6) Wow! Lisya's Secret

465K 28.7K 2.7K
                                    

Ocha menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal, antara takut dan bingung. Lisya mendorongnya untuk berjalan mendekat ke arah tempat Sean duduk. Ocha sejak awal tak suka berhutang budi. Setidaknya, ia mengucapkan terima kasih dengan benar ke Sean.

"Kak?" sapa Ocha takut.

Sean melepaskan sebelah headset yang ia kenakan, melihat ke arah Ocha sebentar, lalu kembali memasang headsetnya dan membaca buku. Ocha meneguk ludah, tenggorokannya tiba-tiba terasa kering.

"Saya mau ngucapin terima kasih," ucap Ocha cepat tanpa jeda.

"Lo ngomong sama gue?" Sean mematikan lagu di ponselnya.

"Iya. Saya mau ngucapin terima kasih karena Kakak mau nolongin saya tadi pagi."

"Pergi sana! Hush hush!" Sean menggerak-gerakkan tangannya, sebagai tanda mengusir Ocha.

Ocha tak berani protes. "Ya udah. Kalau gitu, saya pamit, Kak."

Ocha berjalan kembali ke tempat Lisya berdiri lalu mengoyak gemas tubuh Lisya, tak habis pikir bagaimana mungkin ada cowok secuek Sean. Menerima ucapan terima kasih saja, malah diabaikan.

"Ih bagaimana bisa ada cowok kaku kayak gitu sih? Bilang iya kek, bilang he'em kek. Gue ngerasa dikacangin tau nggak?" ungkap Ocha sebal.

"Sabar-sabar." Lisya menepuk punggung Ocha dua kali. "Kak Sean emang wataknya kayak gitu."

Ocha menghentak-hentakkan kakinya kesal, pergi kembali ke kelas, lalu meletakkan kepalanya ke atas meja. Kepalanya masih terasa sedikit pusing.

Ddddrrrt

Ponsel Ocha bergetar. Dengan malas, Ocha mengeluarkan ponselnya dari dalam saku seragamnya. Ia cukup kaget melihat Bu Via menelponnya. Bu Via adalah pemilik restoran tempatnya bekerja. Aneh, selama setahun Ocha bekerja di sana, baru kali ini Ocha ditelpon Bu Via di jam sekolah.

"Sya, gue angkat telpon dulu ya." Ocha keluar dari kelas dan mengangkat panggilan.

"Halo, Ocha?" terdengar suara Bu Via dari seberang sana.

"Iya, Bu. Ada apa?"

"Maaf ya, tapi saya tidak suka mempekerjakan seorang pembohong. Mulai sekarang jangan datang ke restoran saya lagi. Nanti saya akan kirim gaji terakhir kamu ke alamat rumah kamu."

"Tapi Bu-"

Sebelum Ocha merampungkan kalimatnya, Bu Via sudah mengakhiri panggilan. Ocha tercenung. Ia memang bekerja di restoran Bu Via berdasarkan kebohongan. Ia mengatakan pada Bu Via bahwa usianya sudah 16 tahun agar Bu Via bersedia mempekerjakannya karena jarang sekali ada orang yang mau mempekerjakan anak SMP. Itulah sebabnya Ocha berbohong demi mendapatkan pekerjaan. Ia harus membiayai SPP Faril dan kebutuhan sekolah Faril seperti seragam, buku, dan alat tulis yang lainnya. Bu Dinar selalu menggelapkan uang dari ayahnya, berlagak seolah-olah ia mengasuh Faril dengan sangat baik.

Ocha menghela napas. Ia menunduk lesu. Sekarang ia harus memikirkan cara lain untuk mendapatkan uang. Mungkin Ocha sering memenangkan olimpiade, mendapatkan uang tunai jutaan rupiah tiap kali menang. Namun uang itu hanya untuk ia simpan baik-baik, barang kali kejadian yang di luar prediksinya, misalnya saja Faril sakit.

"Semangat, Cha! Nanti sepulang sekolah cari kerjaan lagi. Semangat demi Faril, Cha!" Ocha menyemangati dirinya sendiri.

"Siapa, Cha, yang telpon tadi?" tanya Lisya saat Ocha kembali ke tempat duduknya.

"Bu Via, pemilik restoran tempat gue kerja. Katanya gue dipecat."

"What?! Lo kerja?" mata Lisya terbelalak.

I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now