BAGIAN 5

12.2K 1.1K 13
                                    

Aku kehilangan kepribadianku. Sore tadi aku berdiri lima belas menit lamanya di depan lemari pakaianku. Aku menimbang-nimbang apa yang akan kukenakan untuk malam ini. Mengerikan. Ini tak pernah terjadi padaku. Aku banyak melakukan hal bodoh sejak pernikahanku batal. Dan semakin bodoh lagi sejak menggilai Becky Narvis. Lalu aku bertingkah seperti wanita yang menerima ajakan kencan seorang pria karena tidak memutuskan dengan cepat apa yang akan kukenakan.

Padahal, seluruh lemariku hanya berisi setelan serupa. Hitam, warna gelap, kelabu, mengkilap, necis, dan bersih. Intinya, aku tetap tampan mengenakan yang mana pun.

Tapi aku ragu penilaian Becky sama dengan pemikiranku. Wanita itu susah ditebak.

Pilihanku berakhir pada setelan warna hitam. Aku harus benar-benar total malam ini. Mempersiapkan semuanya matang-matang supaya malam ini berkesan dan spesial untuk Becky.

Minimal, aku harus mendapat pujian dari Becky.

Hei, aku bisa mendapat pujian dari mana pun. Dari ibuku, ayahku, keponakanku, atau karyawati di kantorku. Tapi aku ingin Becky! Aku tak peduli jika kau mengataiku merajuk atau apapun itu. Aku adalah seorang bos yang mempunyai kecenderungan untuk memiliki. Jadi ketika aku ingin memiliki keterkaguman Becky Narvis padaku, maka aku harus mendapatkannya.

Siapa mengataiku arogan? Pergi saja sana.

Jadi sekarang di sini lah aku. Di dalam mobilku yang telah terparkir sempurna di pinggir jalan apartemen Becky. Jam tanganku menunjukkan pukul 18:50 dan aku telah berada di sini sekurang-kurangnya dua menit yang lalu.

Ini membunuhku. Aku telah menunggu sepanjang sore untuk menanti pukul tujuh malam yang seperti selamanya. Jadi setengah jam sebelum waktu temu kami, aku telah melajukan mobilku ke apartemen Becky dan menunggu di dalam mobil untuk membunuh waktu. Jangan sampai aku memutar jam tanganku secara tak sadar lagi.

Tepat pukul 7 aku keluar dari mobilku dan masuk ke gedung apartemen Becky. Aku ingin berlari secepat kilat dan masuk seperti orang gila, tapi aku mengurungkan niatku.

Kau benar, aku telah kehilangan akalku.

Aku tiba di depan pintu apartemen Becky dan menahan diri agar tidak bertingkah menjadi seorang pria arogan yang tidak sabaran. Perlahan, Morgan. Aku membunyikan bel apartemen Becky dan seperti biasanya, hanya dalam beberapa detik pintu telah terbuka.

Aku. Seketika. Mati.

Ya Tuhan!

Aku lupa caranya bernapas. Di sana lah Becky. Tersenyum padaku. Menyambutku. Telah siap dengan begitu cantiknya. Ia mengenakan gaun hitam tanpa lengan model kemben yang berakhir di atas lututnya. Bahunya terekspos putih menggiurkan. Payudaranya tercetak jelas karena melekatnya bahan tersebut. Bibirnya tidak lagi merah muda, itu dipulas warna merah yang sangat seksi. Dia melakukan sesuatu dengan rambut cokelatnya yang kini tergerai di balik bahunya dan mengikal di ujungnya. Kaki indahnya jenjang, mengenakan sepatu hak tinggi berwarna hitam.

Dia berusaha membunuhku.

Ini resmi, Vanessa Clarkson, bintang model nomor satu di New York tidak ada apa-apanya dibandingkan Becky Narvis.

"Hai, Johnny," katanya sambil tersenyum padaku. Senyum menawan dari surga. Suaranya membelai namaku dengan sangat seksi. Membangunkan sisi bajingan seorang Johnny Morgan.

Aku harus menahan diri untuk berlari ke arahnya, memeluknya, menciumnya habis-habisan, dan melupakan makan malam yang tentunya hanya akan berakhir untuk menyiksaku. "Hai," kataku dengan suara parau, belum sepenuhnya sadar dari keterkagumanku. Aku berdehem agar menemukan suara asliku. Becky terlihat geli karena dia sedang tersipu sekarang. "Wow, apa kau kenal Becky Narvis? Aku ingat anak itu gendut dan berkacamata besar."

Becky tertawa. Tawanya yang menyempurnakan penampilannya malam ini. Bibirku ikut tertarik ketika mendengar tawanya. "Ya, aku kenal. Dia sedang bersembunyi di balik sofa agar Johnny Morgan tidak menemukannya."

"Johnny Morgan pasti benar-benar brengsek."

Ia terkekeh. "Tidak juga, dia ternyata sangat baik. Dia luar biasa malam ini, kalau kau ingin tahu."

Aku mendapatkannya. Aku mendapatkan pujian darinya.

Pete salah telak jika aku yang berencana membuat Becky berharap. Justru di sini aku yang sedang berharap ingin dipuji olehnya. Dan itu baru saja meluncur dari bibir seksinya, dia bilang aku luar biasa. Apakah itu bentuk lain bahwa dia menyukaiku dan menginginkanku? Jika saja seperti itu.

"Siap untuk malam ini?" kataku sambil menawarkan lenganku padanya. Dia tidak menjawab. Hanya mengambil lenganku dan kami berjalan berdampingan.

Langkah Becky membeku di tangga saat di depan kami adalah seorang pria kerempeng. Mengenakan kacamata berbingkai, jaket hoodie, dan celana jins. Rambut gelap pria itu sedikit ikal, yang mungkin terlihat cocok dengan kulitnya yang sedikit kecokelatan—bagi wanita mungkin begitu, tapi bagiku, ketika dia tidak berkedip saat melihat Becky, aku akan memvonisnya menjadi pria terjelek yang ada di muka bumi dan meresmikan diriku sendiri menjadi pria paling tampan untuk Becky.

Pria itu sadar dengan cepat karena aku melotot padanya. "Hai, Bec. Apa itu kau?" Suaranya terdengar bersahabat. Sok akrab, pikirku.

"Hai," kata Becky malu-malu. Dia tidak menghiraukan pertanyaan pria itu. Tapi ini sangat meyebalkan untukku.

"Apa kau akan pergi?" tanya pria itu.

Ya, brengsek. Dia akan berkencan denganku. Sekarang bisakah kau menyingkir dari jalan kami?

"Ya, David," kata Becky sambil tertawa kecil. Sungguh aku tidak rela jika Becky memberikan tawanya untuk orang ini. "Uh, Mr. Morgan, kenalkan ini David March. Dia tetangga depan pintu. David, ini Johnny Morgan, temanku sekaligus atasanku."

Untuk pertama kalinya dalam seumur hidupku, aku tidak ingin Becky menyebutku teman atau atasan. Aku ingin dia menyebutku pacar, teman kencan, atau semacamnya agar serangga satu ini menyingkirkan matanya dari Becky.

Kami berjabat tangan. David terlihat dingin padaku. Aku pasti terlihat keji padanya. Aku seperti sedang menandai tangannya, dan aku bersumpah, dia sudah ada di daftar hitamku bersama dengan Christoper Hanley yang ingin kujauhkan dari Becky.

"Kau sepertinya sibuk, Bec, aku akan mengunjungi apartemenmu lain kali. Mungkin kita akan makan kue," kata Si Kerempeng David.

Tidak, brengsek. Tidak perlu. Aku yang akan memberinya kue terbaik di dunia ini.

Becky dan David mengucapkan selamat tinggal. Si brengsek itu akhirnya menyingkir dan berlalu melewati kami.

Benar-benar menit-menit yang menggelisahkan.

Benar-benar menit-menit yang menggelisahkan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Cursed on YouWhere stories live. Discover now