K 1.2K 20
                                    

"Aku mencintaimu, Vanessa. Menikahlah denganku."

Mulut Vanessa terbuka dan tertutup beberapa kali. Wajahnya menjadi satu ekspresi yang tidak bisa kugambarkan. Aku tidak tahu apakah dia bahagia atau bingung atau takut atau sedih. Aku menunggunya menjawab dalam detik-detik yang meresahkan.

Saat dia menatap mataku, dia tersenyum. "Ya."

* * * * *

Sekarang, Vanessa bahkan tidak menjawab panggilanku lagi sejak kemarin. Dari pagi tadi hingga sore ini, nomornya tidak lagi bisa dihubungi. Aku bahkan tidak tahu di mana dia sekarang. Aku menenggak botolku dan tertawa lagi memikirkan itu.

Pernikahan batal, sialan.

Kau bodoh, Morgan.

"Johnny! Buka pintunya!" Seseorang berteriak sambil menggedor pintu apartemenku.

Itu Carol yang sedang berteriak. Perempuan paling menyebalkan se-New York—uh, ralat. Mungkin sedunia. Dia sudah menelponku selusin kali, tapi aku tidak mengangkatnya. Aku hanya ingin mengangkat panggilan dari Vanessa-ku. Sekarang aku terlalu malas untuk beranjak dari sofaku dan melepaskan botol Jack Daniel's-ku hanya demi membukakan pintu untuknya. Aku bahkan tidak ingat aku menguncinya atau tidak.

Ternyata tidak terkunci. Carol membukanya dengan mudah. Di sana lah dia berdiri. Si rambut cokelat yang mengikal bagian ujungnya. Dia belum menanggalkan mantel desainernya. Wajahnya terperangah saat melihatku tertidur di sofa, tanganku menggantung di sofa mencengkeram botol, leherku tersangga bibir sofa, dan dia terlihat terbalik. Dia berjalan di langit-langit.

"Ya Tuhan, Johnny, apa yang terjadi padamu?" Wajahnya yang terbalik menelaah sekitar. Dia terlihat tidak senang. Hidungnya mengernyit. Tangannya mengibas udara.

"Tidak ada. Sesuatu justru terjadi padamu," kataku sementara efek panas alkohol berputar di tenggorokan hingga kepalaku.

"Kau mabuk," hadiknya.

"Kau terbalik."

Carol mendengus. "Kau yang terbalik." Dia menarik lengan bajuku membuatku duduk. Benar, ternyata aku yang terbalik. "Ya Tuhan, sudah berapa lama kau tidak mandi?" katanya jijik.

Hmm... Kepalaku berputar-putar mengingat kapan aku mandi. "Pagi ini? Mungkin. Bukan. Pagi kemarin? Tentu saja, aku mandi untuk hari pernikahanku." Aku tertawa. Aku tidak tahu apa yang lucu. Tapi pernikahanku yang batal memang menggelikan. "Apa aku menikah kemarin?"

Carol melipat lengan di perutnya. "Hentikan omong kosong ini, Johnny. Kau tidak seharusnya menyiksa dirimu."

"Aku tidak menyiksa diriku. Aku sudah tersiksa tanpa harus menyiksa diri." Aku menenggak botolku lagi. Habis. Ini botol ke—sepuluh? Dua puluh? Aku tidak ingat. Mungkin aku harus menghitung. Oh, tidak, di lantai ada seratus botol, mungkin lebih. Mungkin kepalaku bermasalah.

Benar, kepalaku yang bermasalah sejak Vanessa meninggalkanku. Aku tertawa lagi.

Vanessa meninggalkanku.

Carol menyambar botolku dan mengambil botol-botol lain yang berserakan. Dia bahkan bisa mengambil tiga botol sekaligus. Mengesankan. "Bangun! Mandi! Kau yang berjalan ke bak mandimu atau aku yang membawakan bak mandi untukmu?"

"Jika aku mandi, apakah Vanessa akan kembali padaku?" Aku berjalan ke dapur dan mengambil botol lagi di lemari, tapi dengan cepat Carol menyambar botol itu dan menutup lemari dengan keras, membuat tanganku terjepit. Aku berteriak kesakitan.

"Hentikan itu!" gertaknya sambil menekan lemari, menjepit tanganku hingga berdenyut-denyut. Mengembalikan kesadaranku dari pengaruh alkohol. "Berhenti minum!"

Cursed on YouWhere stories live. Discover now