Bab 2 [Revisi]

224K 12.9K 243
                                    

Pria itu melepas. Membuat Selina jatuh ke lantai hingga berdebam.

"Aw! Sakit!"

Radit masih menatap. Tak percaya dengan situasi ini. Matanya pasti salah. Tidak mungkin wanita itu kembali lagi. Mustahil.

"Maaf." Saat ia menyadari telah menjatuhkan wanita itu, Radit berusaha menolong, tetapi tangan pria itu ditepis. Dengan terburu-buru Selina kembali meraih kacamata hitamnya, memakai, dan berdiri untuk pergi menjauhi Radit.

Tidak. Aku tidak lagi boleh berurusan dengan pria seperti ini. Salah. Yang benar adalah aku tidak ingin berurusan dengan segala warna itu.

"Kamu tak apa?"

"Iya. Aku baik-baik saja."

Radit masih khawatir. Wanita dengan penampilan aneh dan berantakan itu terasa amat berkesan untuknya. Tapi, wanita itu sepertinya justru memiliki perasaan berbeda dengan Radit. Seakan tak peduli dengan pria yang ditabraknya, Selina hanya pergi dan berusaha terus melangkah ke depan.

Pria itu mengamati punggung Selina yang semakin menjauh.

Wanita itu. Kuharap aku tak lagi perlu bertemu dengannya.

*******

-Selina PoV-

Aku telah sampai di depan lift

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku telah sampai di depan lift. Sebentar lagi. Bertahan sedikit lagi dan aku akan mendapatkan kontrak tanpa harus ikut campur dengan takdir orang lain. Tapi, bagaimana dengan nasib pria itu? Warna gelap benar-benar mengelilingi seluruh tubuhnya. Dan masa depan yang kulihat semakin menjelaskan kematian pria itu.

Ck! Harusnya aku tidak menyentuhnya. Tidak pula melihat dirinya tanpa kacamata hitam ini. Seharusnya aku berhenti khawatir, bukan?! Lalu perasaan ini apa?! Mengapa aku masih takut karena masa depan pria itu? Aku bahkan tidak mengenalnya sama sekali.

Lupakan! Lupakan, Selina! Jangan ikut campur dengan takdir orang lain!

*****

-Author PoV-

Wanita itu berkhianat. Ia tidak bisa melupakan bayangan kematian yang menanti masa depan pria tadi. Bagaimanapun juga, ia tidak bisa membiarkan kematian berjalan begitu saja.

Selina berbalik dan berlari. Kembali menghampiri pria itu dan menarik sudut jasnya.

"Jangan masuk!"

"Apa?!"

"Jangan pergi. Untuk 10 menit tidak 5 menit saja, cukup tetap berada di sini dan jangan pergi dulu!" Wanita itu berteriak, membuat mereka menjadi tontonan oleh tiap orang yang masuk dan keluar kantor.

"Kumohon lepas! Apa yang salah dengan dirimu?!" Radit tak kalah kesal. Wanita yang dikiranya hidup lagi itu kini bertindak aneh seperti orang gila.

"Aku begini demi menyelamatkan dirimu." Selina ngotot. Tetap menahan Radit untuk tidak masuk dalam mobil.

"Pergi atau kupanggil satpam."

"Aku tidak peduli."

"Baiklah." Radit menghempas. Kembali membuat Selina jatuh dan masuk secepat mungkin dalam mobil.

"Berangkat, pak! Cepat sebelum wanita gila itu bangun!" perintahnya pada si supir yang segera menyalakan mesin.

Namun, sebelum sempat pedal gas ditekan, Selina sudah berdiri dengan tangan melebar. Menghalang mobil Radit untuk berangkat.

"Apa lagi sih maumu!" Radit menurunkan kaca, mengeluarkan sedikit badannya dan berteriak.

"Aku sudah bilang kalau ini semua demi nyawamu sendiri! Kamu ini menantang untuk mati ya?!"

"Dasar gila! Sudah jelas sekarang kamu yang sedang menantang mati!"

"Tidak peduli! Aku akan terus seperti ini sampai warna itu tidak kembali"

"Dasar sinting!" Radit makin kesal. Mata hitam di balik bingkai kacamata yang biasanya tenang kini terlihat marah. Ia keluar dengan membanting pintu mobil, lalu berjalan lebar ke arah Selina.

"Pergi."

"Tidak."

Karena sulit untuk menurut, ia memutuskan untuk mengangkat wanita itu. Membawanya seperti karung beras. Membuat Selina terus bergerak dan memberontak.

"Lepas!"

Radit diam. Terus berjalan dengan setiap pasang mata melihatnya dan berhenti tepat di depan dua orang security.

"Amankan dia. Wanita gila, jangan biarkan dia pergi."

"Baik, Pak."

Setelah menyerahkan Selina, pria itu kembali ke mobil. Berjalan tanpa memandang wanita yang sedang meneriaki dan merutukinya itu.

"Heh! Tunggu dulu kubilang! Bukannya berterima kasih malah mempermalukanku seperti ini! Dasar pria tidak tahu diri!"

Selina kesal. Kedua orang satpam terus memegangi layaknya ia benar-benar pasien rumah sakit jiwa. Selina sebal, tetapi juga tenang. Warna hitam itu tidak lagi muncul. Masa depan berubah. Pria itu tidak lagi akan meninggal.

*******

"Jalan sekarang, Pak?"

"Tentu saja. Apa kamu masih menunggu wanita tidak waras itu kembali?!"

"Ba- Baik, Pak."

Si supir segera mengemudikan mobil, meninggalkan Radit sendiri di kursi belakang dengan pikiran yang kalut. Ia benar-benar tak menyangka bisa bertemu wanita seperti itu di kantornya.

Orang gila ternyata memang ada. Dan buruknya lagi orang gila itu amat mirip dengan Maria. Wanita tersebut, mungkinkah ini salah satu kutukan yang ia maksud?

Radit terdiam. Kini merasa sedih setiap mengingat Maria. Dan sedih itu menghilang tepat saat mobil yang ditumpanginya berhenti.

"Ada apa lagi?"

"Di depan ramai, Pak. Sepertinya ada kecelakaan yang terjadi."

"Apa? Kecelakaan?" Radit keluar. Berjalan lurus. Melangkah ke arah kerumunan, lalu menanyai salah satu pengguna jalan yang ikut berada di sana sama sepertinya.

"Ada apa ini, Pak?"

"Itu mas, ada truk yang nabrak mobil, jadi bikin mobil di belakang ikut nabrak. Makanya jadi begini jalanan. Bentar lagi paling polisi datang."

Radit diam. Kaget dengan fakta yang baru dibeberkan orang asing itu. Wanita tadi benar. Omong kosong yang dikiranya lelucon ternyata terjadi. Jika saja ia tadi tidak terhenti karena tindakan gila wanita itu, mungkin Radit sudah menjadi salah satu korban di sana.

Tapi bagaimana bisa?! Mana mungkin sesuatu seperti ini terjadi?! Wanita itu. Sebenarnya siapa dia?!

******

Yaa Bab 2 behind the color update yaa

Jangan lupa vote, follow, sama komentar

-XOXO

[End] Behind The ColorWhere stories live. Discover now