2.1

17.3K 1.4K 74
                                    

Kantor polisi terdekat hanya satu blok dari kedai itu. Jika malam ini bisa menjadi buruk lagi, setelah patah hati, sekarang aku terpaksa memberikan keterangan di kantor polisi.

Aku duduk di sebelah wanita itu. Dia terlihat menarik dari jarak sedekat ini. Wajahnya polos, tanpa dosa, tanpa riasan. Kulitnya putih nyaris pucat. Tubuhnya ramping. Rambut cokelat menyala sewarna tembaga terkepang kebelakang—aku tidak ingat kapan aku menyukai wanita berambut cokelat. Beberapa bintik di bawah bingkai kacamatanya terlihat menarik. Kacamata besarnya membingkai mata cokelatnya. Dia tidak menanggalkan mantelnya, kerah blus abu-abu di dalamnya terlihat mencuat, celana jinsnya berwarna gelap, sepatu bot basah—hmm, penampilannya yang mengerikan bahkan tidak ada apa-apanya dibanding Vanessa.

Tunggu dulu. Aku seharusnya patah hati setelah Vanessa meninggalkanku. Sekarang aku terlalu larut memperhatikan wanita ini. Aku merasa seperti bajingan sekarang. Ya, itulah aku. Pantas Vanessa meninggalkanku. Mungkin aku memang belum benar-benar berubah.

"Baiklah." Polisi di depan kami memulai introgasi. Aku bertanya-tanya apa yang akan keluar dari mulutku. Aku tidak tahu apapun yang terjadi di kedai itu. "Nama Anda, Ma'am?"

"Um," Wanita itu terlihat gugup. Bibir bawahnya gemetar. Sialan, bagaimana bisa aku melewatkan bibir polos berwarna merah muda alami itu? Bibir itu pasti akan terasa sangat lembut dan— "Becky Narvis."

Apa?

Tunggu dulu.

Aku harus memutar ulang apa yang baru saja dikatakannya.

Becky Narvis?!

Malam ini benar-benar bisa jadi lebih aneh lagi setelah aku patah hati. Itu dia kenapa kacamatanya begitu familiar. Dia Becky Narvis, gadis yang aku olok-olok saat SMP. Dan... aku baru saja membayangkan setiap ciri fisiknya yang menarik di kepalaku!

Bagaimana bisa itu dia? Dia tidak terlihat seperti Si Gendut Narvis. Dia ramping, cantik dengan kepolosannya—kecuali kacamatanya, ya, itu membuatnya terlihat seperti Narvis. Tapi bagaimana bisa sapi betina berubah menjadi barbie tanpa riasan dalam waktu 10 tahun?!

Sekarang Narvis menatapku dengan tatapan tanpa dosa. Aku bertanya-tanya jika dia mengenaliku, Johnny Si Keren yang pernah menindasnya—

"Sir!" Polisi itu menggebrak mejanya membuatku terlompat.

Oh, terkutuk pikiranku, aku sering tersentak dari lamunanku akhir-akhir ini. Tidak, mungkin hanya hari ini, hanya ketika aku membayang wanita ini, yang ternyata adalah Becky Narvis!

Aku benar-benar dikutuk, mungkin karena mempermainkan wanita, mungkin juga karena mengolok-oloknya saat SMP. Sekarang aku tak bisa berhenti memperhatikan tiap inci kepolosan seorang Becky Narvis.

Narvis melambaikan tangannya di depan mataku. Wajah polos cantiknya miring menatapku. Membuatku berkedip. "Apa?" tanyaku.

"Kau sedang diajak bicara, Sir," kata Narvis. Sialan. Suaranya seksi. Lebih seksi daripada Vanessa. "Sir?"

"Uh, ya." Aku berpaling ke polisi di depanku. Wajahnya tidak senang memandangku.

Tunggu. Apa Narvis tidak mengenaliku?

Polisi itu mendengus kesal. "Nama Anda, Sir?"

"Johnny Morgan." Aku tersenyum lebar padanya. Polisi itu menulis namaku di kertasnya. Aku menyeringai ke arah Narvis. Matanya melebar di balik kacamata besarnya. Itu terlihat—berhenti mengaguminya, Morgan! Dia itu Narvis. Kurasa dia sama terkejutnya dengan aku. Tapi dia langsung pulih dari rasa terkejutnya dan menundukkan kepalanya.

Oh, ya, itu baru terlihat seperti Narvis. Dia selalu menunduk ketika di depanku, ketika aku mengolok-oloknya.

"Jadi siapa di antara kalian yang akan menjelaskan lebih dulu kronologi pembunuhan Lorie Tramell?"

Cursed on YouWhere stories live. Discover now