7.2 (Rated)

18.1K 1.1K 15
                                    


Warning! 21++

Kira-kira ini terjadi selama satu jam. Aku dan Becky berdebat tentang apa yang harus dikenakan malam ini untuk makan malam romantis. Becky bilang makan malam di dek di bawah miliyaran bintang sudah cukup romantis. Dia bersikeras bahwa bunga, gaun, dan setelan tidak perlu. Aku hanya ingin menyenangkannya, bukan membuang-buang uang—setidaknya pemikiran Becky lah yang bertolak belakang denganku.

"Masih ada waktu sebelum kentang itu matang, Bec. Aku bisa menelpon Barrie untuk mengirim semua yang kita butuhkan. Kupikir mendekorasi bersama juga romantis."

Becky berkacak pinggang yang tengah berlapis celemek. Mata indahnya sedang melotot padaku di balik kacamatanya. Bibir lembut yang selalu ingin kulahap sedang cemberut. Aku sedang menahan keinginan besar untuk menerjangnya. "Jangan ganggu Barrie, Johnny."

"Itu bukan mengganggu. Itu tugasnya sebagai asisten yang mengurusi kapal."

"Dia mengurusi kapal, bukan bertugas membelikan gaun dan bunga."

Aku mengangkat bahu. "Dia tidak akan keberatan. Aku menggajinya."

Becky mengabaikanku. Ia mengambil serbet dan mengangkat menu makan malam kami dari microwave. "Debat ini ditutup, kentangnya sudah matang."

Lalu mulutku terkatup sempurna dan tidak bisa lagi protes setelah aroma lezat masakan Becky tercium olehku. "Kelihatannya lezat."

"Makanan spesial untuk malam yang spesial." Becky melepas celemek dan membawa buncis dan kentang tumbuk. "Tolong bawa daging, gelas, dan minumannya, Johnny."

Itu perintah terakhir darinya sebelum menuju dek kapal. Aku hanya menurut dan mengikutinya. Baru-baru ini aku mahir menjadi pacar yang menurut. Ibuku akan bangga padaku.

Di luar cukup dingin dengan angin laut yang berhembus. Aku dan Becky masih mengenakan kaos karena hanya ini yang kami bawa. Yah, sebenarnya kami bisa menyeret selimut ke sini agar tidak cepat menggigil, tapi itu jelas tidak romantis. Becky sepertinya juga tidak mengeluh dengan keadaan ini.

Kami makan tanpa pembicaraan panjang sambil berpelukan menghadap teluk. Tidak ada musik klasik atau suara piano di sini, hanya suara ombak. Itu bukan masalah. Melihat wajah Becky yang bahagia adalah lebih dari segalanya. Kami saling berbagi kehangatan. Saling menyentuh dan bercerita. Sesekali kami bergurau, menyuapi satu sama lain—karena kami makan sepiring bersama. Tidak kah kami seperti remaja?—lalu mengomentari masakan ini.

Asal tahu saja, Becky adalah satu-satunya wanita yang pernah memasak untukku—Vanessa? Lupakan wanita itu. Aku bahkan tidak tahu kenapa begitu memuja kecantikannya dan tidak melihat sisi lain dari dirinya.

"Kau bisa jadi koki," komentarku.

"Aku tidak ingin jadi koki. Ini masakan rumahan. Ribuan penduduk New York pun bisa memasaknya."

"Dan aku salah satu yang tidak. Mereka yang ribuan lebih baik dari pada aku." Aku menyeringai nakal pada Becky. "Setidaknya mereka tidak seberuntung aku karena tidak setampan aku dan memilikimu."

Becky tersipu. Bahkan di bawah cahaya yang tidak begitu terang di dek ini, pipinya terlihat merah. "Kau merayuku terus menerus, Johnny."

Aku mencium pelipisnya. "Itu kenyataannya, sweetheart."

Sesaat hening sambil menikmati anggur merah kami dan menikmati teluk, hingga Becky menyebut namaku dengan lembut. "Terima kasih untuk semuanya."

"Aku minta maaf untuk segalanya, Bec," balasku lembut.

Cursed on YouWhere stories live. Discover now