Bab 3 [Revisi]

188K 11.7K 97
                                    

"Lepasin!"

"Jangan banyak gerak kamu! Sudah membuat keributan, masih saja ngaku-ngaku!"

"Saya memang mau tanda tangan kontrak di sini, Pak!"

"Jangan bohong! Sudah sana cepat pergi sebelum kami lapor polisi!" Kedua satpam itu telah melepas Selina. Mengusir wanita tersebut ke luar gedung.

"Pak, saya mohon. Saya harus masuk dalam gedung ini."

"Enggak bisa, Mbak. Ini perintah langsung dari Pak Radit."

Selina berdecak. Kesal mendengar nama pria tak tahu diri itu.

Jika bukan karena dirinya, aku bisa datang tepat waktu. Dan jika bukan karena dirinya juga, aku pasti sudah menanda tangani kontrak itu sekarang.

Ia berbalik. Berusaha mencari ponsel dari dalam tas untuk menghubungi Indri.

"Ayolah... Cepat angkat... Kumo-"

[Ya!]

[Ha- Halo, Ndri?]

[Jangan hubungin aku lagi! Aku dengar dari karyawan bawah, kamu sudah buat keributan besar sama Pak Radit.]

[Enggak sengaja, sumpah. Ini karena tadi aku sempat liat warna hitam di sekitarnya.]

[Dan lo masih ikut campur sama takdir-takdir itu!]

[Maaf.]

[Jangan hubungi aku dulu. Dan masalah kontrak itu juga sudah berakhir. Lagian, siapa juga yang mau ngerekrut orang yang sudah bikin kacau kantor di pagi buta gini!]

Sambungan terputus. Selina menjauhkan ponsel dari telinga dan kini menatapnya nanar. Indri. Jika saja ia melihat wanita itu sekarang, pasti ada aura merah pekat yang mengelilingi. Seram. Membuat Selina bergidik.

"Hah! Dasar pria sialan!" Iaberteriak ke langit. Mencoba menghilangkan rasa frustasi yang menyelimutihatinya. Takdir. Sejak awal selalu mempersulit Selina.

******

"Siapa wanita itu?" Demi bertanya pada diri sendiri sembari melihat luar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Siapa wanita itu?" Demi bertanya pada diri sendiri sembari melihat luar. Pria yang saat ini berdiri di lantai 2 itu dapat melihat jelas setiap kejadian yang terjadi sebelumnya.

Mulai dari Radit yang marah, adegan gila yang dilakukan wanita itu, sampai saat si wanita yang kini masih sibuk berteriak dan kemudian melangkah kesal karena tidak ada yang mendengar.

"Wanita lucu. Belum pernah aku bertemu wanita seperti itu." Ia tersenyum. Membiarkan satu rasa, yang tanpa sadar mulai tumbuh di hatinya.

*****

Radit berlari. Memutuskan untuk kembali ke kantor dan mencari wanita aneh tersebut.

"Dimana wanita tadi?" Dengan napas masih tersengal dan keringat peluh yang menetes, ia bertanya pada dua satpam yang sebelumnya ia temui.

"Sudah kami usir, Pak."

"Apa?! Kalian usir?!"

"I- Iya, Pak." Mereka takut-takut menjawab, membuat Radit makin kesal. Dengan kasar ia mengacak rambut cokelatnya itu dan meremas pelan.

Sialan! Sekarang harus dimana lagi aku bisa menemukannya?!

"Tadi wanita itu sempat mengatakan sesuatu, tidak?"

"Eh- Itu saja palingan tadi yang dia omong. Masalah kontrak."

"Kontrak?"

"Iya, Pak. Katanya dia datang ke sini mau tanda tangan kontrak kerja." Si satpam yang agak pendek langsung memberi kejelasan, membuat pikiran Radit menjadi lebih terang. Dengan cepat ia mengambil ponsel dan menghubungi sekretarisnya.

[Rin, ini saya. Tolong kamu tanya pihak HRD mengenai setiap orang yang batal melakukan tanda tangan kontrak hari ini. Dan datanya, serahkan pada saya nanti.] Ia tersenyum. Sedikit licik.

Wanita itu sampai kapanpun tak akan kulepaskan.

******

Selina memutuskan untuk berjalan di taman sebelum pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selina memutuskan untuk berjalan di taman sebelum pulang. Tidak ada pula yang menunggu ia dirumah. Dibanding kembali mengurung diri, lebih baik ia mencari udara segar, bukan?

Dengan sengaja ia melepas kacamata hitam. Kembali melihat setiap warna yang ada.

Wanita itu memiliki warna putih. Ia sedang sedih. Mungkin karena bayi yang berada di tangannya tak mau berhenti menangis.

Lalu anak kecil itu memiliki aura cokelat. Ah, anak yang curang. Ia pasti sangat puas karena telah berhasil mendapat banyak kelereng dari permainan tersebut.

Dan kakek itu terlihat marah. Auranya merah. Tidak cukup pekat namun masih terlihat jelas. Mungkin ada seseorang yang baru menipu si kakek.

Selina kembali mengenakan kacamata setelah puas mengamati sekeliling. Mata dan otaknya pusing. Menganalisa setiap orang yang ada benar-benar tidak baik bagi kesehatan fisik dan jiwanya.

Warna-warna itu masih sama seperti dulu. Masih terlihat jujur dan menampilkan sisi terdalam manusia sebenarnya.

Kemampuan ini. Kapan kira-kira akan berakhir, ya?

Selina terus berjalan. Dengan wajah merunduk dan kaki yang menendang-nendang kecil, ia kembali sedih karena setiap kesialan yang selalu menimpa dirinya.

******

Waktu mulai bergerak

Takdir dan kutukan yang diam mulai berjalan kearah tiap-tiap pemiliknya

Seperti sebuah judi

Tidak ada yang mampu tahu dan menebak akhir dari permainan ini

Si pria yang menunggu

Si pria yang mencari

Dan si wanita yang sedih

Ketiga orang itu pada akhirnya akan terlibat dalam satu masalah yang amat sulit diurai

*******

Yaaa.. Bab 3 Behind The Color update yaaa

Semoga masih ditunggu dan makin menarik jalan ceritanya

Jangan lupa vote, follow, sama komentar yoo

Follow uga igku di @safitridsy

-XOXO

[End] Behind The ColorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang