BAGIAN 2

15.6K 1.2K 9
                                    

Kedai itu sepi. Aku bertanya-tanya apa yang salah dengan kedai ini hingga hanya ada seorang wanita yang duduk di ujung membelakangi kaca depan. Wanita itu bahkan tidak berkedip sekalipun di balik kacamata besarnya yang culun.

Hmm, kacamata itu seperti familiar bagiku. Ya, mungkin aku melihat model itu di film-film atau di suatu tempat. Apa peduliku?

Wanita itu bahkan tidak bergerak. Dia hanya melamun tanpa menyangga kepalanya. Cara melamun yang aneh. Pandangannya kosong, wajahnya pucat. Ya Tuhan, jangan-jangan ini memang kedai berhantu. Mungkin sesuatu yang janggal memang terjadi di sini. Itu sebabnya kedai ini—

"Pesanan Anda, Sir?" Seorang pelayan berambut merah membuatku tersentak, membuyarkan lamunanku sementara memperhatikan wanita tadi. Pelayan itu mengunyah permen karet, terlihat bosan saat melayaniku. "Sir?" katanya lagi.

"Uh," Otakku bahkan tidak bisa memproses keinginanku. Apa yang akan kupesan? "Apa menu terbaiknya?"

"Cappucino kami yang terbaik, Sir."

Apapun. "Ya. Itu saja."

Pelayan itu membuat cappucino pesananku. Aku beralih lagi ke wanita tadi. Dia masih di sana, dengan posisi yang sama. Apa dia hantu? Dia tidak menghilang, dia bukan hantu. Aku mengeluarkan uang dari kantongku. Aku tidak tahu berapa nominalnya, tapi pelayan itu tidak protes—setidaknya aku tidak mendengar suara protesnya. Entah mengapa mataku tidak lepas dari wanita aneh itu.

Aku meraih cappucinoku, melangkahkan kakiku untuk mencari tempat duduk. Aku butuh seseorang untuk mengatasi kegilaanku. Seorang yang tidak kukenal, bahkan tidak mengenalku. Mungkin aku akan menghampiri wanita itu. Atau mungkin—

"Kembalian Anda, Sir." Pelayan itu membuyarkan fokusku pada wanita itu lagi.

Aku mendengus dan menggerutu karena lamunanku buyar. Pelayan ini benar-benar bisa menyentakkan pikiranku karena terkejut. "Ambil saja."

Aku berjalan ke arah wanita itu dan melambaikan tanganku di depan wajahnya. Sial, dia cantik. Tidak secantik Vanessa, tapi lumayan untuk orang dengan wajah polos tanpa riasan ditambah rambut kusut yang setengah basah karena kehujanan. Dia bahkan tidak berkedip saat aku di depannya, saat tanganku berada di depan hidungnya. Ya Tuhan, dia seperti orang mati. Mungkin aku harus mengguncangnya.

Ide bodoh. Untuk apa aku memperdulikannya? Aku tak seburuk itu hingga perlu ditemani seorang wanita dengan penampilan mengerikan.

Terkutuklah otakku yang saat ini tidak kumengerti keinginannya. Tadi aku berlari ke rumah Vanessa, lalu berlari hujan-hujanan, mendadak berhasrat minum kopi di cangkir plastik, sekarang aku begitu tertarik dengan wanita polos, penampilan mengerikan, terlihat kuper, dan seperti hantu.

Kuputuskan untuk duduk di meja sebelah wanita itu. Aku menghadap kaca depan, memungkinkan ujung mataku untuk melihatnya. Dia masih saja tidak bergerak dari posisinya.

Hentikan, Morgan! Kau tidak perlu memikirkannya. Sekarang pikirkan Vanessa.

Aku berusaha meredam keinginan untuk merutuki diri sendiri karena memikirkan wanita itu. Aku merogoh ponselku, kudapati pemberitahuan surel dari Vanessa. Hatiku mencelos seperti baru saja memenangkan lotre. Mungkin dia ingin kembali dan ingin menikah malam ini juga.

Oh sayang, aku pasti akan melakukannya.

Dari: Vanessa Clarkson

Perihal: Maaf

Tanggal: 6 April 2014 17:59

Untuk: Johnny Morgan

Maaf untuk segalanya, Johnny. Aku tahu, tidak ada di antara kita yang mengerti kejadian ini. Kumohon jangan membenciku.

Cursed on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang